Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Rabu, 14 April 2021 | 08:54 WIB
Ilustrasi salah tangkap. [Shutterstock]

Saat dikonfirmasi ke pelapor, lanjutnya, pelapor mengetahui pelaku pencurian setelah proses penangkapan oleh Polsek Sampuabalo.

"Namun yang aneh adalah, pada isi laporan, pelapor langsung menyebut bahwa pelaku adalah Muslimin CS. Sementara pada proses hukum tidak ada yang menyaksikan bahwa Muslimin merupakan pelakunya," ungkap Abdul Haris.

Kedua, tidak memenuhi alat bukti pada saat proses persidangan.

"Bukti persidangan tidak memenuhi. Barang bukti yang dihadirkan adalah HP OPPO A12 sedangkan dalam laporan tertera barang bukti yang hilang adalah HP OPPO A11 K. Ibarat kasus motor mio yang hilang, yang dibawa di persidangan adalah motor scorpion," lanjutnya.

Baca Juga: Pelanggaran Kode Etik Polisi Naik Dua Kali Lipat, Apa Penyebabnya?

Selain dua kejanggalan tersebut, barang bukti uang tunai senilai Rp 100 juta juga tidak dimunculkan dalam fakta persidangan. Sementara dalam hasil bacaan dakwaan, hakim dapat menguraikan jumlah pecahan uang.

"Berikutnya adalah ibunya. Barang bukti yang diambil adalah uang PKH Ibu RM, senilai Rp 200 ribu dijadikan barang bukti disita dan disuruh menandatangani berita acara penyitaan yang dia tidak ketahui," urainya.

Hal yang paling menarik perhatian adalah RM dan AG mengaku disiksa untuk mengakui suatu perbuatan yang tidak pernah mereka lakukan.

"Bahwa benar anak bernama AG alias NI, selama proses pemeriksaan anak tersebut mengalami penyiksaan secara berulang, untuk mengakui perbuatan tindak pidana, yang sama sekali mereka tidak melakukannya," ucap Abdul Haris.

"Sementara itu adik kita RM mengaku pencurian tersebut bukanlah dia pelakunya. Akan tetapi karena dipukul sebanyak dua kali dan diancam akan dibunuh oleh oknum polisi, dia lantas memberi keterangan bohong. Juga saudara kita AG dilempar menggunakan asbak," tutupnya.

Baca Juga: Kerahkan 800 Personel, Tempat Ngabuburit di Bogor Bakal Diawasi Polisi

Load More