Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Rabu, 07 April 2021 | 07:13 WIB
Mantan Teroris dari Jaringan Al Qaeda, Sofyan Tsauri, di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (3/6/2017). [Suara.com/Nikolaus Tolen]

Direktur Deradikalisasi BNPT Prof Irfan Idris mengatakan meski kuantitas aksi teroris di Indonesia menurun tapi kualitasnya naik.

"Melibatkan perempuan dan anak. Tingkat bahayanya," ungkap Irfan Idris.

Teroris menganggap semua kelompok di luar mereka kafir. Bahkan orang tua mereka sekalipun dicap kafir jika tidak mendukung aksi mereka.

Menurut Idris akar masalah teroris adalah selalu membungkus sesuatu dengan bahasa tafsiran keagamaan. Bukan bahasa agama.

Baca Juga: Hadiri Deklarasi Bersama Jogja Istimewa, Sultan Minta Jaga Kondusivitas DIY

Oleh kelomok teroris global kemudian memanfaatkan media sosial. Untuk berselancar mencari generasi muda. Apapun profesinya. TNI, polisi, atau ASN.

"Ini tanda ideologi teroris tidak memiliki merek," katanya.

Idris mengatakan, yang lebih berbahaya adalah ketika teroris mampu merekrut anggota polisi atau TNI. Karena sudah memiliki ilmu merakit senjata.

"Ini yang dicari (teroris)," ungkapnya.

Baca Juga: Ada 6 Lokasi di Jateng yang Diduga Menjadi Basis Kelompok Teroris

Load More