Mandat utama Komnas Perempuan adalah membangun kondisi yang kondusif bagi penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
Salah satu upayanya adalah dengan menyusun Tesaurus Kekerasan Terhadap Perempuan. Tesaurus menjadi sarana atau alat yang digunakan untuk mengawasi kosa kata dalam proses penyusunan indeks dokumen yang memuat khasanah kata maupun singkatan/akronim terkait kekerasan terhadap perempuan, penjelasannya maupun kontruksi kata-kata baru dan tafsir yang mendukung hak-hak asasi perempuan.
Sebagai contoh, istilah “sunat perempuan” yang mengandung aspek normalisasi praktik kekerasan terhadap perempuan diganti dengan kata-kata “Pemotongan dan Pelukaan Genitalia Perempuan” (P2GP) sering dengan gerakan hak-hak perempuan global yang mengganti istilah female circumcision dengan female genital mutilation untuk menggarisbawahi aspek kekerasan terhadap perempuan.
Komnas Perempuan mengakui bahwa arti kata dalam sebuah kamus mengalami perjalanan yang menunjukkan penafsiran atas kata, baik kata pinjaman dari bahasa asing maupun yang berasal dari khasanah budaya-budaya Nusantara sendiri.
Selain itu, sebuah kamus juga disusun berdasarkan sumber-sumber data bahasa yang kriterianya telah ditetapkan oleh Tim Penyusun. Pada dasarnya, sebuah edisi kamus tak pernah selesai karena masyarakat pengguna bahasa juga berkembang seiring perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi, dan lain-lain.
Sehubungan dengan itu, Komnas Perempuan merekomendasikan kepada:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI c.q Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, agar memutakhirkan arti kata “perempuan” melalui antara lain, penambahan sublema perempuan dan memperluas arti.
Juga memperluas sumber-sumber data bahasa dengan menyertakan publikasi yang relevan antara lain dari lembaga-lembaga hak asasi manusia;
Organisasi Masyarakat Sipil agar turut mensosialisasikan kata-kata yang mendukung penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan penghormatan terhadap asasi perempuan serta inklusif (disabilitas, minoritas seksual, suku, agama dan ras, lansia, dll);
Baca Juga: Tewas Bugil di Kamar Kost Cibeber, Neneng Mayasari Sempat 2 Hari 'Hilang'
Media massa turut mendukung dengan membangun narasi dan memilih ungkapan yang mendukung kesetaraan dan keadilan dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia;
Organisasi-organisasi agama agar membangun narasi dan menggunakan kosakata yang menjunjung kesetaraan dan keadilan gender serta penghapusan kekerasan terhadap perempuan;
Pekerja seni budaya baik individu maupun organisasi agar terus memantau konstruksi teks-teks kultural yang bias gender maupun bias lainnya di lingkungan industri kreatif. Komnas Perempuan mengapresiasi upaya memviralkan kritik terhadap definisi lema perempuan yang bias serta sublemanya yang negatif semua di media sosial.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
Jejak Fakta Fakultas Ekonomi Unhas: Alumni Pertama Orang Toraja
-
Rektor Unhas Dituduh Terafiliasi Partai Politik? Prof JJ Siapkan Langkah Hukum
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
BMKG Minta 12 Daerah di Sulawesi Selatan Waspada
-
Ditolak Banyak RS, Muh Ikram Langsung Ditangani RSUD Daya: Kisah Anak Yatim Viral di Makassar