SuaraSulsel.id - Relawan Pos Perempuan mengunjungi korban gempa Majene yang masih mengungsi. Di tanda-tenda pengungsia, relawan menemukan kondisi pengungsi yang serba terbatas.
Banyak perempuan, anak-anak, serta bayi yang tidur bawah tenda darurat. Timbul pertanyaan, kenapa banyak perempuan dan anak-anak di tenda pengungsian ?
Mulyadi Prayitno, Direktur Pelaksana YKPM dan relawan Pos Perempuan menemukan fakta di lapangan, banyak perempuan di Majene yang menikah muda. Umumnya mereka menikah di usia 15 tahun.
Mulyadi menemukan ibu yang umurnya baru 25 tahun sudah punya 5 orang anak. Bahkan ada yang umurnya baru 35 tahun sudah memiliki 8 orang anak.
Baca Juga: PPPA dan Kominfo Siap Ambil Sikap dari Kasus Aisha Weddings
Perempuan dan anak-anak ini harus hidup dibawah tenda pengungsian. Belum berani kembali ke rumah masing-masing.
Mulyadi meminta pemerintah segera membentuk sub klaster perlindungan perempuan, anak, dan kelompok rentan di lokasi pengungsian. Sebelum korban meninggal dan mengalami kekerasan berbasis gender.
"Bisa saja terjadi kalau sudah lama di pengungsian," kata Mulyadi, kepada SuaraSulsel.id
Viral Promosi Pernikahan Anak
Beberapa hari ini, publik dibuat heboh dengan iklan ajakan pernikahan dini oleh lembaga yang mengaku sebagai Aisha Wedding.
Baca Juga: Kasus Polisi Rekam Perempuan Dilecehkan Dalam Mobil Akan Diserahkan ke JPU
Dalam poster, website, dan akun media sosial Aisha Weddings mengaku sebagai jasa penyelenggaraan perkawinan.
Membuat promosi perkawinan anak bagi mereka berusia 12 tahun. Poster juga menampilkan foto anak perempuan.
Koalisi Stop Perkawinan Anak Sulsel, menyatakan bahwa iklan "Aisha Wedding" melanggar 5 peraturan yakni:
1. UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
2. UU No. 21 Tahun 2007 tentang PTPPO
3. UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM
4. UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan
5. Dan sejumlah Peraturan Lainnya terkait Perlindungan dan Pemenuhan Hak Anak.
Berbagai Pelanggaran-pelanggaran iklan tersebut mencakup menjerumuskan anak dalam praktik perkawinan anak, oerdagangan anak atau trafiking, pembiaran anak untuk kehilangan hak-haknya, dan melakukan pembodohan dan memberikan informasi publik yang tidak benar.
"Berdasarkan hal tersebut, Koalisi Stop Perkawinan Anak mendukung Upaya Kementerian PPPA, Ormas, Komnas Perempuan dan berbagai pihak yang konsern terhadap Perlindungan Anak untuk melakukan berbagai upaya dan tindakan dalam rangka penegakan hukum dan perlindungan anak," kata aktivis perempuan Lusia Palulungan dalam rilisnya.
- 1
- 2
Berita Terkait
Terpopuler
- Istri Menteri UMKM Bukan Pejabat, Diduga Seenaknya Minta Fasilitas Negara untuk Tur Eropa
- 7 Rekomendasi Mobil Bekas MPV 1500cc: Usia 5 Tahun Ada yang Cuma Rp90 Jutaan
- 5 Rekomendasi Pompa Air Terbaik yang Tidak Berisik dan Hemat Listrik
- Diperiksa KPK atas Kasus Korupsi, Berapa Harga Umrah dan Haji di Travel Ustaz Khalid Basalamah?
- 5 AC Portable Mini untuk Kamar Harga Rp300 Ribuan: Lebih Simple, Dinginnya Nampol!
Pilihan
-
7 Rekomendasi Merek AC Terbaik yang Awet, Berteknologi Tinggi dan Hemat Listrik!
-
Daftar 7 Sepatu Running Lokal Terbaik: Tingkatkan Performa, Nyaman dengan Desain Stylish
-
Aura Farming Anak Coki Viral, Pacu Jalur Kuansing Diklaim Berasal dari Malaysia
-
Breaking News! Markas Persija Jakarta Umumkan Kehadiran Jordi Amat
-
Investor Ditagih Rp1,8 Miliar, Ajaib Sekuritas Ajak 'Damai' Tapi Ditolak
Terkini
-
Kejati Sulsel Selidiki Dugaan Korupsi Program Revitalisasi Kampus UNM Rp87 Miliar
-
Lukisan Purba di Goa Leang-leang Maros Masuk Buku Sejarah Indonesia
-
Polisi Tahan 2 Dosen Perguruan Tinggi Negeri di Makassar, Dugaan Pelecehan Seksual
-
BRI: Sektor UMKM Mencakup lebih dari 97% dari 65 Juta Pelaku Usaha, Berkontribusi 61% pada PDB
-
UMKM Kuliner Naik Kelas, Binaan BRI Sukses Ekspor Berkat Strategi Pasar Tepat