Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Kamis, 04 Februari 2021 | 12:49 WIB
Tim SAR mengevakuasi korban meninggal setelah terjun di Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar, Kamis 4 Februari 2021 / [SuaraSulsel.id / Basarnas Sulsel]

SuaraSulsel.id - Angka kasus bunuh diri di Sulawesi Selatan selama tahun 2020 meningkat drastis. Kebanyakan kasus terjadi pada usia gen Z atau umur 17 tahun ke atas.

Di bulan Januari tahun 2021 saja, empat nyawa melayang karena bunuh diri. SuaraSulsel.id merangkum sebagian kasusnya, antara lain:

1. 16 Agustus 2020

Seorang mahasiswa berinisial MT nekat mengakhiri hidup dengan cara gantung diri dirumahnya, di Jalan Kutacane Bukit Baruga, Kota Makassar. Korban bahkan sempat memvideo aksinya lewat facebook. Diduga kasus tersebut terkait dengan kisah asmara.

Baca Juga: Geger Pulau Lantigiang Dijual, Gubernur Sulsel : Baru Panjar Rp 10 Juta

2. 17 Oktober 2020

Seorang pelajar SMA di Kecamatan Manuju, Kabupaten Gowa, ditemukan meninggal di rumahnya. Polisi menyebut pelajar perempuan berinisial SI itu bunuh diri karena depresi akibat aktivitas belajar online.

3. 30 Oktober 2020

Pria, YM juga meninggal karena bunuh diri karena depresi. YM ditemukan gantung diri di kandang babi di Desa Salu, Kecamatan Sopai, Toraja Utara. YM depresi karena penyakitnya yang tak kunjung sembuh.

4. 4 November 2020
Seorang siswi SMA berinisial FS (17 tahun) di Kabupaten Tana Toraja ditemukan tewas gantung diri di pohon jambu. Korban sempat menulis surat berisi curahan hati untuk keluarganya. Kepolisian mengungkap FM bunuh diri karena ditinggal sang kekasih.

Baca Juga: BKN Kaget Banyak Migrasi Pegawai dari Makassar ke Sulsel : Tak Boleh Asal

5. 17 November 2020
MT (24) nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri di samping rumahnya. Ia diduga depresi karena ditinggal mati oleh sang kekasih. MT juga diketahui kekasih dari YM, yang bunuh diri beberapa hari sebelumnya.

6. 28 Desember 2020

Seorang pemuda berinisial VA, 23 tahun, ditemukan tewas dengan kondisi tergantung di kamarnya di Jalan Lamuru, Kelurahan Lappa Kabupaten Sinjai. VA diduga bunuh diri karena masalah keluarga.

7. 10 Januari 2021

Seorang perempuan inisial RB usia 20 tahun ditemukan tewas di kamar rumahnya dalam kondisi tergantung di Dusun Buttu, Lembang Buttu Limbong, Kecamatan Bittuang, Tana Toraja. Korban menjerat lehernya memakai sarung hingga dari mulutnya menguarkan keluar busa. Tak diketahui pasti alasan korban mengakhiri hidupnya.

8. 11 Januari 2021

Seorang pemuda berinisial ES (20) ditemukan tidak bernyawa dalam kondisi tergantung di kolong rumah kontrakan di Lingkungan Garonggong, Kelurahan Ariang, Kecamatan Makale. Kasus ini menambah daftar panjang angka kasus bunuh diri di Toraja.

9. 13 Januari 2021

Seorang Siswi SMK di Toraja Utara berinisial DT (18) nekat gantung diri di dalam kamarnya sendiri. DT ditemukan tak bernyawa oleh ibu kandungnya di dalam kamar sendiri di Desa Batu Lotong, Kecamatan Awan Rantekarua, Toraja Utara.

10. 31 Januari 2021

Aksi bunuh diri dilakukan oleh sepasang kekasih berinisial ASR (18) dan SVP (15), baru-baru ini. Mereka nekat mengakhiri hidup dengan cara gantung diri di kamar indekos yang berada di Kelurahan Tampo Tallunglipu, Kecamatan Tallunglipu, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan, Minggu (31/1/2021) malam.

Diduga keduanya nekat bunuh diri karena hubungan mereka tak direstui oleh orangtua mereka masing-masing.

Pada bulan Februari 2021 juga telah terjadi beberapa tambahan kasus bunuh diri di Makassar, Jeneponto, dan Luwu.

Ilustrasi depresi (shutterstock)

Tanggapan Sosiolog

Pihak kepolisian mencatat kasus bunuh diri tertinggi selama tahun 2020 paling banyak terjadi di Toraja Utara, yakni ada 16 kasus dan 14 kasus di Tana Toraja. Sebenarnya apa yang salah dengan pola pikir masyarakat kita?

Sosiolog Unhas Muhammad Ramli mengatakan fenomena bunuh diri belakangan ini diakibatkan oleh problema sosial.

Ini menjadi sinyal bahwa ada persoalan sosial yang sangat berat dialami individu dalam masyarakat yang tidak lagi dapat ditoleransi.

"Bisa jadi karena gagal beradaptasi dengan tekanan lingkungan. Kondisi diperparah oleh tidak tersedianya sistem yang bisa mendampingi mereka menghadapi masa-masa berat seperti itu," kata Ramli, Kamis (4/2/2021).

Aspek-aspek sosial seperti itu, jika tidak teratasi, akan menimbulkan gangguan psikis. Jika kondisi gangguan psikis tersebut tidak bisa diatasi, orang yang bersangkutan akan terdorong untuk mengakhiri hidupnya.

Namun menurutnya, setiap kasus bunuh diri bisa spesifik. Artinya bisa diakibatkan oleh berbagai penyebab, sehingga penjelasannya tergantung kasusnya.

Beberapa penyebab menonjol seperti kelainan jiwa, akibat penyakit berat yang berkepanjangan, dan juga akibat masalah ekonomi berat yang dialami seseorang.

"Kegagalan beradaptasi dengan lingkungan dan frustrasi yang diakibatkannya menyebabkan individu bisa mengambil tindakan bunuh diri. Hal ini semakin berkemungkinan jika tidak ada dukungan sosial dari lingkungannya," tambahnya.

Lalu apa yang harus dilakukan? Menurut Ramli, Keluarga, lingkungan sekolah dan kampus, lingkungan kerja harus peka terhadap perubahan-perubahan perilaku seseorang. Karena bunuh diri terjadi ketika seseorang tidak mampu berinteraksi atau terasingkan dari lingkungan sosialnya.

Jika dari segi kejiwaan, maka terapi kejiwaanlah yang menjadi prioritas. Tapi jika itu didominasi masalah ekonomi, maka langkah-langkah perbaikan ekonomi masyarakat harus benar-benar lebih sungguh-sungguh dilakukan.

"Apalagi, di masa pandemi seperti saat ini, dampaknya bukan hanya pada kesehatan masyarakat, tetapi juga pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Ketidakmampuan beradaptasi dalam situasi baru ini menjadikan banyak orang bertambah beban hidupnya dan bisa mengambil keputusan bunuh diri," jelasnya.

Ramli mengaku kondisi seperti ini bisa semakin parah jika integrasi sosial terlalu lemah atau kurangnya ikatan sosial di dalam masyarakat yang ditandai misalnya dengan bentuk-bentuk kepedulian yang menurun.

Ia menyarankan perlu dibangun pendampingan pada kelompok-kelompok yang rentan melakukan bunuh diri, seperti mereka yang mengalami persoalan rumah tangga atau masalah pribadi yang serius, penyakit kronis yang lama, dan lain-lain.

"Para pekerja sosial diharapkan melakukan ini, tentu dengan dukungan negara dan masyarakat. Selain itu, semua anggota masyarakat bisa mengambil peran mengurangi penyebabnya jika menemukan hal seperti itu di lingkungan masing-masing. Minimal jangan mengurangi kebahagiaan orang lain akibat ulah kita. Juga perlu dibangun kepekaan sosial, komitmen, dan kepedulian terhadap orang lain," harap Ramli.

Ilustrasi Stres. (Shutterstock & Freepik)

Respons Psikolog

Psikolog UNM Widyastuti menambahkan persentase depresi pada usia remaja antara 15-24 tahun memang cukup tinggi. Depresi berat akan mengalami kecenderungan untuk menyakiti diri sendiri (self harm) hingga bunuh diri.

"Sebagian besar kasus bunuh diri merupakan akibat dari depresi dan kecemasan," ujarnya.

Ia menjelaskan depresi pada remaja bisa diakibatkan oleh beberapa hal seperti tekanan dalam bidang akademik, asrama, perundungan(bullying), faktor keluarga, dan permasalahan ekonomi.

"Dan itulah pentingnya pemahaman terhadap kesehatan mental. Akan tetapi pemahaman akan kesehatan mental di Indonesia memang cenderung masih rendah," jelasnya.

Disclaimer:
Hidup seringkali sangat sulit dan membuat stres, tetapi kematian tidak pernah menjadi jawabannya. Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal sedang mengalami masa sulit dan berkecederungan bunuh diri, sila hubungi dokter kesehatan jiwa di Puskesmas atau Rumah sakit terdekat.

Bisa juga Anda menghubungi LSM Jangan Bunuh Diri melalui email janganbunuhdiri@yahoo.com dan telepon di 021 9696 9293. Ada pula nomor hotline Halo Kemkes di 1500-567 yang bisa dihubungi untuk mendapatkan informasi di bidang kesehatan 24 jam.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More