Scroll untuk membaca artikel
M. Reza Sulaiman | Luthfi Khairul Fikri
Rabu, 23 Desember 2020 | 19:17 WIB
Ilustrasi eksploitasi seksual anak. [Shutterstock]

SuaraSulsel.id - Laporan tentang kasus kekerasan anak dan eksploitasi seksual selama pandemi mengalami peningkatan. Apa yang bisa dilakukan pemerintah?

Data dari NCMEC (National Center for Missing and Exploited Children), telah terjadi peningkatan angka kekerasan dan eksploitasi seksual anak pada januari-september 2020 secara global, dengan terjadi peningkatan sekitar 98,66 persen.

Sementara, ECPAT Indonesia melakukan survei terhadap 1.203 responden anak terkait kerentanan anak terhadap eksploitasi seksual anak di masa pandemi Covid-19.

Hasilnya 25 persen atau sekitar 287 anak telah mengalami pengalaman buruk tersebut.

Baca Juga: Angka Kekerasan Anak Naik Selama Pandemi Corona, Banyak Terjadi Karena PJJ

"Angka kekerasan dan eksploitasi seksual anak ini perlu menjadi perhatian karena terus tingkat kasusnya meningkat, semua pihak harus menyatu untuk melawan pelaku," ujar Program Manager ECPAT Indonesia, Andy Ardian dalam keterangannya secara virtual, Rabu (23/12/2020).

Menurutnya, eksploitasi seksual anak (ESA) yang terjadi di Indonesia mayoritas masih menggunakan cara-cara lama yang dipakai oleh para pelakunya, seperti dalam halnya pola-pola perekrutan anak-anak yang akan dijadikan korban masih sama.

Salah satu contohnya merekrut korbannya dengan janji-janji manis akan mendapatkan uang dan ketenaran sebagai seorang model, selain itu modus dengan akan dijanjikan pekerjaan di kota besar dan penjeratan hutang pun masih terus terjadi.

"Seperti laporan yang masuk ke ECPAT Indonesia bulan lalu, ada seorang ibu yang melaporkan kasus terkait dengan penyebaran foto dan video anaknya berusia 15 tahun, yang disebarkan di media social," jelasnya.

Bentuk-bentuk pengalaman buruk lainnya yang paling sering dialami meliputi dikirimi tulisan/pesan teks yang tidak sopan dan senonoh, dikirimi gambar/video yang membuat tidak nyaman hingga dikirimi gambar/video yang menampilkan pornografi.

Baca Juga: Tindik Telinga Bayi 8 Minggu, Wanita Ini Dikritik Lakukan Kekerasan Anak

Andy menegaskan, terkait tingginya angka kekerasan dan eksploitasi anak di masa pandemi, maka Kementerian Sosial dan Dinas Sosial Provinsi/Kabupaten untuk segera membuat program pemenuhan hak bagi korban eksploitasi seksual anak khususnya untuk pemulihan dan rehabilitasinya yang berkelanjutan.

"Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Kementerian Pendidikan dan Kementerian Informasi dan Komunikasi, Pemerintah segera membuat kebijakan perlindungan anak di ranah daring termasuk perlindungan anak dari eksploitasi seksual online," kata dia.

Selanjutnya, untuk penegakan hukum kasus kasus eksploitasi seksual anak online yang dilakukan oleh polisi seharusnya menyeluruh, bukan saja memilah kasus-kasus yang viral saja.

Dirinya juga meminta Biro Pusat Statistik segera membuat satu pusat data nasional tentang eksploitasi seksual anak agar tidak ada perbedaan data yang selama ini masih menjadi masalah di antara para pemangku kepentingan.

"Industri digital juga untuk ikut serta dalam melakukan pencegahan terjadinya eksploitasi seksual anak di Indonesia serta membuat program-program perlindungan dan rehabilitasi bagi anak yang terdampak," tutur Andy.

Load More