SuaraSulsel.id - Meski sudah berusia 84 tahun, Alpiah Makasebape, Warga Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara masih ingat betul detail demi detail peristiwa di pagi dini hari pada 1 Oktober 1965.
Alpiah kala itu menjadi salah satu penyintas peristiwa penculikan terhadap Kapten Pierre Tendean yang kala itu merupakan ajudan Jenderal AH Nasution.
"Saya menyaksikan langsung penyerangan terhadap keluarga Jenderal AH Nasution yang mengakibatkan Ade Irma Suryani Nasution tertembak," kata Alpiah Makasebape di Tahuna seperti dilansir Antara pada Rabu (30/9/2020).
Perempuan yang lahir di Kampung Hesang Tamako pada 25 Desember 1936, saat itu menjadi perawat keluarga Jenderal AH Nasution sejak 1960 sampai dengan 1967.
Baca Juga: Monumen Ade Irma Suryani Nasution Resmi Berdiri di Sangihe
"Saya bekerja di rumah keluarga Nasution-Gondokusumo selama tujuh tahun sebagai perawat. Mereka sangat baik dan sayang kepada saya," katanya.
Istri Bernar Mudingkase tersebut menceritakan tragedi penyerangan kepada Jenderal AH Nasution.
"Ketika Ade Irma Nasution tertembak dan akan dibawa ke rumah sakit, dia masih dalam kondisi hidup. Saya bersama Ibu dan dua orang lainnya yang membawa ke rumah sakit," katanya mengisahkan.
Saat kejadian, kata Alpiah, Kapten Pierre Tendean keluar dengan kaus abu-abu dan celana tentara menemui pasukan yang bergerak di bawah komando Letkol Untung, Komandan Batalyon KK I Cakrabirawa. Lalu mereka menanyakan keberadaan Jenderal AH Nasution.
"Orang jahat itu bertanya kepada Pierre, 'Di mana Nasution?' Namun, Pierre menjawab bahwa dialah Nasution, lalu mereka membawanya. Pada saat itu, Bapak Nasution disuruh lari dan bersembunyi. Namun, Bapak tertembak kakinya," tutur Alpiah.
Baca Juga: Tragedi 1965, Sertu Ishak Bahar Cakrabirawa: Bojo Ucul, Pangkat Minggat
Saat ini, Alpiah Makasebape masih menyimpan beberapa dokumen serta barang pribadi milik keluarga Nasution-Gondokusumo sebagai kenang-kenangan.
"Saya masih menyimpan foto keluarga Jenderal Nasution serta foto dirinya saat menggendong Ade Irma Suryani Nasution yang saat itu baru berusia tiga bulan sebagai kenang-kenangan karena sudah mengabdi di keluarga Nasution-Gondokusumo sejak 1960 sampai dengan 1967," katanya. (Antara)
Berita Terkait
-
Di Balik Penetapan 1 Desember Sebagai Hari AIDS Sedunia
-
Mengenal Pafi Sukamara: Warisan Budaya yang Menginspirasi Generasi Muda
-
Monster 16 Speed: Ketika Kreidler Ciptakan 'Alien' di Dunia Balap Motor 4 Percepatan
-
Kumpulan Orang-orang Kaya di Indonesia, Ini Sejarah Istilah 9 Naga
-
Sejarah Hari HAM Sedunia, Dilatarbelakangi Kekejaman Perang Dunia II
Terpopuler
- Keponakan Megawati jadi Tersangka Kasus Judol Komdigi, PDIP: Kasus Alwin Jabarti Kiemas Contoh Nyata Politisasi Hukum
- Ngaku SMA di Singapura, Cuitan Lawas Chilli Pari Sebut Gibran Cuma SMA di Solo: Itulah Fufufafa..
- Hukum Tiup Lilin Dalam Islam, Teganya Geni Faruk Langsung Padamkan Lilin Ultah saat Akan Ditiup Ameena
- Kevin Diks: Itu Adalah Ide yang Buruk...
- Sebut Jakarta Bakal Kembali Dipimpin PDIP, Rocky Gerung: Jokowi Dibuat Tak Berdaya
Pilihan
-
Harga MinyaKita Mahal, Mendag "Lip Service" Bakal Turunkan
-
Mahasiswa Universitas Lampung Ajak Warga Gotong Royong Peduli Lingkungan
-
Jangan Lewatkan! Amalan Malam Jumat untuk Perlindungan dari Fitnah Dajjal
-
Setelah Pilkada, Harga Emas Antam Meroket Jadi Rp1.513.000/Gram
-
Mempelajari Efektivitas Template Braille pada Pesta Demokrasi
Terkini
-
Kalah Pilkada 2024 Tidak Boleh Langsung Menggugat ke MK, Ini Aturannya
-
Unggul Versi Quick Count, Sudirman: Jangan Bereuforia!
-
Pilkada Sulsel 2024: Disabilitas dan Warga Binaan Antusias Menyalurkan Hak Pilih
-
Pelayanan CS BRI Dipuji Netizen Usai Viral di Media Sosial
-
Unhas Pecat Mahasiswa FIB yang Bela Korban Pelecehan Seksual oleh Oknum Dosen