Kenapa 23 Januari Diperingati Sebagai Hari Perlawanan Rakyat Luwu

Pertumpahan darah di tanah Luwu ini dimulai dari insiden di Masjid Kampung Bua

Muhammad Yunus
Selasa, 23 Januari 2024 | 18:06 WIB
Kenapa 23 Januari Diperingati Sebagai Hari Perlawanan Rakyat Luwu
Ratusan pelajar menari tari kolosal di Stadion Malili, Luwu Timur. Tarian ini menceritakan rakyat Luwu dalam melawan Belanda [SuaraSulsel.id/ Lorensia Clara T]

SuaraSulsel.id - Luwu, salah satu kerajaan tertua di Indonesia yang memiliki banyak cerita menarik untuk diungkap. Salah satunya adalah perjuangan rakyat Luwu melawan penjajah pada tahun 1946, yang dikenal dengan Perlawanan Rakyat Luwu.

Peristiwa ini merupakan titik penting dalam perjalanan sejarah Indonesia dalam perjuangan merebut kemerdekaan.

Peristiwa yang berlangsung sejak 23 Januari 1946 tersebut melibatkan rakyat dengan pemerintah dan tentara Belanda yang menggempur wilayah Luwu Raya dengan dukungan darat dan laut.

Pertumpahan darah di tanah Luwu ini dimulai dari insiden di Masjid Kampung Bua pada tanggal 20 Januari 1946. Dimana, tentara NICA (Nederlands Indische Civil Administration) masuk ke masjid dan menganiaya marbot hingga tewas.

Baca Juga:Seniman Muda Luwu Timur Lukis Kisah Nyata, Uang Panai Halangi Pernikahan Sahabat

Setelah kejadian itu, NICA dan KNIL (Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger) melakukan operasi militer yang membuat rasa tidak nyaman bagi warga.

Aksi NICA dan KNIL itu merupakan pelanggaran atas perjanjian kerjasama dalam menjaga keamanan antara pemuda, sekaligus penghinaan atau siri' bagi rakyat Luwu saat itu.

Pasca insiden itu, dikeluarkanlah ultimatum agar NICA/KNIL kembali ke tangsi dan tidak melakukan operasi militer.

Namun karena diabaikan, pimpinan pemuda di Luwu kemudian mengumpulkan 20 tim pasukan dan berhasil mengumpulkan kurang lebih 5000 pemuda di Palopo.

Mereka adalah pasukan pemuda dari Bua, Walenrang, Lasusua, Ponjalae, Tappong, Batupasi, anak Pasar, pasukan Peta dan ribuan rakyat dari kampung-kampung penjuru Tana Luwu yang datang berduyun-duyun secara sukarela, bersenjatakan tombak, keris dan senjata api lainnya.

Baca Juga:Rata-rata Pendapatan Masyarakat Luwu Timur Mencapai Rp7 Juta Per Bulan

Perlawanan semesta rakyat Luwu meletus pada 24 Januari 1946, dini hari. Palopo seketika berubah jadi tempat pertumpahan darah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini