"Jika kita melihat Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Toraja, dalam Pasal 11 dimana Perda tersebut tidak meletakkan Lembang Paku dan Ma'dong Kecamatan Denpina sebagai lokasi ruang energi. Sedangkan setiap pembangunan harus mematuhi aturan yang berlaku," ujarnya.
Kedua adalah Kecamatan Denpina merupakan wilayah rawan bencana. Sehingga pengerjaan proyek PLTMH akan memperbesar potensi bencana yang terjadi.
"Lokasi pembangunan PLTMH di Lembang Paku berdampak terhadap kondisi tanah yang sudah rawan longsor. Dimana tidak adanya penahan atau tanggul di areal pengerjaan proyek. Hal itu akan membahayakan pemukiman serta area perkebunan warga," terangnya.
Secara kajian lingkungan, pembangunan PLTMH ini memiliki dampak yang mencakup dua lembang, yakni Lembang Ma'dong dan Lembang Paku. Sedimentasi dan penyempitan lahan yang berdampak terhadap penurunan kualitas air.
Baca Juga:Tanggap Darurat Bencana Banjir Luwu, WALHI Sulsel: Prioritaskan Kelompok Rentan
"Sungai Maiting yang menghidupi banyak orang untuk konsumsi dan irigasi pertanian warga sangat penting untuk dijaga. Menurunnya debit dan kualitas air akan menyebabkan ancaman kekeringan," jelasnya.
Selain mengkaji kesesuaian tata ruang, dampak lingkungan, dan implementasi UKL-UPL di lapangan, WALHI menemukan sejumlah dugaan pelanggaran dibalik pembangunan proyek PLTMH Madong.
"Sejumlah dugaan pelanggaran yang kami temukan yakni pelanggaran hak atas informasi, hak atas lingkungan yang baik dan sehat, hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, pelanggaran HAM, melanggar tata ruang, dan tidak memiliki izin rekomendasi pemanfaatan sungai sesuai yang diatur dalam PP Nomor 38 tahun 2011 tentang sungai," tegasnya.
Terakhir, dari kajian sementara yang dilakukan, WALHI juga menemukan adanya keterlibatan pembiayaan bank swasta dalam proyek PLTMH Ma'Dong. Dimana proyek ini ialah proyek yang melanggar tata ruang dan merampas hak rakyat.
![Pembangunan PLTMH Ma'dong di dua lembang yakni Lembang Ma'dong dan Lembang Paku, Toraja Utara, Sulawesi Selatan [SuaraSulsel.id/WALHI Sulsel]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/11/02/58435-pltmh.jpg)
Adapun tuntutan dari WALHI Sulsel bersama dengan masyarakat terdampak, pertama kepada Pemerintah Kabupaten agar mencabut izin proyek PLTMH Ma'dong. Karena melanggar kesesuaian ruang dalam RTRW Toraja Utara.
Baca Juga:Disbudpar Sulsel Kunjungi Desa Wisata Lembang Nonongan Toraja Utara
Kedua, kepada pihak perusahaan PT Nagata Hidro Ma'dong untuk segera memberikan kompensasi pembebasan lahan sesuai keinginan warga.