SuaraSulsel.id - Jaksa Penuntut Umum atau JPU KPK menanggapi keterangan saksi ahli yang menyebut kasus terdakwa Nurdin Abdullah tidak memenuhi unsur pidana. Seperti yang didakwakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
JPU KPK Andri Lesmana mengatakan, keterangan dari saksi ahli tidak dikatakan tepat. Karena mengilustrasikan kasus korupsi sama dengan kasus pembunuhan. Seperti kesimpulan yang disampaikan dari ahli pidana Prof Mudzakkir.
Kata Andry, kasus tangkap tangan tidak boleh disamakan dengan kasus pembunuhan seperti itu. Kasus korupsi harus ditilik dari persepsi lain.
"Tidak bisa disamakan seperti itu. Mengetahui ada rencana pembunuhan, harus disetop, dong. Tapi coba seperti kasus narkoba, kan tangkap tangan juga itu," ujar Andry di Pengadilan Negeri Makassar, Kamis, 28 Oktober 2021.
Baca Juga:Saksi Ahli Prof Mudzakkir: Nurdin Abdullah Tidak Tangkap Tangan
Pada kasus lain seperti narkoba, misalnya, kata Andry, penyidik tentu tidak langsung menangkap kurirnya. Mereka akan membuntuti keterlibatan pihak lain.
"Seperti halnya perkara narkoba. Ini kurir. Penyidik tahu nih, kurir narkoba membawa sesuatu, apa langsung dicegat?. Gak. Pasti kami mencari ujungnya siapa nih. Itu kan namanya operasi juga. Jadi tidak bisa disamakan," ungkapnya.
Soal OTT, menurut Andry, kata operasi memang hanya bahasa teknis. Yang diatur dalam UU hanya tangkap tangan. Namun, jika operasi tangkap tangan dianggap kesengajaan, maka pasal suap tidak akan berlaku.
"Kalau soal operasi, ahli mengilustrasikan bahwa itu disengaja, karena harus ada surat tugas, ada pembiaran. Tapi KPK melihat dari persepsi yang berbeda terkait pidana lainnya. Kalau misalkan OTT dianggap kesengajaan, ya pasti pasal suap tidak berlaku," tegasnya.
Begitupun dengan alat bukti yang tidak ditemukan pada saat penangkapan Nurdin Abdullah. Kata Andry, modus koruptor itu cerdas.
Baca Juga:Geledah Lokasi yang Terkait Dugaan Gratifikasi Bupati Probolinggo, Ini yang Diamankan KPK
Cara mereka disebut sangat sempurna dan terstruktur. Pada beberapa kasus, KPK tidak pernah menemukan uang tunai saat OTT, karena mereka menerima suap lewat transferan ataupun atm atas nama orang lain.
"Saya kasih tahu nih terkait barang bukti yang tertangkap tangan, karena tindak pidana korupsi itu sudah komplit dengan modus yang sangat sempurna, terstruktur. Dalam artian sangat jarang sekali pejabat yang kita dakwa itu menerima uang tunai. Mereka menerima berupa atm atau transfer," terangnya.
"Apakah dengan transfer uang kita mengetahui? kan tidak. Kita mengetahui kan setelah adanya tangkap tangan. Itu kan suatu tindak kejahatan juga," tukas Andry.
Seperti diketahui, kuasa hukum Nurdin Abdullah menghadirkan Prof Mudzakkir, ahli pidana dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta pada sidang kasus suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Sulsel. Mudzakkir hadir sebagai saksi ahli.
Mudzakkir mengatakan dakwaan KPK untuk Nurdin Abdullah tidak relevan. Tidak ada alat bukti yang ditemukan pada saat penangkapan KPK di rumah jabatan, sehingga tidak memenuhi unsur pidana.
Ia juga mengatakan operasi tangkap tangan tidak diatur dalam KUHP. Yang diatur hanya tangkap tangan.
Menurut Mudzakkir, kata operasi dimaknai sebagai kesengajaan. Dirancang sedemikan rupa oleh pihak tertentu untuk menangkap orang tertentu.
Pengacara Harap Dakwaan Nurdin Abdullah Ringan
Sementara, kuasa hukum Nurdin Abdullah Arman Hanis berharap keterangan saksi ahli bisa meringankan dakwaan terhadap kliennya, Nurdin Abdullah. Apalagi dari keterangan saksi, Nurdin Abdullah tidak memenuhi delik unsur pidana.
"Semoga hasil dari persidangan terakhir ini bisa meringankan pak NA-lah. Kami berharap apa yang diharapkan seluruh masyarakat bisa terkabul," kata Arman.
Mantan pengacara artis Syahrini itu mengaku sengaja menghadirkan saksi ahli pada persidangan tersebut. Mereka ingin tahu apakah dakwaan KPK selama ini sudah memenuhi unsur pidana.
Namun, dari keterangan ahli, kata Arman pihaknya sangat optimis Nurdin tidak bersalah. Apalagi kliennya itu tidak terlibat langsung dalam tangkap tangan dan gratifikasi seperti yang didakwakan.
Ia berharap keterangan ahli bisa jadi pertimbangan bagi majelis hakim dan jaksa penuntut umum untuk bisa mengambil kesimpulan.
"Tapi ahli kan tidak menyimpulkan, hanya ilustrasi saja soal OTT dan gratifikasi. Pendapat ahli bahwa itu harus ke orangnya. Kalau tidak diketahui dan tidak diterima langsung oleh orangnya, ya tidak dapat memenuhi unsur gratifikasi," jelas Arman.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing