Padahal, kata Elcid, Universitas tidak memiliki otoritas terhadap Lab Biokesmas Provinsi NTT sama sekali. Laboratorium ini sendiri awalnya untuk melakukan tes massal berbasis PCR dan Pooledtest qPCR.
Poedtest qPCR adalah sebuah metode inovasi yang dikembangkan oleh dua ahli biomolekuler asal NTT, Fima Inabuy dan Alfredo Kono.
Tujuannya agar di NTT ada suatu model pencegahan Covid-19 melalui kegiatan surveilens dan screening berbasis PCR (Polymerase Chain Reaction).
Metode yang digunakan adalah pengembangan dari PCR, sebuah metode dasar dalam dunia keilmuan biomolekuler. Di kemudian hari digunakan sebagai tools diagnosa oleh dokter spesialis patologi klinis. Jadi, dokter patologi klinis menggunakan tools biomolekuler sebagai salah satu dasar untuk mendiagnosa.
Baca Juga:Tega! Gadis Keterbelakangan Mental Dicabuli Paman
Ia menambahkan, kegiatan di Lab Biokesmas juga dilakukan dengan pemeriksaan sampel menggunakan PCR, bukan memeriksa pasien secara langsung. Sehingga tidak diperlukan kompetensi seorang dokter untuk menyimpulkan dan mengesahkan surat hasilnya.
Tes PCR gratis di Biokesmas hanya dimungkinkan karena metode Pooled test qPCR ini. Ini adalah sebuah inovasi yang lahir dari NTT dan belum dimiliki oleh Provinsi lain di Indonesia.
Kemudian, aplikasi pooled-test digunakan untuk screening massal dan surveilens. Keilmuan yang paling relevan dengan biomolekuler dan ilmu kesehatan masyarakat, bukan patologi klinis. Kedua keilmuan ini pun hanya dimiliki oleh tim pengelola Lab Biokesmas.
Pengelolaan laboratorium juga ditetapkan dalam SK Gubernur dengan Fima Inabuy sebagai pimpinan. Dalam SK ini disebutkan bahwa tim lab bertanggung jawab langsung kepada Gubernur Provinsi NTT.
"Artinya, Rektor Undana tidak memiliki dasar hukum dan otoritas untuk memerintahkan penutupan laboratorium," tegas Elcid.
Baca Juga:Jokowi Turunkan Harga Tes PCR, Ridwan Kamil: Kalau Bisa Gratis ya Gratis
Hingga kini, SK Gubernur bernomor 250/KEP/HK/2020 tanggal 14 Agustus 2021 ini masih berlaku dan sah secara hukum. Artinya, tidak ada perubahan dalam pihak yang diberi otoritas sebagai pengelola laboratorium, sebagaimana diklaim oleh pihak Undana.
Ia menjelaskan nota kesepakatan nomor 5/EKS/DN/MOU/III/2021 tanggal 16 Maret 2021 antara Pemerintah Provinsi NTT dan Universitas Nusa Cendana hanya mengatur tentang kerjasama operasional RS Undana dengan Pemprov NTT terkait penanganan Covid-19. Sementara, Lab Biokesmas tidak termasuk di dalamnya.
Apalagi sampai hari ini tidak ada SK penyerahan atau penghibahan Laboratorium Biokesmas Provinsi NTT dari Pemerintah Provinsi NTT kepada Universitas Nusa Cendana. Oleh karena itu, klaim bahwa Lab adalah milik Undana adalah salah secara hukum.
Penutupan laboratorium oleh pihak Universitas Cendana tersebut juga mendapat penolakan dari publik. Bahkan muncul petisi yang sudah ditandatangani oleh 2.500 orang di media sosial.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing