SuaraSulsel.id - KontraS bersama Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI), dan Asia Federation Against Involuntary Disappearances (AFAD) menerbitkan cerpen Berita Kehilangan. Memperingati Pekan Penghilangan Paksa setiap tanggal 26-31 Mei.
Buku ini bertujuan sebagai ruang untuk merefleksikan berbagai kejahatan penghilangan paksa yang pernah terjadi di Indonesia sejak tahun 1965.
Kasus penghilangan paksa membuat keluarga korban yang ditinggalkan resah. Tidak ada sebutan bagi anggota keluarga yang hilang.
Istri yang suaminya dihilangkan paksa bukan janda, anak yang orangtuanya dihilangkan bukan yatim dan piatu, dan mereka yang hilang juga bukan almarhum atau almarhumah.
Baca Juga:Catatan KontraS: Polri Lakukan 651 Kasus Kekerasan Selama Setahun, Terbanyak Penembakan
Ini adalah Berita Kehilangan untuk kita semua. Berita Kehilangan ini akan terus disuarakan hingga negara menjamin bahwa tidak ada seorang pun warga negara Indonesia yang akan jadi korban penghilangan paksa.
Pembukaan submisi cerita pendek dimulai sejak tanggal 1 Maret 2021 hingga 31 Maret 2021. Buku ini diluncurkan bertepatan dengan Hari Keadilan Internasional pada tanggal 17 Juli 2021.
Buku ini akan dijual dan seluruh hasil keuntungan dari penjualan buku akan dipakai sebagai dana darurat. Untuk keluarga korban penghilangan paksa dampingan KontraS dan IKOHI.
Antologi cerita pendek ini dikuratori oleh; Martin Aleida - Sastrawan, penyintas tragedi 1965; Linda Christanty - Sastrawan dan Pegiat Budaya; dan Nezar Patria - Jurnalis, penyintas kasus penculikan 1997/1998 dengan editor Sabda Armandio Alif.
Penulis antologi ini diantaranya: Alexandreia Wibawa, Aoelia M., Chris Wibisana, Cornelius Helmy, Darmawati Majid, Dedy Tri Riyadi, Erwin Setia, Galih Nugraha Su, Ida Fritri, Khairul Ikhwan Damanik, Mardian Sagian, Putra Hidayatullah, Putu Oka Sukanta, Raisa Kamila, Ratih Fernandez, Rio Johan, Rizqi Turama, Seno Gumira Ajidarma, Sri Romdhoni Warta Kuncoro, Zaky Yamani.
Baca Juga:Jokowi Sering Bilang Tak Masalah Dikritik, KontraS: Tapi Implementasinya Buruk
KontraS menyusun sebuah antologi cerita pendek ini untuk menjadi pengingat dan sebuah strategi untuk mendesak negara agar memberikan keadilan bagi para korban.
Bukan hal baru bahwa negara dengan seluruh akses dan perangkatnya. Telah menorehkan sejarah kelam bagi bangsanya.
Dalam antologi ini, kita bisa mendengarkan cerita dari pengalaman personal korban kekerasan yang telah dilakukan oleh negara.
Peristiwa seperti genosida yang terjadi di tahun 1965-1966 dapat kita temui pada setidaknya enam cerita pendek, dua cerita pendek mengenai kekerasan yang terjadi di Papua, dan cerita - cerita pendek lain yang dapat membawa kita menemukan penggambaran apik. Mengenai betapa negara merepresi rakyatnya.
Antologi ini mungkin dapat membawa pembaca sadar akan ketidakhadiran negara untuk melindungi rakyatnya. Serta berbagai macam peristiwa yang terjadi. Karena negara menyalahgunakan kekuasaanya.
Hal ini setidaknya dapat membuat kita merawat nafas keberanian untuk menegakan keadilan yang hingga hari ini belum didapatkan oleh korban.
Penjurian dilakukan dengan metode blind author, yaitu panitia lomba menghapus identitas penulisnya sehingga saat proses kurasi berjalan, para kurator tidak tahu karya siapa yang ia baca.
Penilaian dilakukan dengan mengacu pada kriteria yang ditetapkan oleh kurator dan editor, antara lain relevansi cerita dengan tema utama, kakidashi atau cara membuka cerita, karakterisasi, plot, konflik, gaya, tata bahasa, mekanisme cerita, dan sensitivitas bahasa untuk mendukung iklim sastra Indonesia yang lebih inklusif.
![KontraS bersama Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI), dan Asia Federation Against Involuntary Disappearances (AFAD) menerbitkan cerpen Berita Kehilangan [SuaraSulsel.id / Muhammad Yunus]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/07/18/46348-berita-kehilangan.jpg)
Respons tentang buku Berita Kehilangan
Syahar Banu (Divisi Pemantauan Impunitas) :
“Buku Berita Kehilangan adalah inisiatif dari KontraS yang dibuat untuk memperingati pekan Penghilangan Paksa setiap akhir minggu bulan Mei. Kami tidak menyangka bahwa animo dari para penulis untuk mensubmisi karya sangat besar hingga terkumpul 280 karya, padahal submisi hanya dibuka selama satu bulan dan publikasinya tidak dilakukan setiap hari.”
Chris Wibisana (Penulis) :
“Saya tertarik untuk submit karena buku kumpulan cerpen yang mengangkat tema penghilangan paksa dan pelanggaran HAM berat masih sangat sedikit. Selain itu, selama Indonesia merdeka belum ada satupun kasus penghilangan paksa yang mendapatkan penyelesaian yang memuaskan baik secara yuridis maupun sosial. Ketika jalur resmi dibungkam, maka sastra harus bicara.”
“Cerita saya terinspirasi dari buku karangan John Roosa “Buried Histories” mengenai penghilangan paksa di Bali, tetapi saya tambahkan interaksi emosional. Kasusnya memang nyata di Desa Kapal.”
Ari Priyambodo (Adik Bima Petrus Keluarga Korban penculikan 1997/1998, Malang) :
“Aku mengapresiasi buku Berita Kehilangan ini. Kasus ini (penghilangan paksa) berat untuk kami dan keluarga korban lainnya karena hilangnya gak jelas.”
Galih Nugraha Su (Penulis) :
“Buatku gak ada kesulitan selama menulis karena aku cuma menceritakan ulang kisah nenekku yang seorang anggota Gerwani dan keluargaku gak terima kalau orang tuanya bergabung sama organisasi politik. Aku menceritakan tentang nenek melahirkan bapakku di hutan, sampai bagaimana orang tuaku menikah, dan kehilangan-kehilangan lainnya, sampai cerita penggantian identitas dengan nama baru.”
Raisa Kamila (Penulis) :
“Jadi aku butuh waktu untuk memilah cerita, seperti apasih cerita yang harus aku tulis dan bisa kutulis. Dan dari pengalaman dan pemahamanku, aku merasa periode konflik di Aceh itu, sangat merugikan perempuan dan anak anak”
“Yang saya ingin soroti dari cerita saya adalah tentang bagaimana, orang yang hilang secara bersamaan, tapi yang satu diingat sebagai sosok yang heroik, sosk yang sudah berkorban untuk upaya kemerdekaan. Sementara satunya juga hilang disaat yang sama, tapi dianggap yaudah gitu aja”
Dharmawati Majid (Penulis) :
‘Karena menurut saya, cerita itu lebih ampuh daripada berita, jadi kita perlu menyuarakan cerita tentang penghilangan paksa, ataupun kejadian tragis yang terjadi di negara ini melalui cerita, karena saya yakin kekuatan cerita itu luar biasa dampaknya”
Zaky Yamani (Penulis) :
“Sebetulnya saya tidak berniat untuk menulis tentang papua di cerita itu, karena saya menggabungkan berbagai kejadian di Indonesia, terutama yang terkait dengan sawit. Dan ternyata cerita tentang pembunuhan Pendeta Yeremia itu jadi salah satu inspirasi di dalam cerita”
Aolia M (Penulis) :
“Sebenarnya ini kan cerita itu yang dicari tentang penghilangan paksa, cuman aku pakai sudut pandang dari kekerasan terhadap etnis Tionghoa yang terjadi pada tahun 1998. Karena aku pikir, kekerasan terhadap perempuan tionghoa di tahun ’98 bukan topik populer yang semua orang sudah pasti tau. Dan Ita Martadinata, aku pikir sesuatu yang belum cukup disorot oleh media ataupun tulisan lain”
Rizqi Turama (Penulis) :
“Jadi ketika menulis cerpen pun, yang saya tulis itu ya sudut pandangnya tentang anaknya, cerita generasi setelah itu, mungkin generasi saya juga. Sehingga kisah ini perlu untuk diceritakan.”