Bagi pasien COVID-19 bergejala ringan yang punya masalah lambung dan tak ingin semata mengandalkan obat medis, maka bisa mengonsumsi kunyit, temulawak dan meniran.
Kunyit mengandung senyawa yang disebut kurkumin. Sebuah tinjauan pada tahun 2013 menyimpulkan, kurkumin memiliki aktivitas antiinflamasi dan antioksidan yang dapat membantu mencegah sakit maag. Namun, penelitian ini masih terbatas sehingga memerlukan studi lebih lanjut.
"Kalau tidak memilih herbal, ada obat yang diresepkan dokter untuk meredakan keluhan-keluhan di lambungnya," kata Tania.
Lalu, apakah herbal bisa memicu masalah pada pasien dengan riwayat sakit maag atau sindroma dispepsia? Menurut Tania ini tergantung sejumlah hal seperti jenis herbal yang dikonsumsi, seberapa berat sakit maag-nya dan sensitif lambung terhadap suatu herbal tertentu.
Baca Juga:Ketahui Dosis dan Syarat Penggunaan Ekstrak Sambiloto untuk Pasien Covid-19
Sebagai contoh jahe, yang bisa membantu mengatasi keluhan sakit maag, mual, nyeri ulu hati. Pada mereka dengan lambung sensitif, rasa panas jahe yang berasal dari shogaols (yang sifatnya panas) bisa memicu kambuhnya sakit maag.
Jadi, agar tak memicu masalah khususnya pada mereka yang memiliki lambung sensitif, Tania menyarankan konsumsi herbal setelah makan. Kabar terkini herbal untuk pengobatan COVID-19
Sejak awal masa pandemi COVID-19, PDPPOTJI melihat potensi jamu atau herbal Indonesia sebagai terapi komplementer atau melengkapi pengobatan standar COVID-19.
Mereka bersama Lembaga Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Kalbe Farma, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balibangkes) Kementerian Kesehatan dan tim di Wisma Atlet kemudian melakukan uji klinik herbal imunodobulator.
Pada 6 Agustus lalu uji klinik sudah berada pada tahap akhir dengan melibatkan 90 subjek.
Baca Juga:Manfaat Tanaman Kumis Kucing bagi Kesehatan Tubuh
Kini, pengujian sudah selesai dan laporan akhir berada di tangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), menunggu izin publikasi dari semua pemangku kepentingan.
"Herbal Indonesia yang sudah selesai diuji klinik hasilnya sangat aman dan cukup bermanfaat," kata Tania.
Potensi herbal dalam pengobatan COVID-19 juga dilirik negara lain seperti Thailand dan Uganda. Pemerintah Thailand seperti dikutip dari Straits Times bahkan sudah menyetujui penggunaan Andrographis paniculata atau dikenal sebagai sambiloto. Tanaman ini berfungsi sebagai obat alternatif untuk mengurangi keparahan wabah dan memotong biaya pengobatan.
Pihak Kementerian Kesehatan Thailand mengatakan, ekstrak tanaman yang dalam bahasa Thailand disebut "fah talai jone" ini dapat mengekang virus dan mengurangi keparahan peradangan.
Hasil uji pada manusia menunjukkan, kondisi pasien membaik dalam tiga hari pengobatan tanpa efek samping apabila obat diberikan dalam waktu 72 jam setelah terkonfirmasi positif.
Sementara itu di Uganda yang memasuki gelombang ketiga kasus COVID-19, pemerintah setempat menyetujui penggunaan produk herbal buatan lokal yakni Covidex untuk COVID-19, walaupun ini belum mendapatkan persetujuan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).