Sofyan Tsauri : Teroris Pernah Ingin Ledakkan Istana Negara Dengan Roket

Untuk melakukan cuci otak, Sofyan mengaku hanya butuh waktu 1 jam

Muhammad Yunus
Rabu, 07 April 2021 | 07:13 WIB
Sofyan Tsauri : Teroris Pernah Ingin Ledakkan Istana Negara Dengan Roket
Mantan Teroris dari Jaringan Al Qaeda, Sofyan Tsauri, di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (3/6/2017). [Suara.com/Nikolaus Tolen]

SuaraSulsel.id - Mantan teroris Sofyan Tsauri mengatakan, teroris pernah ingin meledakkan istana negara dengan roket. Rencananya waktu itu akan dilakukan pada tahun 2011 hingga 2012.

Hal ini menakutkan, karena mereka juga mau ledakkan gas di Tangerang. Mau buat roket untuk diledakan di istana.

"Oleh kelompok Parung di Bogor. Mau diroket,"

"Kejadian 2011 - 2012," kata Sofyan Tsauri di acara podcast Deddy Corbuzier.

Baca Juga:Hadiri Deklarasi Bersama Jogja Istimewa, Sultan Minta Jaga Kondusivitas DIY

Sofyan Tsauri juga mengungkapkan jenis senjata yang digunakan Zakiah Aini saat menerobos masuk di Mabes Polri. Senjatanya dibeli dari murid Sofyan.

"Punya transaksinya. Dibeli ZA 17 Februari 2021. Jadi ada waktu 1,5 bulan untuk persiapkan (aksi)," ungkap Sofyan.

Senjata yang dibeli Zakiah Aini adalah senjata jenis M84 Beretta. Kaliber 4,5. Sudah di-upgrade sampai 900 FS.

"Jarak 1 sampai 2 meter jika kena kepala mati. Tapi kalau jarak lebih 3 meter gak mati," ungkap Sofyan.

Sofyan mengaku bersyukur bisa cepat sadar dan kembali ke NKRI. Saat menjadi teroris Sofyan adalah pemasok senjata. Sekaligus pelatih ikhwan di Aceh. Melakukan cuci otak.

Baca Juga:Ada 6 Lokasi di Jateng yang Diduga Menjadi Basis Kelompok Teroris

Sofyan Tsauri ditangkap dan dihukum penjara 10 tahun. "Alhamdulillah ditahan di Lapas Cipinang," katanya.

Untuk melakukan cuci otak, Sofyan mengaku hanya butuh waktu 1 jam. Apalagi kalau korbannya punya masalah, sangat cepat prosesnya.

Terbukti anak-anak Aceh kagum dengan cara Sofyan melakukan cuci otak. Mengatakan dunia ini fana. Kemudian mengutip ayat Alquran. Sampai mereka rela mati meski membawa bom.

"Ini fakta bukan konspirasi," kata Sofyan.

Mantan napiter ini mengatakan pertama yang membuat orang menjadi teroris adalah ideologi dan paham teroris yang sangat masif.

"Brain washing. Bisa menyasar siapa saja. Siapa pun bisa terpapar. Tidak memandang status sosial dan usia. Demikian dahsyatnya," ungkap Sofyan Tsauri.

Direktur Deradikalisasi BNPT Prof Irfan Idris mengatakan meski kuantitas aksi teroris di Indonesia menurun tapi kualitasnya naik.

"Melibatkan perempuan dan anak. Tingkat bahayanya," ungkap Irfan Idris.

Teroris menganggap semua kelompok di luar mereka kafir. Bahkan orang tua mereka sekalipun dicap kafir jika tidak mendukung aksi mereka.

Menurut Idris akar masalah teroris adalah selalu membungkus sesuatu dengan bahasa tafsiran keagamaan. Bukan bahasa agama.

Oleh kelomok teroris global kemudian memanfaatkan media sosial. Untuk berselancar mencari generasi muda. Apapun profesinya. TNI, polisi, atau ASN.

"Ini tanda ideologi teroris tidak memiliki merek," katanya.

Idris mengatakan, yang lebih berbahaya adalah ketika teroris mampu merekrut anggota polisi atau TNI. Karena sudah memiliki ilmu merakit senjata.

"Ini yang dicari (teroris)," ungkapnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini