SuaraSulsel.id - Sekolah tatap muka bagi pelajar di Kota Makassar terus didesak agar dilakukan. Orang tua siswa mengaku sekolah online tidak memberikan manfaat bagi siswa. Sebaliknya orang tua makin repot.
Pemerintah Kota Makassar pun berencana akan mulai menerapkan sekolah tatap muka pada Juli 2021 mendatang.
Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto mengatakan, saat ini tengah mempersiapkan konsep penerapan sekolah tatap muka di Kota Makassar.
"Saya langsung dapat perintah dari Bapak Presiden untuk mempersiapkan pendidikan tatap muka, dan insyaallah kami akan segera mempersiapkan konsepnya," katanya, Senin (22/3).
Baca Juga:Walkot Pontianak: Belajar Tatap Muka Tetap Bisa Diikuti Siswa dari Rumah
Mengutip dari KabarMakassar.com -- jaringan Suara.com, Danny Pomanto mengatakan, konsep belajar tatap muka yang tepat diterapkan yakni membatasi peserta dengan waktu belajar hanya dua jam dalam sehari.
"Berdasarkan arahan Pak Jokowi, harusnya terbatas, jadi terbatasnya itu tidak satu kelas. Misalnya setengah kelas dan dua jam dalam sehari dan belum setiap hari," jelasnya.
Tidak hanya itu ia juga mengatakan, pemberlakuan sekolah tatap muka akan dilakukan pada semua sekolah di Kota Makassar baik negeri maupun swasta.
"Kemarin saya disampaikan bulan juli, bagi kami insyaallah pengennya lebih cepat. Semua sekolah kami persiapkan termasuk swasta," pungkasnya.
IDI : Tatap Muka boleh jika Guru dan Siswa Sudah Divaksinasi
Baca Juga:Persija Berlutut di Kaki Pemain PSM Makassar, Kalah 0-2 di Laga Perdana
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Makassar Siswanto Wahab berharap sekolah tatap muka dipertimbangankan secara matang.
Siapa yang mau bertanggung jawab jika anak-anak kena Covid-19. Apalagi meninggal karena Covid-19.
Idealnya semua guru dan peserta didik harus divaksin. Baru boleh dikaji soal sekolah tatap muka. Jjika belum IDI Makassar megaku tidak menyetujui kegiatan sekolah tatap muka digelar baik secara terbatas atau tidak.
Menurut Siswanto, rangkaian proses interaksi ke sekolah sangat berpotensi besar menimbulkan penularan terhadap peserta didik.
Mulai dari anak keluar sampai pulang ke rumah. Ada yang naik kendaraan umum, sampai di sekolah pasti ada fase interaksi diantara siswa.
"Ini rawan jika peserta didik belum divaksin," kata Siswanto.
Logikanya, kata Siswanto, orang dewasa saja kepatuhan terhadap protokol kesehatan masih jauh dari harapan. Apalagi peserta didik yang masih pengen main, dan bercanda bersama teman.
"Kita harus peka kepada semua ini," katanya.
IDI Makassar menyarankan agar pemerintah fokus pada penurunan angka penularan Covid-19 dengan Vaksinasi dan memasifkan 3 T ( testing ,treacing dan tretamen ).
Sehingga bisa positive Rate turun. Tapi faktanya masih di kisaran 17-19 persen di Indonesia. Artinya 10 orang dilakukan testing swab/PCR akan ada 2 orang positif.
Standar WHO hanya 5 persen, selain itu angka Covid-19 di Sulawesi Selatan masih masuk 5-7 tertinggi di Indonesia dan makassar sebagai episentrum.
Seluruh warga sekolah termasuk guru, peserta didik, dan staf sebagai bagian dari masyarakat yang memiliki risiko yang sama untuk tertular dan menularkan Covid-19.
Setelah vaksin persoalan belum selesai. Masyarakat harus tetap disiplin hidup bersih, sehat, penerapan protokol kesehatan 3 M secara ketat. Memakai masker, menjaga jarak dengan menghindari kerumunan, mencuci tangan dari rumah hingga ke sekolah, termasuk mempersiapkan kebutuhan penunjang kesehatan anak seperti masker, bekal makanan dan air minum, pembersih tangan, hingga rencana transportasi harus steril dengan memastikan aman dari penularan Covid-19.