"Jadi kerugian 150 hari itu yang kita akumulasi untuk kita tuntut ke pemerintah. Dengan jumlah Rp74.000.300 Juta dari akumulasi kerugian. Rp74.000.300 juta ini perorang dari tiga petani," tambah Edy.
Edy menjelaskan dalam pengajuan pra peradilan ganti rugi tersebut yang digugat adalah penegak hukum yang terlibat melakukan penahanan selama 150 hari kepada ketiga petani di Kabupaten Soppeng.
Mereka adalah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang menahan, Kepala Kejaksaan Negeri Soppeng yang memperpanjang masa penahanan. Dan Menteri Keuangan RI.
"Menteri Keuangan kita gugat juga karena berdasarkan peraturan Menteri Keuangan, yang bisa menyalurkan kompensi atau ganti rugi kalau negara digugat itu adalah Menteri Keuangan selaku bendahara negara," jelas Edy.
Baca Juga:Didakwa Menyebarkan Dokumen Provokasi, Aktivis Iklim India Ini Ditahan
Edy mengungkapkan kasus ini bermula saat ketiga petani tersebut ditangkap oleh polisi kehutanan pada 22 Oktober 2017. Dimana, ketiga petani itu diduga telah merambah kehutanan dan melanggar Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H) saat tinggal di kawasan hutan Laposo Niniconang, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan.
"Mereka ditahan dengan tuduhan merambah hutan. Dengan berkebun dan menebang pohon yang melanggar Undang-Undang 18 tahun 2019 tentang pencegahan pemberantasan kerusakan hutan," ungkap Edy.
Hingga akhirnya Pengadilan Negeri Watansoppeng menjatuhkan putusan bebas dari segala tuntutan penuntut umum pada Rabu (21/3/2018). Majelis Hakim berpendapat bahwa dakwaan jaksa penuntut umum keliru menerapkan UU P3H.
Sebab, subjek hukum yang ditujukan dalam UU P3H adalah setiap orang yang menebang pohon dan berkebun secara terorganisasi untuk kepentingan komersil. Bukan untuk petani yang tinggal dalam klaim kawasan secara turun-temurun dan berkebun hanya semata-mata untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar.
Selain itu, putusan bebas ini pun telah diperkuat oleh Mahkamah Agung pada tingkat kasasi dan telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) pada Desember 2020.
Baca Juga:Tanam Komoditas Ini, Petani Raup Berkah di Tengah Pandemi
"Pengadilan Negeri Watansoppeng mengatakan mereka ini tidak boleh dihukum dengan undang-undang itu karena undang-undang tersebut diperuntukkan bagi korporasi atau orang perorang yang perbuatannya teroragnisasi atau ada kerjasama. Dan itu kayunya untuk dijual illegal loging. Sementara tiga petani ini, mereka berkebun untuk semata-mata memenuhi kebutuhan dasar tidak komersil. Sehingga dinyatakan bebas dan tidak boleh dihukum," urai Edy.