"Mau menyampaikan, jangan mendiamkan. Mana PSGA tahu kalau ada kasus seperti itu kalau dia tidak menyampaikan. Kan banyak anak-anak kita mendiamkan," tutur Darussalam.
Salah satu mahasiswi UIN Alauddin Makassar berinisial LI yang menjadi korban, mengungkapkan bahwa ia pertama kali mendapat teror video call alat kelamin tersebut pada 23 Juli 2020.
Kala itu, LI yang menerima panggilan dari orang tak dikenal tersebut mendapat teror alat kelamin. Dimana, pelaku memperlihatkan alat vitalnya kepada korban melalui panggilan video call.
"Langsung saya matikan itu, baru saya blokir," ungkap LI.
Baca Juga:Tersangka Pencabulan di Bandara Jalani Pemeriksaan Kejiwaan Siang Ini
Aksi teror kelamin tersebut, rupanya tidak hanya terjadi sekali itu saja. Pada 18 September 2020, LI kembali mengalami kejadian yang serupa bersama dengan rekan-rekan kelasnya. Hanya saja, kali ini pelaku menggunakan nomor yang berbeda.
"Ada teman bertanya di grup kelas. Di situ kita tahu beberapa yang dihubungi," jelasnya.
Dari belasan korban yang mendapat teror alat kelamin itu, pola pelaku hampir semua menggunakan cara yang sama persis saat menteror.
Pelaku menghubungi para korban dan langsung memperlihatkan alat kelaminnya ketika panggilannya telah diangkat atau terima.
LI mengaku awalnya ia bersama rekan sekelasnya tidak menanggapi serius masalah ini. Namun, lama kelamaan banyak yang merasa resah dengan kejadian itu, sehingga mereka memutuskan membawa kasus tersebut ke ranah hukum.
Baca Juga:Begini Muka Pelaku Pelecehan Seksual di Tangerang, Istrinya Lagi Hamil
"Semua hampir sama caranya. Cuma ada teman dikirimi video, tapi dia tidak buka. Dia cuman screenshot terus diblokir," kata dia.
Staf Pelayanan Hukum Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH Apik) Sulsel, Nur Hikmah Kasmar yang mendampingi para korban telah melaporkan kejadian itu ke Polda Sulsel, Sabtu (26/9/2020).
Laporan yang dilayangkan kepada pelaku terkait dugaan telah melanggar pasal 45 ayat 1 Jo pasal 27 ayat 1 undang-undang nomor 19 tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE).
"Kita sudah laporkan. Jadi kita tunggu bagaimana kelanjutannya," katanya.
Kontributor : Muhammad Aidil