Muhammad Yunus
Kamis, 20 November 2025 | 19:19 WIB
Penampakan lahan seluas 16 Ha di Kawasan Tanjung Bunga, Kota Makassar yang jadi objek sengketa Kalla VS PT GMTD [Suara.com/Istimewa]
Baca 10 detik
  • Juru Bicara Jusuf Kalla, Husain Abdullah, mengkritik PT GMTD karena menyimpang dari mandat pengembangan wisata menjadi bisnis jual-beli kavling.
  • Husain mengklaim dokumen HGB lahan seluas 16,4 hektare milik Kalla sah, berdasarkan penegasan Menteri ATR/BPN dan status belum tereksekusi.
  • GMTD menanggapi dengan mengklaim legalitas kepemilikan lahan mereka lengkap melalui berbagai sertifikat, putusan inkracht, dan laporan keuangan.

SuaraSulsel.id - Polemik sengketa lahan 16,4 hektare di kawasan Tanjung Bunga kembali memanas setelah Juru Bicara Jusuf Kalla (JK), Husain Abdullah melontarkan kritik tajam kepada PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk atau GMTD.

Husain menilai GMTD telah menyimpang dari mandat awal pendirian perusahaan dan hanya fokus menjalankan bisnis jual-beli tanah kavling.

Bukan mengembangkan kawasan wisata sebagaimana tujuan pendiriannya.

Husain Abdullah menegaskan bahwa pihak Kalla tidak sedang berupaya mengalihkan isu dari persoalan hukum yang kini tengah berproses.

Ia mengatakan dokumen kepemilikan atas lahan 16,4 hektare tersebut jelas, berupa sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang sah dan diakui oleh negara.

"Kami yakin dengan dokumen yang kami miliki berupa sertifikat HGB. Sebagaimana penegasan Menteri ATR/BPN Nusron Wahid, lahan tersebut milik Kalla," ujar Husain, Kamis, 20 November 2025.

Ia juga mengutip pernyataan Humas PN Makassar, Wahyudi Said, yang menyebut empat sertifikat HGB atas nama PT Hadji Kalla belum pernah tersentuh eksekusi.

Menurut Husain, dokumen kepemilikan itu ibarat buah dari perkawinan yang sah, bukan anak haram yang tidak jelas silsilahnya.

Ia pun menilai status hukum kepemilikan lahan tidak layak lagi diperdebatkan publik.

Baca Juga: Ratusan Aparat Sisir Dua Kampung Pelaku Bentrokan di Makassar

Namun, Husain tak berhenti pada urusan legalitas.

Ia menuding GMTD selama ini menerapkan praktik ekonomi yang serakah, tidak berpihak pada rakyat, dan tidak sesuai cita-cita pendirian perusahaan tersebut pada awal 1990-an.

"GMTD telah melaksanakan praktik sistem ekonomi Serakahnomics," sindirnya.

Istilah "Serakahnomics", kata Husain, merujuk pada penjelasan Presiden Prabowo Subianto tentang model ekonomi yang hanya mengejar keuntungan maksimal sambil mengabaikan aspek sosial, moral, dan lingkungan.

Praktik seperti itu, menurutnya, tidak sejalan dengan nilai keadilan dan berpotensi menyebabkan kesenjangan ekonomi hingga krisis sosial.

Ia menyoroti bagaimana GMTD yang dibangun dengan harapan untuk menciptakan destinasi wisata di antara Sungai Jeneberang dan Pantai Losari, justru berkembang menjadi perusahaan yang lebih banyak menjual tanah dan perumahan.

"Alih-alih menyejahterakan rakyat, GMTD-Lippo telah menghianati tujuan pendirian perusahaan. Dampaknya memunculkan sengketa pertanahan dan penggusuran yang membuat rakyat miskin," tegasnya.

Husain juga menyebut bahwa pemerintah daerah Sulsel, Makassar, dan Gowa tidak menikmati manfaat besar dari kehadiran GMTD.

"Deviden yang diterima Pemda hanya sekitar Rp50 sampai Rp100 juta tiap tahun. Sementara GMTD memperoleh keuntungan besar dari bisnis tanah kavling," katanya.

Lebih jauh, Husain mengungkap bahwa dasar hukum pendirian GMTD sudah sejak lama menunjukkan bahwa perusahaan ini tidak semestinya menjalankan bisnis jual-beli tanah seperti sekarang.

Menurutnya, Izin Prinsip sesuai SK Gubernur No.118/XI/1991 yang menjadi pegangan GMTD adalah untuk pengembangan kawasan wisata, bukan real estate.

Apalagi, Husain menekankan, SK penugasan tahun 1991 itu telah dicabut melalui SK Gubernur No. 17/VI/1998.

"Perubahan tujuan yang mengalihkan peruntukan dari pariwisata menjadi real estate tidak dapat dibenarkan secara moral hukum," ujarnya.

Ia membandingkan kontribusi GMTD dengan kehadiran Trans Kalla dan Trans Studio Mall, yang menurutnya justru lebih banyak membawa dampak ekonomi, membuka lapangan kerja, dan menjadi pusat aktivitas wisata keluarga.

"Yang mengembangkan pariwisata di Tanjung Bunga justru Kalla bersama Trans Coorp," katanya.

GMTD Serang Balik, Klaim Dokumen Lengkap

Sementara, PT GMTD Tbk mengeluarkan menilai pernyataan juru bicara JK sarat misinformasi dan tidak menjawab pokok masalah utama, yakni legalitas kepemilikan tanah berdasarkan dokumen negara.

Dalam keterangannya, GMTD menyebut bahwa pihak Kalla sejauh ini tidak mampu menjelaskan sejumlah dasar hukum penting yang berkaitan dengan perolehan lahan di kawasan tersebut.

Pertanyaan dasarnya, kata GMTD, sederhana. Apa dasar hukum Kalla mengklaim kepemilikan lahan?

"Tidak ada dokumen, tidak ada izin, dan tidak ada dasar hukum yang dibuktikan," tegas pihak manajemen GMTD dalam keterangan tertulisnya.

Sebaliknya, GMTD mengklaim memiliki legalitas yang lengkap. Di antaranya, Sertifikat resmi BPN (SHM 25/1970 → SHM 3307/1997), SHGB 20454/1997, empat putusan pengadilan inkracht (2002-2007), eksekusi PN Makassar tanggal 3 November 2025, dokumen PKKPR tertanggal 15 Oktober 2025, dan pencatatan aset resmi dalam laporan keuangan audited sebagai perusahaan publik.

"Dokumen-dokumen ini tidak pernah dibantah karena memang tidak dapat dibantah secara hukum," kata manajemen.

Sebelumnya, pemerintah pusat melalui Kementerian ATR/BPN telah menyatakan tengah mengevaluasi tumpang tindih sertifikat di kawasan tersebut.

Sementara proses hukum di pengadilan juga masih terus berjalan.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More