Muhammad Yunus
Senin, 03 November 2025 | 16:02 WIB
Pesta Rambu Solo di Toraja selalu dinantikan para wisatawan. Ritual adat ini adalah sebuah upacara pemakaman bagi suku Toraja yang sangat ramai [SuaraSulsel.id / Istimewa]
Baca 10 detik
  • Dianggap sudah menyentuh ranah pelecehan terhadap ekspresi budaya sebuah suku bangsa
  • Budaya tidak bisa dilihat secara parsial, melainkan harus dipahami secara holistik
  • Ritual adat kematian yang menjadi bagian dari identitas masyarakat Toraja

Dalam video yang beredar luas di media sosial, Pandji disebut melontarkan materi yang menggambarkan masyarakat Toraja jatuh miskin karena memaksakan diri menggelar pesta kematian.

Ia juga menyebut jenazah bisa dibiarkan di ruang tamu jika keluarga belum mampu memakamkannya. Pernyataan ini yang menuai amarah publik.

Menurut Tasrifin, bentuk candaan seperti itu sudah termasuk dalam pelecehan kultural, karena memperolok ekspresi budaya dari suku tertentu.

"Stand up comedy itu kan narasinya disusun dulu. Artinya ada kesadaran sebelum ditampilkan. Mestinya dia bisa berpikir, apakah ini bisa menyinggung pemangku budaya atau tidak," katanya.

Ia menegaskan, kebebasan berekspresi semestinya disertai dengan tanggung jawab moral dan pengetahuan tentang keragaman budaya bangsa.

Prof Tasrifin berharap kasus ini menjadi pelajaran penting bagi publik, terutama bagi para seniman dan kreator konten untuk lebih berhati-hati dalam menyinggung kebudayaan daerah.

Indonesia, katanya, adalah bangsa yang besar karena keragaman budayanya, bukan meskipun karenanya.

"Kalau konteksnya humor, tetap harus dibuat dengan sadar. Jangan terlalu sempitlah cara pandangnya.

Kita harus belajar menghargai perbedaan ekspresi budaya. Kalau mau memahami, pelajari dulu, baru bicara," tuturnya.

Baca Juga: Frederik Kalalembang ke Pandji Pragiwaksono: Harkat Orang Toraja Tak Layak Dijadikan Candaan

Ia menambahkan, masyarakat Toraja sendiri dikenal terbuka terhadap kritik selama disampaikan dengan penghormatan dan niat membangun.

Namun, jika adat dan nilai spiritual mereka dijadikan bahan olok-olok, maka wajar jika muncul reaksi keras.

Kritik serupa datang dari Bupati Toraja Utara, Frederik Victor Palimbong.

Frederik menilai, sebagai komika yang dikenal cerdas, Pandji seharusnya melakukan riset sebelum menjadikan adat tertentu sebagai bahan komedi.

"Jangan asal bunyi alias asbun," kata Dedi tegas saat dikonfirmasi.

Frederik menekankan bahwa seorang publik figur memiliki tanggung jawab moral terhadap pengaruh ucapannya.

Load More