- Singkong rebus dibungkus rapat menggunakan plastik putih jadi bekal
- Rangga tinggal bersama kakeknya di rumah panggung yang mulai lapuk
- Pihak sekolah berharap suatu hari dapur bergizi juga berdiri di pelosok desa
Di kota-kota, program makan bergizi gratis mulai ramai diperbincangkan. Foto anak-anak berseragam menikmati nasi dan lauk bergizi menghiasi laman berita.
Namun di pedalaman seperti Borongbulo, program itu masih sebatas wacana yang ditunggu.
Pihak sekolah hanya bisa berharap suatu hari dapur bergizi juga berdiri di pelosok. Rangga mungkin tak tahu apa itu program makan bergizi gratis. Di rumahnya tidak ada televisi. Ia juga tidak punya gadget.
Tapi, setiap pagi ia tetap datang ke sekolah. Dengan berpakaian lusuh, ia membawa bekal sederhana dari tangan kakeknya.
Kisah Rangga hanyalah satu dari ratusan ribu potret anak miskin ekstrem di Indonesia yang masih berjuang menempuh pendidikan di tengah keterbatasan.
Data terbaru yang dirilis Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar, pada September 2025 mencatat ada 422.619 anak dari keluarga miskin ekstrem (desil 1) yang tidak bersekolah.
Sementara itu, dari total 5,36 juta anak usia sekolah di kelompok masyarakat termiskin, sebanyak 4,93 juta di antaranya masih bersekolah. Termasuk Rangga yang tetap setia datang ke sekolah meski hanya berbekal ubi bakar di tangan.
Angka itu menunjukkan dua sisi wajah kemiskinan anak di Indonesia. Masih banyak yang tertinggal, sementara ada pula yang tetap berjuang bertahan dalam sistem pendidikan yang belum sepenuhnya ramah bagi yang miskin.
Di Sulawesi Selatan sendiri jumlah penduduk miskin mencapai 711.770 jiwa. Dengan sekitar 140 ribu anak tercatat putus atau tidak melanjutkan sekolah.
Baca Juga: Cinta Segitiga Anti Mainstream: Pria Ini Nikahi Cinta Pertama & Pilihan Keluarga dalam Waktu 48 Jam
Angka ini menjadi peringatan bahwa akses pendidikan gratis dan merata masih jauh dari tuntas, terutama di daerah-daerah terpencil seperti Borongbulo, tempat Rangga tinggal.
Pemerintah tengah menyiapkan Program Sekolah Rakyat sebagai salah satu upaya memperluas akses pendidikan bagi anak-anak kurang mampu.
Program ini diharapkan bisa menjadi jembatan bagi anak-anak dari keluarga miskin ekstrem untuk tetap bersekolah tanpa terbebani biaya.
Namun, bagi mereka yang hidup di pelosok, kebijakan di atas kertas sering kali tak semudah itu.
Di tengah ambisi besar pemerintah untuk menghapus kemiskinan ekstrem, kisah kecil seperti Rangga menjadi cermin bahwa persoalan tak hanya soal angka, tapi juga soal jarak, akses, dan kepedulian.
Program makan bergizi gratis yang ramai diperbincangkan, misalnya, belum sepenuhnya menjangkau sekolah-sekolah terpencil yang justru paling membutuhkan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Para Gubernur Tolak Mentah-mentah Rencana Pemotongan TKD Menkeu Purbaya
-
Daftar Harga HP Xiaomi Terbaru Oktober 2025: Flagship Mewah hingga Murah Meriah
-
Kepala Daerah 'Gruduk' Kantor Menkeu Purbaya, Katanya Mau Protes
-
Silsilah Bodong Pemain Naturalisasi Malaysia Dibongkar FIFA! Ini Daftar Lengkapnya
-
Maarten Paes: Pertama (Kalahkan) Arab Saudi Lalu Irak, Lalu Kita Berpesta!
Terkini
-
Aspirasi untuk Bakal Calon Rektor Unhas: 'Kampus Berdampak' hingga Kemandirian Finansial
-
Alat Ukur Pedagang Pasar di Kota Makassar Ditera Ulang
-
Viral Bocah SD Bekal Singkong untuk Makan di Sekolah
-
Sarjana Muda Merapat! Magang Gaji Rp3,3 Juta Plus BPJS Sudah Dibuka
-
1,4 Juta Rokok Ilegal Dimusnahkan di Kendari: Negara Rugi Miliaran Rupiah!