SuaraSulsel.id - Sektor perhotelan di Indonesia akhirnya mendapat angin segar setelah melewati masa pelik selama beberapa bulan terakhir.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengumumkan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah memberikan lampu hijau bagi pemerintah daerah untuk kembali menggelar kegiatan di hotel.
Kebijakan ini sebelumnya dilarang atas dasar efisiensi anggaran.
Kebijakan baru ini disambut dengan penuh harap oleh pelaku industri perhotelan.
Terutama di daerah-daerah yang sektor ekonominya sangat bergantung pada aktivitas pemerintahan seperti Sulawesi Selatan.
Namun, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan sendiri menganggap relaksasi kebijakan ini datang terlambat.
Sekretaris Daerah Provinsi Sulsel Jufri Rahman mengungkapkan, sejak larangan diberlakukan, seluruh anggaran kegiatan yang sebelumnya dialokasikan untuk pelaksanaan di hotel telah direalokasi atau dipangkas habis dalam rangka efisiensi.
"Iya, harusnya (menggairahkan). Ini bisa menggairahkan sektor perhotelan lagi. Tapi kami di pemerintah provinsi sudah melakukan efisiensi besar-besaran. Anggaran untuk kegiatan di hotel sudah tidak ada," kata Jufri, Kamis 12 Juni 2025.
"Ketika larangan itu dicabut, tidak banyak yang bisa kami lakukan karena uangnya sudah tidak tersedia," lanjut Jufri.
Baca Juga: Pemprov Sulsel Rumahkan 2.017 Tenaga Honorer, Ini Penjelasan dan Dasar Hukumnya
Efek domino dari kebijakan efisiensi sebelumnya memang sangat besar. Banyak hotel di Makassar dan daerah sekitarnya yang terdampak langsung.
Bahkan, beberapa terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan karena tidak lagi menerima pesanan kegiatan dari pemerintah daerah. Padahal selama ini menjadi salah satu sumber pemasukan utama.
Jufri berharap kementerian, lembaga, dan instansi vertikal dapat segera kembali melakukan perjalanan dinas ke Sulawesi Selatan dan menggelar kegiatan di hotel.
"Hotel-hotel mengandalkan kegiatan pemerintah sebagai pemasukan. Begitu dilarang, mereka tidak punya pilihan selain mengurangi biaya, termasuk memangkas tenaga kerja. Lalu sekarang kebijakannya dibuka lagi, tapi dananya sudah tidak ada," keluhnya.
Sementara itu, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sulawesi Selatan Anggiat Sinaga menyambut baik kebijakan ini. Meski ia sadar bahwa dampaknya tidak akan langsung terasa.
Menurut Anggiat, relaksasi kebijakan ini adalah secercah harapan bagi industri yang sudah lama terpuruk.
Sejak larangan diberlakukan, kata dia, tak hanya hotel yang terpukul, tapi juga sektor pendukung seperti jasa penerbangan, travel, katering, hingga UMKM lokal yang biasanya mendapatkan limpahan ekonomi dari kegiatan berskala besar di hotel.
"Selama lima bulan terakhir dampaknya sangat terasa. Ada sekitar 25 hingga 28 persen hotel di Indonesia mengalami tekanan berat. Banyak yang akhirnya harus mengurangi operasional hingga melakukan PHK atau tidak memperpanjang kontrak karyawan," jelas Anggiat.
Makassar sendiri, Anggiat mengungkapkan bahwa sekitar 40 hingga 50 persen tamu hotel berasal dari kegiatan yang digelar oleh instansi pemerintah, baik dalam bentuk rapat koordinasi, seminar, pelatihan, hingga peluncuran program.
Sehingga, ketika kegiatan pemerintah berhenti, okupansi pun anjlok.
"Banyak hotel yang terpaksa merumahkan 20 persen dari karyawannya. Padahal biaya terbesar kami adalah di sumber daya manusia," ucapnya.
Meski belum sepenuhnya pulih, Anggiat meyakini bahwa pelonggaran kebijakan ini bisa menjadi pemantik awal untuk kebangkitan.
Ia juga mengajak seluruh pelaku usaha di sektor perhotelan untuk bersiap diri menghadapi potensi kebangkitan ini dengan tetap menjaga kualitas layanan dan menerapkan efisiensi operasional yang sehat.
Relaksasi kebijakan larangan kegiatan pemerintah di hotel menjadi momentum penting untuk mengoreksi strategi pemulihan ekonomi di sektor jasa dan pariwisata.
Namun, agar dampaknya terasa nyata, dukungan anggaran dan kebijakan dari pemerintah pusat hingga daerah menjadi kunci utama.
"Kami sangat menyambut baik kebijakan Pak Mendagri. Ini bisa menjadi hilal kebangkitan. Tidak hanya hotel dan restoran yang akan bergerak, tetapi seluruh ekosistem ekonomi yang menyertainya," kata Anggiat optimistis.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing
Berita Terkait
Terpopuler
- Selamat Tinggal Jay Idzes, Mohon Maaf Pintu Klub Sudah Ditutup
- Kisah Pilu Dokter THT Lulusan UI dan Singapura Tinggal di Kolong Jembatan Demak
- Resmi! Thijs Dallinga Pemain Termahal Timnas Indonesia 1 Detik Usai Naturalisasi
- Makin Menguat, Striker Cetak 3 Gol di Serie A Liga Italia Dinaturalisasi Bersama Mauro Zijlstra
- Geger Pantai Sanglen: Sultan Tawarkan Pesangon, Warga Bersikeras Pertahankan Lahan
Pilihan
-
Pemerintah Dunia dan Tenryuubito: Antagonis One Piece yang Pungut Pajak Seenaknya
-
Persija Jakarta Bisa Lampaui Persib di Super League 2025/2026? Eks MU Beri Tanggapan
-
Tiga Hari Merosot Tajam, Harga Saham BBCA Diramal Tembus Segini
-
Fungsi PPATK di Tengah Isu Pemblokiran Rekening 'Nganggur'
-
Fenomena Rojali & Rohana Bikin Heboh Ritel, Bos Unilever Santai
Terkini
-
Dewan Pers: Kekerasan Terhadap Jurnalis Meningkat
-
Ekspresi Bahagia Ribuan PPPK Pemprov Sulsel Terima SK
-
Kasus 5 Pekerja Jatuh di Jembatan Tarailu, Disnaker Sulbar: Pasti Ada Sanksi
-
BRI Bukukan Laba Rp26,53 Triliun di Tengah Tantangan, Terus Berdayakan UMKM
-
Banyak Aset Pemprov Sulsel Bermasalah, Kejati Turun Tangan!