SuaraSulsel.id - Di sebuah kampung terpencil di perbatasan Kabupaten Wajo dan Sidrap, Sulawesi Selatan, berdiri sebuah bangunan kayu sederhana yang lebih menyerupai kandang ternak daripada ruang kelas.
Lantainya masih berupa tanah. Dindingnya terbuat dari papan-papan kayu yang mulai lapuk termakan usia.
Bangunan itulah yang jadi sorotan publik belakangan ini. Tak heran, warganet menyamakan bangunan itu dengan kandang ternak saat potret sekolah tersebut beredar di media sosial.
Rupanya, itu merupakan kelas jauh dari Sekolah Dasar Negeri 408 Ongkoe.
Letaknya tepat berada di Jalan Birue Dusun Karame, Desa Ongkoe, Kecamatan Belawa, Kabupaten Wajo.
Sekolah ini hanya punya 1 ruang kelas yang ditempati siswa kelas 1 hingga kelas 6 belajar bersama.
Bangunan yang kini difungsikan sebagai ruang belajar itu sejatinya merupakan gedung darurat yang dibangun pada tahun 2010.
Lahan tempat sekolah berdiri pun merupakan hasil hibah dari mantan kepala sekolah, Syarifuddin, yang belum lama ini memasuki masa pensiun
Menurut Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Wajo, Alamsyah, narasi yang beredar di publik perlu diluruskan.
Baca Juga: Ini Syarat Baru Masuk SMAN Unggulan di Kota Makassar
"Yang viral itu memang kelas jauh, bukan kelas induk. Sekolah induknya permanen dan kondisinya baik," ujarnya saat dikonfirmasi, Jumat, 23 Mei 2025.
Kelas jauh itu dibentuk atas inisiatif kepala sekolah. Niatnya untuk mendekatkan akses pendidikan bagi anak-anak di kampung tersebut.
Ia menjelaskan, lokasi sekolah induk memang cukup jauh. Lebih dari satu kilometer dari permukiman warga.
Demi mencegah anak-anak putus sekolah karena jarak, dibentuklah kelas jauh dengan segala keterbatasannya.
Meski bangunannya reot dan berdinding papan, kata Alamsyah, semangat para guru dan murid tak pernah surut.
"Kami pastikan proses belajar mengajar tetap jalan. Kami juga cek sendiri, kemampuan numerasi, baca-tulis mereka bagus," kata Alamsyah.
Saat ini, kelas jauh tersebut menampung 25 murid. Mereka diajar oleh 3 guru ASN dan 4 Non ASN.
Ironisnya, 23 murid di antaranya berasal dari Kabupaten Sidrap.
Kondisi geografis yang berada di perbatasan membuat anak-anak di kampung itu lebih dekat ke wilayah administratif Sidrap, meski secara wilayah sekolah itu berada di bawah Pemkab Wajo.
"Kami sudah rapat dengan DPRD dan memutuskan akan optimalkan kelas induk. Tapi karena jaraknya jauh, maka kami fasilitasi dengan sepeda," jelas Alamsyah.
Namun masalah tak berhenti di situ. Pemerintah Kabupaten Sidrap mengusulkan agar para siswa dari wilayahnya dimutasi ke sekolah yang berada di bawah otoritas Sidrap. Ini tentu memunculkan dilema.
Kata Alamsyah, kalau 23 siswa itu dimutasi ke SD 5 Mojong di Sidrap, maka yang tersisa hanya dua siswa saja.
"Kalau hanya dua siswa, tentu tidak ideal untuk mempertahankan satuan pendidikan di situ," sebutnya.
Ia menambahkan bahwa pihaknya telah beberapa kali mengusulkan bantuan pembangunan untuk sekolah tersebut.
Pada tahun 2020, Pemkab Wajo sempat membangun ruang perpustakaan di sekolah itu.
Terkini, ruang perpustakaannya juga difungsikan sebagai ruang guru dan kepala sekolah.
Menurut data dapodik, sekolah tersebut memiliki tujuh tenaga pendidik, tiga ASN dan empat guru honorer.
Namun masa depan sekolah itu kini berada di persimpangan jalan. Apakah akan dipertahankan dengan dukungan penuh Pemkab Wajo, ataukah direlokasi dan digabungkan dengan sekolah lain?
"Sore ini kita akan rapat lagi dengan camat, kepala desa, komite sekolah, dan orang tua murid. Kami ingin pastikan apakah sekolah ini tetap dilanjutkan, atau kita beri ruang untuk Pemkab Sidrap memfasilitasi murid-murid mereka," ujar Alamsyah.
Jika akhirnya siswa dimutasi dan hanya menyisakan dua anak, maka sekolah kelas jauh ini kemungkinan besar akan diregrouping atau digabung ke sekolah lain.
Namun, jika warga tetap ingin sekolah itu ada, maka Dinas Pendidikan Wajo berjanji akan mencari solusi terbaik, termasuk kemungkinan merenovasi ruang kelas seadanya.
Kisah sekolah "kandang ternak" di Wajo ini adalah potret kerasnya perjuangan untuk tetap memberi ruang bagi pendidikan, meski sekat administratif dan infrastruktur belum mampu menjangkaunya sepenuhnya.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing
Berita Terkait
Terpopuler
- Selamat Tinggal, Kabar Tak Sedap dari Elkan Baggott
- 5 Rekomendasi Mobil Bekas Keluarga dengan Sensasi Alphard: Mulai Rp50 Juta, Bikin Naik Kelas
- Pemain 1,91 Meter Gagal Dinaturalisasi Timnas Indonesia, Kini Bela Tim di Bawah Ranking FIFA Garuda
- 41 Kode Redeem FF Max Terbaru 8 Juli: Raih Skin Senjata, Diamond, dan Katana
- 31 Kode Redeem FF Terbaru 8 Juli: Raih Animasi Keren, Skin SG, dan Diamond
Pilihan
-
Tarif Trump 32 Persen Buat Menteri Ekonomi Prabowo Kebakaran Jenggot
-
Berapa Gaji Yunus Nusi? Komisaris Angkasa Pura Rangkap Sekjen PSSI dan Wasekjen KONI
-
Gaji Tembus Rp 150 Juta Per Bulan, Cerita Pemain Liga 1 Pilih Main Tarkam di Luar Klub
-
Erick Thohir Angkat Sekjen PSSI Yunus Nusi Jadi Komisaris Angkasa Pura
-
5 Mobil Kecil Murah di Bawah 50 Juta, Hemat Pengeluaran Cocok buat Keluarga Baru
Terkini
-
Ubah Sampah Jadi Emas: Eco Enzyme Jadi Kunci Ekonomi Warga?
-
Dugaan Korupsi Rp87 Miliar di UNM Tercium! Polda Sulsel Usut Dugaan Mark Up Harga Material
-
Harga Beras Meroket? Pemprov Sulsel Gelar 'Gerakan Pangan Murah' untuk Kendalikan Inflasi
-
Berebut Warisan, Pria di Gowa Tega Tembak Ipar Hingga Nyaris Meninggal
-
Makassar Bakal Punya Stadion Megah! Rp500 Miliar Digelontorkan, Kapan Rampung?