SuaraSulsel.id - Koalisi Aktivis Perempuan Sulawesi Selatan (KAPSS) mendorong penyidik Polres Gowa menangani kasus dugaan pemerkosaan terhadap korban MNY (20) secara profesional dan tidak diintervensi walaupun terduga pelakunya anak dari pejabat Pemerintah Kabupaten Gowa.
"Kami mendukung dan mendorong aparat penegak hukum untuk menangani perkara ini secara profesional, independen dan mengutamakan kepentingan terbaik bagi korban," ujar perwakilan KAPSS Lusia Palulungan di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa 5 Maret 2024.
Menurut dia, kekerasan seksual disertai dugaan pemerkosaan korban pada 2 Maret 2024 di wilayah hukum Polres Gowa, merupakan kejahatan kemanusiaan sehingga perlu atensi khusus agar kejadian tersebut tidak berulang.
Bahwa telah terjadi kekerasan seksual (dugaan perkosaan) yang dilakukan pelaku berinisial MYS (24) terhadap korban NM bersama dua orang rekannya berinisial MQ alias KM (21) dan MR alias IL (24) mesti menjadi perhatian serius.
Sebagai pihak yang peduli terhadap penghapusan kekerasan terhadap Perempuan, KAPSS merasa penting untuk mengawal proses penanganan kasus tersebut.
Oleh karena itu, pihaknya menyampaikan dukungan penegakan hukum melalui pernyataan sikap yakni bahwa korban adalah korban, dan mari menjaga obyektifitas pada kasus itu, waktu dan tempat kejadian tidak dapat menjadi alasan pembenaran atas tindakan yang dilakukan pelaku.
Kendati pelaku dan korban pernah menjalin hubungan pacaran, dan hal tersebut tidak dapat menjadi justifikasi bahwa terdapat persetujuan korban karena status hubungan tersebut.
KAPSS juga mendorong aparat penegak hukum menggunakan Undang-undang nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual selain penerapan pasal 285 KUHP tentang Pemerkosaan dan mendorong penerapan pasal 15 (f) dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu akan dikenai pemberatan 1/3 dari pidana pokok.
Aparat Penegak Hukum diharapkan menerapkan pasal 16 Undang-undang nomor 22 tahun 2022, selain pidana penjara, pidana denda, atau pidana lainnya menurut ketentuan Undang-Undang, hakim wajib menetapkan besarnya Restitusi terhadap tindak pidana kekerasan seksual yang diancam pidana penjara empat tahun atau lebih.
Baca Juga: 32 Pusaka Sultan Hasanuddin yang Dijaga Laskar Rasulullah di Kabupaten Gowa
"Bahwa Pemerkosaan termasuk dalam kategori delik biasa atau umum, maka perdamaian antara pelaku dan korban tidak dapat menghalangi atau menghentikan proses hukum," katanya.
Berita Terkait
-
Viral! Pria Cabuli Remaja di CSB Mall Cirebon, Sempat Diamuk Massa
-
Pegawai Unram Hamili Mahasiswi KKN, Polda NTB Panggil 'S' Sebagai Tersangka
-
Predator di Balik Ruang Pemeriksaan: Mengapa Kekerasan Seksual Bisa Terjadi di Fasilitas Kesehatan?
-
Darurat Kekerasan Seksual Anak: Saat Ayah dan Kakek Jadi Predator, Negara Malah Pangkas Anggaran
-
Kepingan Mosaik Keadilan Reproduksi bagi Perempuan Korban Kekerasan Seksual
Terpopuler
- Pemutihan Pajak Kendaraan Jatim 2025 Kapan Dibuka? Jangan sampai Ketinggalan, Cek Jadwalnya!
- Emil Audero Menyesal: Lebih Baik Ketimbang Tidak Sama Sekali
- Forum Purnawirawan Prajurit TNI Usul Pergantian Gibran hingga Tuntut Reshuffle Menteri Pro-Jokowi
- 5 Rekomendasi Moisturizer Indomaret, Anti Repot Cari Skincare buat Wajah Glowing
- Kata Anak Hotma Sitompul Soal Desiree Tarigan dan Bams Datang Melayat
Pilihan
-
Pembayaran Listrik Rumah dan Kantor Melonjak? Ini Daftar Tarif Listrik Terbaru Tahun 2025
-
AS Soroti Mangga Dua Jadi Lokasi Sarang Barang Bajakan, Mendag: Nanti Kita Cek!
-
Kronologi Anggota Ormas Intimidasi dan Lakukan Pemerasan Pabrik di Langkat
-
Jantung Logistik RI Kacau Balau Gara-gara Pelindo
-
Emansipasi Tanpa Harus Menyerupai Laki-Laki
Terkini
-
BRI Dukung Batik Tulis Lokal Lamongan Menjangkau Pasar Global
-
Puskesmas Toraja Utara Diduga Tolak Jemput Pasien Kritis, Ini Kata Dinas Kesehatan
-
BRImo Versi Billingual Resmi Rilis, Simak Fitur Barunya Di Sini
-
Didukung BRI, Usaha Lokal Perhiasan Batu Alam Sukses Jangkau Pasar Internasional
-
Bertengkar dengan Istri, Pria Ini Cari Ketenangan di Jalan Tol Makassar