SuaraSulsel.id - Di tengah rekapitulasi suara nasional Pemilu 2024 yang dijadwalkan hingga 20 Maret 2024, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan pemohon terkait dengan parliamentary threshold (ambang batas parlemen) minimal 4 persen dari suara sah secara nasional.
Meski rekapitulasi secara manual belum selesai, publik bisa mengikuti perkembangan hasil real count Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI melalui aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) atau tinggal klik pemilu2024.kpu.go.id.
Publik pun bisa memprediksi partai politik mana saja yang memenuhi ambang batas parlemen, khususnya pada Pemilu Anggota DPR RI, yang diikuti 18 partai politik nasional. Pada pemilu anggota legislatif (pileg) ini tercatat 9.918 calon anggota DPR RI yang memperebutkan 580 kursi DPR RI di 84 daerah pemilihan (dapil).
Sesuai dengan nomor urut peserta Pemilu 2024: Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Gerindra, PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai NasDem, Partai Buruh, dan Partai Gelora Indonesia.
Berikutnya Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Partai Hanura, Partai Garuda, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Demokrat, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Perindo, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Ummat.
Terkait dengan putusan MK saat rekapitulasi penghitungan suara Pemilu 2024 tengah berlangsung di tingkat kabupaten/kota, sontak publik pun ada yang beranggapan semua partai politik peserta Pemilu Anggota DPR RI bakal lolos ke Senayan (Gedung MPR/DPR/DPD RI), asalkan meraih suara terbanyak di daerah pemilihan (dapil), meski tak capai parliamentary threshold.
Namun, sebelum syak wasangka berlanjut terkait dengan putusan MK yang akan meloloskan partai tertentu ke Senayan, alangkah baiknya membaca Putusan MK Nomor 116/PUU-XXI/2023 secara saksama.
Dalam putusan MK itu ditegaskan bahwa ambang batas parlemen 4 persen pada Pemilu 2024 tetap konstitusional. Dengan demikian, hanya peserta pemilu yang memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4 persen dari jumlah suara sah secara nasional yang diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR.
Partai politik peserta Pemilu 2024 yang tidak mencapai parliamentary threshold tidak disertakan pada penghitungan perolehan kursi DPR di setiap dapil, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 415 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Baca Juga: MK: Pilkada Serentak Harus Tetap Digelar November 2024
Seperti diketahui bahwa Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili Khoirunnisa Nur Agustyati (Ketua Pengurus Yayasan Perludem) dan Irmalidarti (Bendahara Pengurus Yayasan Perludem) mengajukan permohonan pengujian UU No. 7/2017 terhadap UUD NRI Tahun 1945.
Dalam Putusan MK Nomor 116/PUU-XXI/2023 menyatakan bahwa norma Pasal 414 ayat (1) UU No. 7/2017 adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu Anggota DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu Anggota DPR 2029 dan pemilu berikutnya, sepanjang telah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen serta besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dengan berpedoman pada persyaratan yang telah ditentukan.
Mahkamah, menurut anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini, berpendapat bahwa berkenaan dengan ambang batas parlemen sebagaimana ketentuan dalam norma Pasal 414 ayat (1) UU 7/2017 perlu segera ada perubahan dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh beberapa hal, antara lain:
Pertama, didesain untuk digunakan secara berkelanjutan; kedua, perubahan norma ambang batas parlemen, termasuk besaran angka atau persentase ambang batas parlemen, dimaksud tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem pemilu proporsional, terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR.
Ketiga, perubahan itu dalam rangka mewujudkan penyederhanaan partai politik; keempat, perubahan telah selesai sebelum dimulainya tahapan penyelenggaraan Pemilu 2029; kelima, perubahan melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilihan umum dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna, termasuk melibatkan partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR.
Merespons putusan MK itu, pakar kepemiluan dari Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini berharap, ke depan, pembentuk undang-undang harus merumuskan ambang batas parlemen secara terbuka, transparan, akuntabel, dan partisipatoris.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- 5 Sepatu Lokal Senyaman Hoka Ori, Cushion Empuk Harga Jauh Lebih Miring
Pilihan
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
-
Agensi Benarkan Hubungan Tiffany Young dan Byun Yo Han, Pernikahan di Depan Mata?
-
6 Smartwatch Layar AMOLED Murah untuk Mahasiswa dan Pekerja, Harga di Bawah Rp 1 Juta
Terkini
-
5 Ide Liburan Keluarga Anti Bosan Dekat Makassar Sambut Akhir Tahun
-
WNA Asal Filipina Menyamar Sebagai Warga Negara Indonesia di Palu
-
Pelindo Regional 4 Siap Hadapi Lonjakan Arus Penumpang, Kapal, dan Barang
-
Hutan Lindung Tombolopao Gowa Gundul Diduga Akibat Ilegal Logging
-
61 Ribu Bibit 'Emas Hijau' Ditebar di Sulsel