SuaraSulsel.id - Seperti juga daerah lainnya di Indonesia, masyarakat Bugis pun memiliki busana tradisional. Salah satunya adalah Songkok Recca, peci khas yang dikenakan kaum pria suku Bugis dan Makassar.
Songkok Recca umum dikenakan oleh masyarakat suku Bugis. Tapi tidak pada zaman dahulu kala. Recca hanya boleh digunakan oleh warga berdarah biru, atau bangsawan, tidak pada orang biasa.
Bagi pria Bugis, Recca merupakan suatu kehormatan yang menandakan identitas sosial dan adat. Ciri khasnya terletak di bagian pinggir yang terbuat dari benang berwarna emas.
Recca juga bukan merupakan songkok biasa. Ada sejarah di balik peci yang terbuat dari pelepah daun lontar ini.
Songkok Recca biasa juga disebut Songkok to Bone. Itu karena asal usul awalnya berawal dari Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.
Recca sudah ada sejak abad ke-15. Awal mulanya, Recca digunakan oleh Raja Bone Arung Palakka saat melakukan ekspansi ke Tana Toraja pada tahun 1683 untuk memperluas kerajaan Bone.
Namun, usaha prajurit asal Bone tidak berhasil lantaran Laskar Tana Toraja melakukan perlawanan yang sengit. Alhasil, Arung Palakka hanya menduduki wilayah Makale dan Rantepao saja.
Arung Palakka lantas mengubah strategi perang. Sebab, salah satu faktor kekalahan mereka lantaran sulit membedakan mana kawan, mana lawan.
Pada saat berperang, ciri khas tentara kerajaan Bone adalah memakai sarung yang diikatkan di pinggang atau Mabida. Hal yang sama dilakukan Laskar Tana Toraja. Mereka punya kebiasaan memakai sarung diselempang atau Massuleppang.
Baca Juga: Viral Kasus Suami Ketiga Bunuh Suami Kedua di Bone, UAS Jelaskan Hukum Islam soal Poliandri
Arung Palakka kembali ke Bone dan memerintahkan prajuritnya mencari pelepah lontar yang dikeringkan. Bahan-bahan itu dibakar dan dipukul atau direcca hingga seratnya keluar.
Serat pembakaran itu kemudian dijadikan seperti songkok. Arung Palakka meminta pasukan untuk memakai songkok tersebut sebagai identitas saat berperang.
Singkat cerita, pada masa pemerintahan raja Bone ke-32 di bawah kepemimpinan La Mappanyukki, songkok recca dijadikan kopiah resmi atau songkok kebesaran bagi raja, bangsawan, dan para punggawa kerajaan. Tujuannya untuk membedakan strata sosial.
Songkok recca akhirnya dibuat dengan pinggiran berbahan baku emas atau disebut dengan Pamiring Pulaweng. Penggunanya bukan orang sembarang.
Sebab, benang emas yang melingkar pada songkok Pamiring punya makna. Semakin tinggi lingkaran emasnya, maka semakin tinggi derajat kebangsawanannya.
Terdapat aturan bagi pemakai songkok Pamiring. Yaitu, emas murni atau Ulaweng Bubbu hanya untuk raja, anak raja yang dianggap berdarah biru atau Maddara Takku, dan anak Mattola.
- 1
- 2
Berita Terkait
Terpopuler
- Cerita Stefano Lilipaly Diminta Bela Timnas Indonesia: Saya Tidak Bisa
- Ibrahim Sjarief Assegaf Suami Najwa Shihab Meninggal Dunia, Ini Profilnya
- Siapa Pembuat QRIS yang Hebohkan Dunia Keuangan Global
- 7 Rekomendasi Mobil Matic Bekas di Bawah Rp30 Juta, Murah Tetap Berkelas
- 9 Rekomendasi Mobil Bekas Harga Rp 30 Jutaan, Mesin Bandel Dan Masih Banyak di Pasaran
Pilihan
-
5 Rekomendasi Skincare Wardah Terbaik, Bahan Alami Aman Dipakai Sehari-hari
-
Mau Masuk SMA Favorit di Sumsel? Ini 6 Jalur Pendaftaran SPMB 2025
-
Mobilnya Dikritik Karena Penuh Skandal, Xiaomi Malah Lapor Warganet ke Polisi
-
Bos Sritex Ditangkap! Bank BJB, DKI Hingga Bank Jateng Terseret Pusaran Kredit Jumbo Rp3,6 Triliun?
-
Warga RI Diminta Tingkatkan Tabungan Wajib di Bank Demi Cita-cita Prabowo Subianto
Terkini
-
Sosok Jusuf Manggabarani: Jenderal Berani Melawan Preman, Tolak Pangkat, dan Selamatkan TVRI
-
Tarif Impor AS Bikin Industri Terpuruk, Pengusaha: Kami Jadi Korban Eksperimen
-
Ini Syarat Baru Masuk SMAN Unggulan di Kota Makassar
-
5 Link Saldo Dana Kaget, Bisa Klaim Hingga Ratusan Ribu Rupiah
-
10 Langkah Pendirian Koperasi Merah Putih di Desa dan Kelurahan