SuaraSulsel.id - Dugaan manipulasi nilai peserta seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dilaporkan terjadi di Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah. Puluhan peserta disebut jadi korban.
Kasus ini dibongkar salah satu peserta CPNS, Fachruddin Hari Anggara Putera.
Fachruddin atau Angga telah melaporkan kejadian tersebut ke banyak lembaga. Kementerian PAN dan RB, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, BKN, dan Ombudsman.
Angga sapaannya menceritakan kejadian itu terjadi pada penerimaan CPNS tahun 2018. Saat itu, Angga melamar sebagai dosen di Universitas Tadulako, Palu.
Baca Juga: Bupati Kebumen Ancam Pecat PNS yang 10 Hari Absen, 2 Orang Sudah Masuk List
Angga yang berstatus sebagai dosen tetap non PNS di kampus yang sama saat itu dinyatakan lolos seleksi administrasi dan maju ke tahap selanjutnya. Yakni Seleksi Kompetensi Dasar (SKD).
Pada tahap SKD, Angga meraih nilai tinggi dengan nilai 349. Sementara, nilai peserta lainnya lebih rendah, yaitu 347 dan 268.
Dugaan kecurangan mulai tercium ketika tahap seleksi kompetensi bidang (SKB). Pada tahapan ini penyelenggaranya adalah Universitas Tadulako.
Nilai SKB Angga anjlok drastis. Pada tes substansi, ia hanya mendapat nilai 20 dari 100 soal pilihan ganda. Tes wawancara 47, dan tes kemampuan mengajar atau micro teaching hanya 50.
"Artinya, tes tulis saya hanya benar dua puluh dari 100 soal yang ada. Begitu pun dengan peserta yang punya nilai 347. Nilai substansinya hanya 17. Nilai kami dijatuhkan habis-habisan," ujarnya saat dikonfirmasi, Rabu, 11 Januari 2023.
Baca Juga: Catat, Formasi CPNS 2023 untuk Lulusan SLTA, Apa Saja?
Nilai ini berbanding terbalik dengan peserta yang punya nilai 268 saat SKD lalu. Skornya pada tahap SKB hampir sempurna.
Nilai SKB-nya pada tes substansi 98, tes wawancara 98, dan tes kemampuan mengajar 98. Angka yang dinilai cukup tidak masuk akal.
"Artinya hanya salah dua nomor saja. Begitu pun nilai tes kemampuan mengajar, saya hanya hanya dapat nilai 50, padahal saya sudah mengabdi begitu lama di Untad (sejak 2013). Saya juga pernah ikut lomba mengajar dan juara dua. Ada sertifikatnya," beber Angga.
Saat ditelusuri, peserta tersebut diduga kuat punya hubungan kerabat dengan rektor saat itu. Angga menduga tim penilai mendongkrak nilainya setinggi mungkin untuk meloloskan peserta tersebut menjadi dosen PNS.
"Dan satu-satunya cara meluluskan peserta ini adalah menaikkan nilai SKB-nya dan menjatuhkan nilai saya dan satu orang lainnya," ujar Angga.
Ia mengaku sempat mempertanyakan nilai tersebut ke tim penilai. Sayangnya, ia tak mendapatkan jawaban hingga kini.
"Mereka berdalih lupa. Saya meminta transparansi nilai ke tim penilai, panitia bahkan rektor. Tidak ada respon sehingga saya yakin ada unsur kecurangan dan maladministrasi dalam kasus ini," bebernya.
Karena merasa janggal, Angga melaporkan kasus tersebut Kementerian PAN dan RB, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, BKN dan Ombudsman. Ia melaporkan Rektor Untad kala itu, Prof Muhammad Basir Cyio dan mantan Kepala Kepegawaian Amir Makmur.
Dua terlapor sudah beberapa kali diperiksa dan diambil keterangannya. Pemeriksaan terakhir dilakukan oleh Sekretariat Jenderal Kemendikbudristek, Itjen Kemendikbudristek dan Kepala Jurusan Pertanian Untad pada 15 Desember 2022.
Dari hasil pemeriksaan itu dugaan Angga benar. Ada sekitar 38 peserta yang nilainya dimanipulasi.
Sanksi pun menanti. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi kabarnya akan menjatuhkan sanksi kepada mantan rektor dan mantan Kepala Kepegawaian pada bulan Januari 2023.
"Informasi yang saya dapat ada sekitar 38 orang yang dimanipulasi nilai SKB-nya. Nilainya memang jomplang sekali kalau diperhatikan. Tapi tidak ada yang berani lapor," ungkapnya.
Angga berharap kasus ini diusut tuntas. Ia juga meminta agar para peserta yang merasa menjadi korban bisa melaporkan kecurangan.
"Ini demi kebaikan kampus Tadulako ke depannya. Harapan saya hanya itu, kasus ini bisa diusut tuntas," harapnya.
Sementara, mantan Rektor Untad Prof Muhammad Basir Cyio yang dikonfirmasi enggan berkomentar banyak.
Basir hanya mengatakan kasus ini sudah ditangani Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
"Mungkin sebaiknya ditanya ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi biar tidak bias. Karena mereka yang tangani," ungkapnya.
Suara.com juga berusaha meminta tanggapan dari Rektor Untad saat ini Prof Mahfudz terkait kasus ini.
Namun hingga berita ini ditayangkan, Mahfudz belum menjawab panggilan telepon dan pertanyaan yang dikirim melalui pesan singkat.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing
Berita Terkait
-
BKN Rilis Jadwal Penetapan NIP CPNS 2024, Catat Tanggal Selengkapnya
-
Pemerintah Resmi Umumkan Percepatan Pengangkatan CASN 2024
-
Geger, CPNS & PPPK Dikebut: Juni dan Oktober 2025 Jadi Deadline!
-
Pengangkatan CPNS dan PPPK Dipercepat? Pemerintah Umumkan Keputusan Krusial Hari Ini!
-
CEK FAKTA: Pemerintah Buka Pendaftaran CPNS 2025
Tag
Terpopuler
- Dedi Mulyadi Syok, Bapak 11 Anak dengan Hidup Pas-pasan Tolak KB: Kan Nggak Mesti Begitu
- JakOne Mobile Bank DKI Diserang Hacker? Ini Kata Stafsus Gubernur Jakarta
- Review Pabrik Gula: Upgrade KKN di Desa Penari yang Melebihi Ekspektasi
- Harga Tiket Pesawat Medan-Batam Nyaris Rp18 Juta Sekali Penerbangan
- Rekaman Lisa Mariana Peras Ridwan Kamil Rp2,5 M Viral, Psikolog Beri Komentar Menohok
Pilihan
-
Hasil Akhir! Pesta Gol, Timnas Indonesia U-17 Lolos Piala Dunia
-
Hasil Babak Pertama: Gol Indah Zahaby Gholy Bawa Timnas Indonesia U-17 Unggul Dua Gol
-
BREAKING NEWS! Daftar Susunan Pemain Timnas Indonesia U-17 vs Yaman
-
Baru Gabung Timnas Indonesia, Emil Audero Bongkar Rencana Masa Depan
-
Sosok Murdaya Poo, Salah Satu Orang Terkaya di Indonesia Meninggal Dunia Hari Ini
Terkini
-
Cuti Lebaran Usai! ASN Sulsel Wajib Ngantor Besok, Nekat Libur? Ini Sanksinya!
-
Balap Perahu Hias dan Lebaran Ketupat: Dua Tradisi Unik di Gorontalo dan Mataram
-
Gelap Ruang Jiwa: Bisnis Aksesori Binaan BRI yang Ekspansi Global Lewat BRI UMKM EXPO(RT) 2025
-
Batal Nikah Gegara Uang Panai? Rumah Calon Pengantin Pria di Jeneponto Hancur
-
Muhammadiyah Sindir Tata Kelola Kampus: Hindari Personal, Keluarga, dan Kelompok