Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Senin, 28 November 2022 | 13:49 WIB
Syahrir Cakkari, kuasa hukum terdakwa kasus pelanggaran HAM Berat di Paniai Papua, Senin 28 November 2022 [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara Tambing]

SuaraSulsel.id - Mayor Inf (Purn) Isak Sattu, terdakwa kasus pelanggaran HAM berat di Paniai, Papua minta dibebaskan dari segala tuntutan dan dakwaan jaksa. Ia mengaku hanyalah korban dari tragedi yang terjadi pada 7-8 Desember 2014.

Isak sebelumnya dituntut 10 tahun penjara oleh JPU. Ia disebut terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) saat masih bertugas sebagai Perwira Penghubung Koramil 1705/ Paniai.

"Saya benar-benar tidak melakukan perbuatan melanggar HAM berat di Paniai Papua pada tanggal 7-8 desember 2014. Saya juga hanya korban," kata Isak sambil terisak saat membacakan pembelaan atau pledoi di Pengadilan Negeri Makassar, Senin, 28 November 2022.

Dalam surat pembelaannya yang ditulis tangan, Isak meminta hakim untuk mempertimbangkan beberapa hal untuk dibebaskan. Ia mengaku tulang punggung keluarga.

Baca Juga: Kuasa Hukum Minta Terdakwa Kasus Pelanggaran HAM Berat Dibebaskan

"Saya tulang punggung keluarga. Anak belum ada yang bekerja. Saya juga pengurus majelis gereja di Biak, Papua," ungkapnya.

"Saya mengabdi kepada negara 37 tahun dengan setia. Saya sudah tua, jalan 62 tahun. Sebelumnya, saya tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin militer ataupun tindak pidana umum. Saya juga mendapat penghargaan satya lecana karena mengabdi ke negara," lanjutnya.

Isak mengatakan tuntutan dan dakwaan jaksa terlalu dipaksakan. Dimana, ia hanya dijadikan pelaku tunggal dari kasus ini.

Padahal, ada banyak pihak yang turut terlibat. Seperti anggota polisi dan TNI Angkatan Udara (AU) saat kejadian.

Bahkan ada korban yang diduga ditembak dari arah tower AU ke tempat korban meninggal dunia. Tembakan diduga dari timsus Paskhas AU.

Baca Juga: Tewas Misterius Dengan Kondisi Penuh Luka Dan Peti Jenazah Tergembok, Apa Sebab Di Balik Kematian Prada Indra?

"Saya dijadikan terdakwa tunggal dari sekian banyak saksi-saksi yang diperiksa. Tidak ada anggota polisi ataupun AU yang dijadikan terdakwa, padahal mereka yang lebih berpotensi jadi terdakwa," tegasnya.

Dari hasil investigasi tim gabungan pencari fakta (TGPF) juga belum mampu mengungkap pelaku sebenarnya saat ini. Mereka bekerja tidak maksimal dengan alasan waktu tidak mencukupi.

JPU juga berpendapat bahwa terdakwa membiarkan penyerangan kepada penduduk sipil. Namun menurut Isak, ia sudah melakukan pencegahan sesuai prosedur yang berlaku.

"JPU juga tidak mendalami tembakan dari pihak kepolisian. Padahal ada berapa anggota polisi termasuk anggota Brimob yang turun. Mereka berpotensi menjatuhkan korban meninggal dunia dan luka-luka," ucapnya. (Antara)

Load More