SuaraSulsel.id - Sejumlah pejabat di Daerah Otonomi Xizang atau Tibet dan Provinsi Hainan, China, dicopot dan ditahan. Atas kelalaiannya dalam menjalankan tugas sehingga muncul gelombang baru kasus COVID-19.
Hingga Selasa tercatat delapan pejabat, termasuk dari jajaran Komisi Kesehatan dan Pusat Pengendalian Penyakit Menular Tibet yang dicopot.
Gelombang kasus di wilayah barat daya daratan Tiongkok itu menjadi perhatian besar. Karena daerah-daerah lain sudah bersih.
Sebanyak 502 kasus baru ditemukan di Tibet pada Sabtu (13/8) sehingga totalnya menjadi 678 kasus.
Kasus COVID-19 di Tibet merupakan peristiwa terburuk. Karena sebelumnya hanya mendapatkan satu kasus sejak 2020, itu pun berasal dari penduduk setempat yang baru melakukan perjalanan dari Wuhan, Provinsi Hubei.
Akibat gelombang baru, sejumlah kegiatan di Tibet ditunda.
"Kemungkinan besar kegiatan baru bisa dilaksanakan pada September mendatang," kata staf Kantor Informasi Dewan Negara China (SCIO) mengabarkan kepada ANTARA Beijing mengenai pembatalan penyelenggaraan Forum Pembangunan Tibet yang digelar di Kota Lhasa pada 18-24 Agustus 2022.
Demikian halnya dengan Forum Bisnis yang rencananya digelar pada 14-20 Agustus di ibu kota Tibet itu juga batal.
Sementara itu, enam pejabat di Pulau Hainan di wilayah selatan China dikenai sanksi administrasi seiring dengan ditemukannya 7.736 kasus positif COVID-19 dalam dua pekan sejak 1 Agustus.
Baca Juga: Pernah Kena Covid-19, Pembawa Acara Indy Barends Takut Rayakan Kemerdekaan RI Bersama Keluarga
Dua pejabat di Kota Danzhou, Hainan, ditahan di sel kepolisian setempat karena kedapatan bemain poker dan judi saat masyarakat setempat sedang membutuhkan bantuan akibat serangan gelombang pandemi.
Tiga staf Distrik Qiongshan, Kota Haikou, dikenai hukuman karena meninggalkan tugasnya lebih dini pada saat tanggap darurat COVID-19.
Wakil Kepala Komisi Kesehatan Kota Sanya, Lin Hui menghadapi tim investigasi komisi disiplin karena kelalaiannya dalam mengatur saluran telepon hotline COVID-19.
Seorang operator telepon dipecat karena kedapatan menelepon seseorang hingga 90 menit, padahal telepon hotline tersebut seharusnya untuk memberikan pelayanan kesehatan mental warga terdampak COVID-19.
Sanya, kota wisata di Pulau Hainan, terkena dampak paling parah gelombang terbaru COVID-19 yang bertepatan dengan liburan musim panas itu.
Hampir 10.000 wisatawan yang telantar di Sanya akhirnya berhasil dipulangkan ke daerah masing-masing di China selama 9-13 Agustus. (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Rp100 Ribu per Tabung! Untung Besar Pengoplos Gas Subsidi di Gowa
-
Cek Fakta: Viral Beras SPHP Meledak Saat Dimasak, Benarkah Plastik?
-
'Saat Pandemi Kami Hampir Mati, Sekarang Dimatikan Birokrasi': 8 Tuntutan Nakes Sulsel
-
Siapa Layak Pimpin Unhas? UGM Uji Kemampuan 6 Bakal Calon Rektor
-
Aplikasi Ini Bikin Warga Sulsel Lebih Mudah Akses Produk Hukum?