Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Senin, 01 Agustus 2022 | 15:00 WIB
Hadijah Maskun (kerudung merah muda) didampingi kuasa hukum, menuntut agar Polres Bolsel menindak tegas oknum polisi yang merekayasa kasus narkoba. Sehingga ia dikurung penjara 61 hari [BeritaManado.com]

SuaraSulsel.id - Perempuan asal Desa Molibagu, Kabupaten Bolmong Selatan (Bolsel), Sulawesi Utara mengaku jadi korban rekayasa kasus oleh anggota kepolisian.

Mengutip BeritaManado.com -- jaringan Suara.com, ibu rumah tangga bernama Hadijah Maksun (48 Tahun) sehari-harinya berjualan nasi kuning di kompleks rumahnya itu, pada Desember 2021 tiba-tiba dituduh sebagai pengguna narkotika jenis sabu.

Empat petugas kepolisian Polres Bolsel kemudian datang ke rumahnya untuk menangkap Hadija Maksun.

Hadijah kenudian bahkan dijebloskan dalam penjara selama 61 hari. Sampai dilakukan SP3 oleh Polres Bolsel dan dinyatakan bebas pada Februari 2022.

Baca Juga: Tim Khusus Bentukan Kapolri akan Sampaikan Hasil Uji Balistik Kasus Penembakan Brigadir J di Rumah Ferdy Sambo

Dalam keterangan kepada BeritaManado.com, Sabtu (30/7/2022), Hadijah membeberkan beberapa kejanggalan yang ia alami saat ditangkap.

Saat ditangkap di rumahnya di Desa Molibagu, Kabupaten Bolsel, Hadijah bersikeras untuk tidak dibawa ke kantor polisi. Karena dirinya tidak pernah menggunakan narkoba jenis apa pun.

Saat dipaksa untuk digelandang ke Polres Bolsel, Hadijah meminta izin untuk mengganti pakaian. Karena sedang sakit (pendarahan) lantaran penyakit miom.

Namun alasan sakit tak diterima polisi. Sehingga Hadijah pun terpaksa melucuti celananya di depan petugas. Menunjukan sakit pendarahan yang dideritanya. Untuk meyakinkan Briptu Muhammad Firliawan Gobel dan kawan-kawan bahwa alasannya tak dibuat-buat.

Setelah melucuti celana, Hadijah baru diizinkan untuk berganti. Selanjutnya, ia dikawal empat anggota menaiki mobil patroli.

Baca Juga: Respon Kasus Siswi yang Dipaksa Pakai Jilbab, Disdikpora Bantul: BK Bukan Polisi Sekolah

Dalam perjalanan petugas singgah di rumah makan, sementara Hadijah Maskun dibiarkan sendiri dalam mobil.

Selesai makan, oknum anggota polisi bernama Briptu Muhammad Firliawan Gobel justru membawa Hadijah ke salah satu penginapan.

Bersamaan itu, muncul salah satu petugas untuk membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terhadap dirinya.

“Dan di penginapan yang terdapat di Molibagu itu, Briptu Muhammad melakukan rekayasa. Dia mengeluarkan satu paket sabu, kemudian menyatakan kalau paket itu adalah milik saya. Saya tidak pernah punya barang haram itu,” ujar Hadijah.

Bantahan Hadijah tak digubris, dia secara paksa dibawa ke Polsek Molibagu untuk alasan penahanan, setelah itu dia dirujuk ke Badan Nasional Narkotika (BNN) Provinsi Sulawesi Utara untuk diperiksa.

“Hasil BNN, saya negatif menggunakan narkotika. Namun saya sudah dikurung selama 61 hari, kemudian dibebaskan dan kasus SP3,” lanjut Hadijah.

Sidang kode etik terhadap anggota Polres Bolsel yang diduga merekayasa kasus, Rabu (27/7/2022) [BeritaManado.com]

Korban Tidak Terima Dengan Perlakuan Polisi

Atas hal yang ia alami, Hadijah lantas mengejar keadilan. Ia melaporkan oknum-oknum polisi yang menangkapnya dan diduga merekayasa kasus tersebut.

Termasuk Briptu Muhammad Firliawan Gobel yang dianggap melakukan rekayasa kasus penangkapan terhadap Hadija Maksun dan memegang barang bukti sabu-sabu yang dituduh sebagai milik Hadijah.

Rabu (27/7/2022) lalu, sidang kode etik yang dilakukan Polres Bolsel terhadap Britpu Muhammad Firliawan Gobel yang diduga melakukan rekayasa kasus narkoba, berlangsung ricuh.

Awalnya sidang yang dipimpin Wakapolres Bolsel Kompol Dadang Suhendra, diagendakan berlangsung pukul 09.00 Wita. Namun baru dimulai pukul 16.40 Wita tanpa alasan jelas.

Hal ini memicu konflik dari pelapor Hadija Maksun (48) dan keluarga yang merasa Polres Bolsel mencoba melindungi terlapor. Kericuhan pun pecah saat sidang baru akan dimulai.

Konflik dipicu ketika sejumlah polisi melarang keluarga mengikuti jalannya sidang. Karena sidang akan digelar tertutup.

Mendapat perlakuan yang menurut keluarga tak sesuai aturan, mereka kemudian berteriak-teriak histeris. Karena merasa sidang kode etik terkesan melindungi oknum anggota yang merekayasa kasus narkoba. Hingga Hadija Maksun dijebloskan ke balik jeruji selama 61 hari sejak Desember 2021.

“Ini ada yang tidak beres, pihak Polres Bolsel dalam hal ini pak Kapolres seperti melindungi oknum anggota (Terlapor). Ada apa? Apakah karena duit? Sehingga Kapolres melindungi yang bersangkutan? Kami minta kejelasan atas kasus ini,” kata salah satu keluarga Safira Maksun, sambil berteriak histeris serta membanting-banting dirinya di depan Wakapolres selaku pimpinan sidang kode etik.

Hampir satu jam kericuhan berlangsung akhirnya bisa teratasi setelah sejumlah anggota dan pihak pengacara korban, membujuk keluarga untuk tetap tenang.

Namun, sidang akhirnya ditunda dan direncanakan akan dilanjutkan pada Senin (1/8/2022) hari ini.

Secara terpisah, Wakapolres Bolsel Kompol Dadang saat dikonfirmasi alasan melarang keluarga masuk ke lokasi sidang karena bahwa sidang kode etik berlangsung tertutup.

“Kami hanya mengundang saksi, sidang ditunda lantaran tidak dibuka untuk umum dan bersifat tertutup,” kata Dadang.

Lanjutnya, sesuai peraturan Kapolri sidang kode etik polisi secara terbuka untuk kasus narkoba itu tidak berlaku, karena sudah berkoordinasi dengan AKP Felix selaku akreditor dari Polda Sulut.

“Itu tertutup karena atas perintah AKP Felix selaku akreditor dari Polda Sulut, dan sidang kami tunda untuk selanjutnya diagendakan kembali,” lanjutnya.

Sebelumnya Kapolres Bolsel AKBP Ketut Suryana, menyatakan sudah memberikan sanksi disiplin kepada lima anggota polisi. Namun kenyataannya Briptu Muhammad masih bertugas seperti biasa dan tidak ada permintaan maaf kepada Hadijah.

Load More