SuaraSulsel.id - Salah satu orang tua korban kasus dugaan pelecehan seksual oleh oknum dosen Universitas Negeri Makassar (UNM) di Kota Makassar curhat di media sosial.
Ia mengaku terpaksa mengurus surat rujukan untuk membawa anaknya ke ahli jiwa.
"Saya ke Puskesmas mengurus rujukan untuk ke ahli jiwa. Anak saya sakit tidak bisa makan dan tidur," tulis orang tua dari salah satu korban.
Ia mengaku terpukul dengan kejadian ini. Apalagi setelah pihak universitas menyimpulkan bahwa apa yang dilakukan oknum dosen tidak masuk dalam kategori pelecehan.
Padahal, ia sangat punya harapan besar terhadap anaknya. Bisa menjadi lulusan UNM dan berguna untuk banyak orang.
Namun saat ini kondisi anak itu memprihatinkan. Ia sedang sakit dan tidak masuk kuliah.
"Tapi mereka sudah hilang betul moralnya. Coba bayangkan, hati ibu mana yang tidak hancur. Melihat mental dan badan anak ikut sakit? Anak saya pulang ke kampung," ungkapnya.
Sebulan berlalu, kasus ini belum juga menemui titik terang. Padahal ada puluhan mahasiswa yang mengaku jadi korban pelecehan oknum dosen Kampus UNM.
Oknum dosen tersebut juga masih bisa melakukan aktivitas seperti biasa. Masih mengajar di Fakultas Teknik UNM.
Baca Juga: Parah! Mahasiswi UNM Korban Pelecehan Seksual Dipertemukan Dengan Terduga Pelaku Kembali Dilecehkan
Ketua Divisi Perempuan Anak dan Disabilitas LBH Makassar Resky Pratiwi mengaku heran, jika perbuatan oknum dosen UNM dianggap tidak masuk dalam kategori pelecehan. Padahal terduga pelaku meraba dan tidur di pangkuan korban.
"Itu sudah kategori pelecehan fisik. Belum lagi pelecehan verbal atau lewat kata-kata," ujar Resky, Kamis, 23 Juni 2022.
Ia mengaku LBH Makassar dan LBH Apik saat ini sedang mendampingi empat korban pelecehan. Mereka mengaku mengalami perlakuan yang tidak pantas dari oknum dosen UNM saat konsultasi skripsi.
Sidang kode etik terhadap oknum dosen UNM tersebut sudah dilakukan. Pelaku dan korban sudah dimintai keterangan.
Beberapa korban mengaku kecewa, sebab pada saat sidang, pihak kampus seolah menyalahkan mahasiswa yang menjadi korban. Contohnya dengan mengeluarkan perkataan, jika sudah merasa dilecehkan, kenapa masih harus datang konsultasi.
Padahal menurut korban, konsultasi itu wajib. Mereka harus melakukannya agar bisa segera lulus.
Berita Terkait
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
Harga Emas Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Sentuh Rp 2,4 Juta di Pegadaian, Antam Nihil!
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
Terkini
-
Taufan Pawe Usul Peradilan Khusus Pemilu: 14 Hari Penyidikan Terlalu Singkat
-
Trans Sulawesi Jalur 'Hitam' Pupuk Subsidi? Polda Sulbar Amankan Ratusan Karung
-
Kisah 6 Orang Makassar Tewaskan 300 Tentara di Thailand
-
Hamil Muda Jualan Skincare Ilegal, IRT di Kendari Terancam 12 Tahun Penjara
-
902 Siswa Disabilitas Dapat Bantuan Tabungan Pendidikan dari Gubernur Sulsel