Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Kamis, 23 Juni 2022 | 14:28 WIB
Sidang gugatan terhadap enam media di Kota Makassar kembali digelar di Pengadilan Negeri Makassar, Kamis 23 Juni 2022 [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara Tambing]

SuaraSulsel.id - Sidang gugatan terhadap enam media di Kota Makassar kembali digelar. Agenda kali ini pemeriksaan saksi dari pihak penggugat.

Ada tiga saksi yang dihadirkan pada persidangan di pengadilan Negeri Makassar, Kamis, 23 Juni 2022. Mereka disebut sebagai orang yang terlibat pada pengukuhan lembaga adat kerajaan Tallo tahun 2016 lalu.

Salah satu kuasa hukum tergugat, Esa Mahdika mengatakan, ketiga saksi yang dihadirkan tidak tahu menahu soal delik perkara persidangan. Bahkan salah satu saksi mengaku baru tahu kasus ini setelah dikirimi pesan oleh penggugat, minggu lalu.

Saat itu, perusahaan tempat bekerja saksi tersebut adalah salah satu investor yang akan berinvestasi di Kota Makassar. Namun karena pemberitaan di media, investasi kemudian dibatalkan.

Baca Juga: Calon Haji Belajar Menggunakan Toilet Pesawat di Asrama Haji Makassar

"Tapi saksi ini juga gak tahu apa-apa, bahkan ditanya sama majelis hakim ditahu kelanjutan dari tahun 2016? dia tidak tahu. Kenapa tidak tahu? karena perusahaannya sudah tidak terlibat, bosnya sudah meninggal. Sudah tidak ada hubungannya lagi, dia tidak tahu," ujar Esa.

Begitu pun dengan saksi yang mengaku sebagai salah satu ketua koordinator pada saat kegiatan. Namun saat ditanya oleh majelis hakim, saksi tidak bisa menjelaskan tugasnya.

"Dia mengaku bertugas sebagai koordinator, tapi bertugas juga antar jemput tamu. Setahu kami kalau namanya ketua tidak mungkin sebagai driver, apalagi katanya yang datang tamu-tamu negara. Pasti ada protokol. Gak mungkin sebagai menteri disopiri orang yang gak dikenal, bagaimana keselamatannya?," ungkapnya.

Saksi juga mengaku saat itu bertugas pada tanggal 16 Maret 2016. Sementara media baru melakukan peliputan pada tanggal 18 Maret.

Kuasa hukum juga menanyakan, kenapa penggugat tidak menggugat narasumber di dalam berita. Padahal mereka yang menyatakan bahwa penggugat adalah raja palsu.

Baca Juga: Ngenes, Viral Komentar Lelaki yang Pergoki Kekasihnya Tertangkap Basah Selingkuh dalam Video Random di YouTube

"Ini sudah jelas menjadi kabur. Yang kami yakini bahwa saksi yang dihadirkan tiga orang tidak bisa menjelaskan mengenai delik kasus. Bahkan saksi yang kedua, hanya tahu sumber dari RRI tapi pas ditanya lagi, gak ada satu pun sumber yang menyebut Akbar Amir. Tidak ada juga menerangkan mengenai raja palsu Tallo. Jadi dibantah sendiri oleh saksinya. Bagi kami kasus ini sudah terang benderang," ungkapnya.

Seperti diketahui, kasus gugatan Rp100 triliun terhadap media di Makassar, berawal saat Pembela Kesatuan Tanah Air Indonesia Bersatu (PEKAT) menggelar konferensi pers di Hotel Grand Celino Makassar pada 18 Maret 2016.

Konferensi pers tersebut menghadirkan narasumber dua orang keturunan langsung dari Raja Tallo, yaitu H Andi Rauf Maro Daeng Marewa dan Hatta Hasa Karaeng Gajang.

Setelah hampir enam tahun kemudian, pada Januari 2022, muncul tiba-tiba gugatan di Pengadilan Negeri Makassar.

Penggugat menggunakan dasar dan alasan melayangkan gugatan karena pemberitaan hasil konferensi pers yang menyebut M. Akbar Amir bukan keturunan Raja Tallo.

Penggugat mengaku kehilangan sejumlah investasi dengan nilai triliunan rupiah. Salah satunya pembangunan Pulau Lakkang berdasarkan Heads Of Agreement "Royal Tallo Rivertfront City Resort" dengan tema The Regency Of Sulawesi tanggal 24 Juni 2014 (jauh sebelum ada Konferensi Pers dari keturunan Raja Tallo) dengan nilai Rp100 triliun dengan taksiran kerugian dari keuntungan yang tidak diterima sebesar 50 persen dari nilai investasi menjadi Rp50 triliun.

Enam media dituding melakukan perbuatan melawan hukum. Karena dianggap merugikan atau mencemarkan nama baik penggugat. Sehingga meminta PN Makassar untuk menghukum enam media tersebut dengan membayar ganti rugi senilai Rp100 triliun.

Namun, pihak penggugat langsung melakukan gugatan perdata di PN Makassar tanpa menempuh mekanisme sengketa pers sebagaimana diatur UU Pers No 40/99.

Kasus ini sudah memasuki persidangan sejak Februari 2022. Ada enam media yang masuk dalam gugatan yakni Antara News, Terkini News, Celebes News, Makassar Today dan Kabar Makassar dan RRI.

Ketua Komisi Peneliti, Pendataan dan Ratifikasi Dewan Pers Ninik Rahayu juga menilai proses sidang perdata terhadap enam media di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), cacat formil. Gugatan itu menyalahi prosedur karena mengesampingkan regulasi organik, yakni Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

Ninik menilai kasus gugatan enam media di Makassar bukan bagian dari kompetensi pengadilan, meski ada pasal dalam Undang-undang Kekuasaan Kehakiman yang diartikan bahwa pengadilan tak boleh menolak gugatan.

"Memang tidak boleh menolak perkara, tapi kalau tahu itu sengketa pers yah janganlah (disidangkan)," ujarnya.

Ninik juga menyoal aspek formil, dimana tidak ada putusan sela setelah sidang eksepsi yang disampaikan pihak tergugat di PN Makassar. Ninik menilai bahwa telah terjadi kekeliruan pelaksanaan hukum acara perdata dalam proses sidang tersebut.

"Info yang saya dapat sela nanti diputus di belakang, itu yang saya juga heran. Padahal atas putusan sela inilah para tergugat berkepentingan bahwa kalau ini bukan kewenangan pengadilan harusnya pengadilan berani memutuskan untuk tidak menerima gugatan itu," tegasnya.

Selain itu, aspek material atau tuduhan melawan hukum yang dialamatkan ke enam media, kata Ninik, juga belum dapat dibuktikan. Padahal yang dipersoalkan penggugat terkait status dirinya sebagai Raja.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More