Sementara tuntutan untuk menggunakan energi hijau yang lebih ramah lingkungan, sudah menjadi kesepakatan internasional untuk mendukung penurunan gas emisi (net zero emissions/ NZE) atau netralitas karbon.
Pemerintah Indonesia sendiri telah menargetkan nol emisi karbon itu pada 2060, yang tentu saja membutuhkan dukungan pihak swasta dan masyarakat.
Potensi biogas
Potensi energi biogas merupakan salah satu bagian dari berbagai jenis energi baru terbarukan (EBT) di Sulsel yang tergolong besar, setelah potensi sumber daya angin dan air. Potensi itu mulai dikembangkan di Sulsel pada awal 2000.
Hanya saja, perkembangannya di lapangan masih terbilang lamban, hingga akhirnya masuk bantuan dan kerja sama dari Organisasi Pembangunan Belanda (HIVOS) dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bappenas dan pemerintah daerah setempat pada 2013.
Sejak itu, pemanfaatan kotoran sapi untuk sumber energi biogas mulai digencarkan hingga ke pelosok desa.
Walhasil, pengembangan biogas sejak 2013 hingga 2020 berdasarkan data Dinas ESDM Sulsel tercatat 2.500 unit. Kemudian pengembangannya sempat mengalami stagnan pada awal pandemi COVID-19.
"Pengadaan sarana energi biogas dalam dua tahun masa pandemi sempat melambat, karena keterbatasan anggaran akibat refocusing anggaran pada masa pandemi COVID-19," kata Kepala Bidang EBT dan Kelistrikan, Dinas Energi Sumber Daya Mineral Sulsel Amrani S Suhaeb.
Kendati demikian, lanjut dia, pemerintah daerah pada Tahun 2020 masih berusaha melakukan pengembangan energi biogas, hingga ada penambahan 24 unit.
Sementara mengenai potensi energi dari biogas di Sulsel, dia mengatakan dari sekitar 2 juta populasi sapi di daerah itu, separuhnya saja dapat menghasilkan sekitar 500 ribu kubik gas per hari.
Kalkulasi sederhananya, peternak dengan dua ekor sapi yang dimiliki, apabila pengelolaan kotorannya baik, maka akan menghasilkan 0,5–2 kubik gas per hari.
Menurut Amrani, energi biogas dari limbah atau kotoran sapi merupakan salah satu dari jenis EBT yang dapat mempercepat bauran EBT, sekaligus mendorong pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Karena itu, ia mengharapkan agar petani atau peternak yang memiliki sapi untuk memanfaatkan kotoran sapinya menjadi energi biogas. Selain dapat menutupi kebutuhan energi gas untuk memasak, juga dapat digunakan untuk penerangan, seperti di Desa Benteng Gajah, KecamatanTompo Bulu, Kabupaten Maros.
Sedikitnya ada 30 instalasi digester biogas kotoran sapi yang dibangun di desa tersebut dimanfaatkan warga setempat untuk mengganti LPG sebagai bahan bakar memasak dan penerangan.
Hal itu diakui salah seorang warga Desa Benteng Gajah Nursiah.
Berita Terkait
Terpopuler
- 10 Sunscreen untuk Flek Hitam Terlaris di Shopee yang Bisa Kamu Coba
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- Lebih Murah dari Innova Zenix: 5 Mobil 7 Seater Kabin Lega Cocok untuk Liburan Keluarga Akhir Tahun
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- 7 Mobil 8 Seater Termurah untuk Keluarga, MPV hingga SUV Super Nyaman
Pilihan
-
Tukin Anak Buah Bahlil Naik 100 Persen, Menkeu Purbaya: Saya Nggak Tahu!
-
Menkeu Purbaya Mau Tangkap Pelaku Bisnis Thrifting
-
4 HP Memori 256 GB Paling Murah, Cocok untuk Gamer yang Ingin Install Banyak Game
-
Disebut Menteri Berbahaya, Menkeu Purbaya Langsung Skakmat Hasan Nasbi
-
Hasan Nasbi Sebut Menkeu Purbaya Berbahaya, Bisa Lemahkan Pemerintah
Terkini
-
Misteri Kematian Mahasiswa UNG Saat Diksar: Kuburan Digali, 8 Sampel Diambil
-
Edukasi ABCDE: Cara Mudah Kenali Gejala Kanker Kulit Sejak Dini
-
Warga Samalona Hemat Rp2,7 Juta per Bulan Berkat SuperSUN
-
Dulu Dipenjara, Sekarang Jadi Juragan Kosmetik Ilegal! Influencer Ini Kembali Berulah
-
Mamuju Diterjang Banjir! BPBD Sulbar Siagakan Tim Reaksi Cepat