Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Kamis, 19 Mei 2022 | 20:12 WIB
Ilustrasi tenaga kesehatan (Shutterstock)

SuaraSulsel.id - Kepala Dinas Kesehatan Maluku Zulkarnaen, mengungkapkan dana jasa pelayanan COVID-19 untuk tenaga kesehatan (Nakes) tahun 2020 Hangus atau tidak dapat dicairkan oleh pemerintah. Akibat keterlambatan pengusulan pencairan.

"Verifikasi terakhirnya dilakukan pada November 2021, namun karena tidak lengkap seperti pelayanan pasien COVID-19 tanpa disertai data pendukung, maka tidak bisa dilakukan pembayaran," kata Kepala Dinas Kesehatan Maluku, Zulkarnaen, Kamis 19 Mei 2022.

Penjelasan Kadinkes ini disampaikan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPRD Maluku dipimpin wakil ketua komisi, Ruslan Hurasan.

Dia mencontohkan penanganan pasien COVID-19 harus disertai hasil pemeriksaan PCR sebagai data pendukung baru bisa diusulkan ke Kemenkes RI. Tetapi kalau tidak ada data pendukungnya, maka anggarannya tidak bisa dicairkan.

Baca Juga: Demo Mahasiswa Tuntut Setop Perampasan Tanah Adat di Maluku

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Maluku, Ruslan Hurasan mengingatkan sebaiknya jangan ada bahasa "Hangus". Karena Rp36 miliar itu dana yang cukup besar.

"Kesannya itu menghapus keringat atau kerja keras para nakes dengan tidak manusiawi," ujarnya.

"Harusnya dibilang Rp36 miliar itu tidak bisa dicairkan oleh pemerintah. Karena sesuai ketentuannya ada keterlambatan pengusulan pencairan oleh Dinkes," tegasnya.

Keterlambatan pengusulan ini akan menjadi bahan evaluasi ke depan agar tidak terulang lagi, dan diharapkan semua hal yang berhubungan dengan masalah administrasi pengusulan pencairan dana harus disiapkan secara matang dan lengkap.

"Hanya karena administrasi, hak orang lain jadi tidak terbayarkan. Padahal ada anggaran yang memang sudah disiapkan oleh pemerintah," tandas Ruslan.

Baca Juga: Wakil Ketua Komisi IX DPR Klaim Revisi UU Kedokteran Dorongan Masyarakat

Komisi IV juga meminta Direktur RSUD Haulussy Ambon yang baru, dr. Nazarudin untuk menginventarisir semua persoalan internal yang ada di RSUD tersebut.

Yang paling utama adalah keterlambatan klaim BPJS dan menjadi beban utang rumah sakit.

Kalau terhitung sejak Januari 2022 sesuai surat itu hampir mencapai Rp42 miliar untuk biaya obat-obatan dan yang lainnya, sehingga komisi meminta ada koordinasi intens dengan BPJS.

Sebab klaim BPJS sesuai aturan hanya tujuh hari, dan kalau pasien dirawat 10 hari, maka empat hari ditanggung oleh pihak rumah sakit. Namun karena keterbatasan maka dibebankan lagi kepada pasien. (Antara)

Load More