SuaraSulsel.id - Jaksa Agung Republik Indonesia Sanitiar Burhanuddin mengatakan bahwa para pembentuk Undang-Undang dan aparat penegak hukum perlu mengkaji ulang frasa "pengulangan tindak pidana".
Khususnya terkait Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Ini merupakan suatu ikhtiar kami. Ikhtiar kejaksaan dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi melalui perluasan secara progresif pengertian pengulangan tindak pidana di dalam hukum pidana," kata Burhanuddin.
Pernyataan tersebut disampaikannya pada kuliah umum bertajuk Efektivitas Penanganan Hukum dan Ekonomi dalam Kasus Megakorupsi: Studi Kasus Jiwasraya yang disiarkan di kanal YouTube Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Rabu.
Baca Juga: KPK Segera Implementasi Perjanjian Ekstradisi, Kejar Buronan Koruptor di Singapura
Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 menyatakan bahwa salah satu keadaan tertentu yang dapat menjadi pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi adalah apabila pelaku melakukan pengulangan tindak pidana korupsi.
Di sisi lain, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), seseorang dapat dikategorikan melakukan pengulangan tindak pidana apabila melakukan kembali perbuatan pidana setelah kembali ke masyarakat pasca menjalani hukuman pidana yang sebelumnya telah dijatuhi hukuman putusan hakim.
"Itu adalah residivis di dalam KUHP. Akan tetapi, yang berkembang saat ini adalah bagaimana terhadap kasus korupsi yang baru terungkap saat yang bersangkutan telah berstatus terpidana?” kata dia.
Ia mencontohkan kasus Jiwasraya dan Asabri yang melibatkan Heru Hidayat. Majelis hakim telah menyatakan Heru Hidayat bersalah dan menjalani hukuman penjara seumur hidup akibat kasus Jiwasraya. Akan tetapi, ketika kasus Asabri terungkap, Heru Hidayat kembali menjadi tokoh penting dalam kasus tersebut.
"Kejaksaan mengambil sebuah terobosan hukum di sini dengan menuntut terdakwa dengan tuntutan hukuman mati,” katanya.
Baca Juga: Demi Keadilan, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin Beri Sinyal Hukuman Mati Bagi Koruptor
Akan tetapi, majelis hakim menjatuhkan sanksi pidana pokok berupa vonis nihil. Padahal, tutur Burhanuddin melanjutkan, kerugian yang ditanggung oleh Negara akibat kasus Asabri mencapai Rp22 triliun.
Oleh karena itu, dia berpandangan bahwa pembahasan mengenai frasa "pengulangan tindak pidana" ini sangatlah penting.
Memperluas definisi dari frasa "pengulangan tindak pidana" dapat memungkinkan kejaksaan untuk menggunakan itu sebagai pemberatan pidana dan berujung pada penjatuhan hukuman mati. (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Pilihan HP Samsung Murah Harga Rp1 Jutaan: RAM 6 GB, Performa Terbaik
- Keluarkan Rp7 Juta untuk Tebus Ijazah Eks Satpam, Wamenaker Noel: Perusahaan Membangkang Negara
- 8 Rekomendasi HP Harga Rp1 Jutaan Spesifikasi Tinggi: Layar AMOLED, Kamera 50 MP!
- 5 Mobil Keluarga Terbaik yang Kuat Tanjakan, Segini Beda Harga Bekas vs Baru
- 6 Mobil Matic Bekas di Bawah Rp 40 Juta: Cocok untuk Pemula dan Ramah di Kantong
Pilihan
-
Daftar Rekomendasi Mobil Bekas Favorit Keluarga, Kabin Lapang Harga di Bawah Rp80 Juta
-
6 Mobil Bekas Kabin Luas Bukan Toyota, Harga di Bawah Rp80 Juta Pas Buat Keluarga!
-
3 Mobil Toyota Bekas di Bawah Rp80 Juta: Kabin Lapang, Hemat Bensin dan Perawatan
-
Catatan Liputan Suara.com di Jepang: Keajaiban Tas, Uang dan Paspor Hilang Kembali ke Pemilik
-
Proyek Rp1,2 Triliun Kerap Bermasalah, Sri Mulyani Mendadak Minta Segera Diperbaiki
Terkini
-
Polisi Tembak TNI Gadungan Pencuri Emas dan Ponsel Warga
-
53 Ribu Roti Gratis Dibagikan ke Warga Makassar
-
Petani Sinjai Merana: Banjir 2 Meter Ancam Gagal Panen 4 Hektare Sawah
-
Dari Maros ke Barru Cuma Rp10 Ribu! Ini Jadwal dan Rute Kereta Api Sulawesi Selatan
-
Rebutan Pulau, Sengketa Panas Sulsel dan Sultra di Laut