SuaraSulsel.id - Majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis nihil kepada Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat ditambah kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp12,643 triliun dalam perkara korupsi PT Asabri dan tindak pidana pencucian uang.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Heru Hidayat terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan korupsi sebagaimana dakwaan kesatu primer dan pencucian uang sebagaimana dakwaan kedua primer. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana nihil," kata ketua majelis hakim Ignatius Eko Purwanto di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Selasa.
Vonis tersebut berbeda dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung yang menuntut agar Heru Hidayat dijatuhi hukuman mati.
Heru Hidayat juga diwajibkan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp12,643 triliun dikurangi dengan aset-aset yang sudah disita dan bila tidak dibayar harta bendanya akan disita untuk membayar uang pengganti tersebut.
Majelis hakim sepakat bahwa Heru terbukti melakukan perbuatan dalam dua dakwaan yaitu dakwaan pertama pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU RI No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
"Ancaman perampasan kemerdekaan berdasarkan pasal 2 ayat 1 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah pidana penjara seumur hidup dan ketentuan pasal 67 KUHP menyatakan jika terdakwa telah divonis seumur hidup di samping tidak bileh dijatuhkan hukuman pidana lain kecuali pencabutan hak-hak tertentu dan pengumuman majelis hakim," kata hakim anggota Ali Muhtarom.
Menurut hakim, Heru Hidayat telah terbukti melakukan pidana sebagaimana dakwaan kesatu dan kedua primer.
"Tapi undang-undang secara imperatif menentukan jika orang dijatuhi pidana mati atau seumur hidup di samping tidak boleh dijatuhi pidana selain pengumuman hukuman lain oleh majelis hakim sehingga majelis hakim mengatakan ketentuan tersebut mutlak harus dipedomani. Berdasarkan pertimbangan tersebut meski terdakwa bersalah tapi karena terdakwa telah dijatuhi hukuman seumur hidup maka pidana yang dijatuhi dalam perkara a quo adalah nihil," ungkap hakim Ali Muhtarom
Majelis hakim yang terdiri Ignatius Eko Purwanto, Saifuddin Zuhri, Rosmina, Ali Muhtarom, Mulyono Dwi Purwanto menegaskan tidak setuju dengan tuntutan hukuman mati terhadap Heru Hidayat.
Baca Juga: Pakar Hukum Bisnis Buka Suara Terkait Wacana Hukuman Mati di Kasus Asabri
"Majelis hakim tidak sependapat dengan penjatuhan hukuman mati yang dituntut penuntut umum karena penuntut umum telah melanggar azas penuntutan karena menuntut di luar pasal yang didakwakan," kata hakim anggota Ali Muhtarom.
Alasan kedua majelis hakim menolak menjatuhkan hukuman mati adalah bahwa penuntut umum tidak membuktikan kondisi-kondisi tertentu penggunaan dana yang dilakukan Heru Hidayat saat melakukan tindak pidana korupsi.
"Alasan ketiga, berdasarkan fakta di persidangan terbukti terdakwa melakukan tindak pidana korupsi saat situasi aman. Alasan keempat, terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara pengulangan sehingga beralasan untuk mengesampingkan tuntutan hukuman mati," tambah hakim anggota Ali Muhtarom.
Heru Hidayat diketahui sudah divonis penjara seumur hidup dalam perkara tindak pidana korupsi Jiwasraya yang sudah berkekuatan hukum tetap karena mengakibatkan kerugian negara senilai Rp16,807 triliun.
Terdapat sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan dalam perbuatan Heru Hidayat.
"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa bersama-sama terdakwa lain telah mengakibatkan kerugian negara yang sangat besar; perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme; perbuatan terdakwa terencana, terstruktur dan masif; perbuatan terdakwa menimbulkan 'distrust' atau ketidakpercayaan masyarakat terhadap kegiatan keasuransian dan pasar modal; perbuatan terdakwa bisa berdampak pada stabilitas negara dan tidak mengakui kesalahan," ungkap hakim anggota Rosmina
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
1.000 Relawan BUMN Dikerahkan Danantara dan BP BUMN ke Wilayah Bencana di Pulau Sumatra
-
Kunjungi Lokasi Bencana di Bener Meriah Aceh, Jusuf Kalla Janji Kirim Bantuan
-
Ini Daftar Daerah di Sulsel dengan Tingkat Kehamilan Anak Tertinggi
-
Kejaksaan Periksa Anak Buah Tito Karnavian: Dugaan Korupsi Bibit Nanas Rp60 Miliar
-
Ledakan Guncang Kafe di Makassar, Ini Dugaan Awal