Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Kamis, 06 Januari 2022 | 17:30 WIB
Koordinator KOMDA KIPI Sulsel Martira Maddeppungeng (kanan) menjelaskan soal hasil kajian Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi di Sulsel, Kamis, 6 Januari 2022 [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara Tambing]

Puskesmas juga sudah mengeluarkan surat keterangan agar sang anak tidak perlu divaksin. Namun pihak sekolah menolak.

"Kami minta kebijaksanaan tapi tetap ditolak karena katanya aturan dari Bupati itu wajib vaksin," tambahnya.

Hasan kemudian meminta opsi lain. Bagaimana agar Frienzy mengikuti pembelajaran secara online.

Pihak sekolah kemudian sepakat. Namun Hasan menganggap tidak berjalan maksimal karena pelajaran yang diberikan di sekolah tidak sama dengan yang didapatkan secara online.

Baca Juga: Dinas Kesehatan Kota Kendari: 2.583 Dosis Vaksin COVID-19 Kedaluwarsa

"Di sekolah empat mata pelajaran, kalau online kadang hanya dua. Tugas anak saya pun menumpuk kadang, anak ini jadi kesal. Stres," tambahnya.

Frienzy kemudian membujuk ayahnya agar divaksin saja. Hasan mengaku tak tega sebab anaknya sudah kelas III SMA.

Jika tidak divaksin, maka kelak sang anak akan sulit untuk mengikuti ujian. Desakan untuk vaksin kemudian diturutinya.

Hasan kemudian memeriksakan anaknya ke dokter interna. Semua tekanan, darah dan kondisi Frienzy diperiksa. Dokter ahli, kata Hasan, mengeluarkan surat keterangan bahwa Frienzy bisa divaksin.

"Namun lima menit setelahnya, Frienzy merasakan sesak napas, muntah, sakit kepala hebat, badan keram, menggigil hingga seluruh tubuh. Saat ini dirawat di rumah sakit," tuturnya.

Baca Juga: Joki Vaksinasi Terbongkar, Ganjar Beri Peringatan: Kita Itu Mau Melindungi

Hasan berharap kasus seperti ini tidak terjadi lagi. Pemerintah daerah harus mempertimbangkan kesehatan warganya dibanding fokus mengejar target vaksinasi.

Load More