SuaraSulsel.id - Program booster atau pemberian dosis penguat vaksin COVID-19 disebut tidak akan mengakhiri pandemi global secara tuntas.
Mengutip VOA, hal ini diungkapkan Direktur Jenderal Organisai Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Tedros menilai program tersebut akan memperpanjang pandemi.
Karena negara-negara miskin harus berjuang keras untuk memvaksinasi penduduk mereka akibat ketidaksetaraan akses terhadap vaksin.
Sementara pejabat kesehatan Amerika Serikat (AS) mendesak warganya yang berusia diatas 16 tahun untuk mendapatkan suntikan booster sebagai tindakan pencegahan atas merebaknya varian virus corona baru Omicron, banyak negara hingga kini belum memberikan dosis awal vaksin COVID-19 kepada sebagian besar penduduk mereka.
Negara-negara kaya menganggap program suntikan booster sebagai jawaban atas penyebaran cepat dari varian terbaru virus corona itu.
Tetapi dalam konferensi pers pada Rabu (22/12), Tedros mengatakan bahwa dengan melakukan hal itu justru akan menimbulkan efek sebaliknya.
“Program booster kemungkinan dapat memperpanjang pandemi, dan bukan mengakhirinya. Karena pasokan dialihkan ke negara-negara yang sudah punya cakupan vaksinasi yang luas, sehingga memberi virus lebih banyak peluang untuk menyebar dan melakukan mutasi,” katanya.
Menurut Pusat Data COVID-19 dari Johns Hopkins University, kini terdapat lebih dari 276 juta infeksi virus corona di seluruh dunia, dan 5,3 juta kematian yang diakibatkan oleh virus tersebut.
Baca Juga: Vaksinasi Covid-19 di Indonesia Lebihi Target WHO, Wapres Maruf: Kita Ingin Lebih dari Itu
AS memimpin dengan lebih dari 51 juta kasus terkonfirmasi dan 810 ribu kematian.
Tedros menekankan, ketidaksetaraan akses terhadap vaksin ini akan menyebabkan pandemi berlangsung terus-menerus. Negara-negara yang mengalami kesulitan akses terhadap dosis awal vaksin akan menjadi tempat subur bagi varian virus.
Sebagai contoh, para pakar kesehatan memperingatkan bahwa kemunculan varian Omicron berkaitan dengan ketidaksetaraan akses terhadap vaksin, menurut NBC News. Infeksi akibat varian ini diduga muncul dari pasien HIV Afrika Selatan, dimana hanya 26 persen penduduknya telah mendapatkan vaksin dosis penuh. (VOA)
Berita Terkait
Terpopuler
- Lagi Jadi Omongan, Berapa Penghasilan Edi Sound Si Penemu Sound Horeg?
- 5 Pemain Timnas Indonesia yang Bakal Tampil di Kasta Tertinggi Eropa Musim 2025/2026
- Kisah Pilu Dokter THT Lulusan UI dan Singapura Tinggal di Kolong Jembatan Demak
- Brandon Scheunemann Jadi Pemain Paling Unik di Timnas Indonesia U-23, Masa Depan Timnas Senior
- Orang Aceh Ada di Logo Kota Salem, Gubernur Aceh Kirim Surat ke Amerika Serikat
Pilihan
-
Gaduh Pemblokiran Rekening, PPATK Ngotot Dalih Melindungi Nasabah
-
Siapa Ivan Yustiavandana? Kepala PPATK Disorot usai Lembaganya Blokir Rekening Nganggur
-
Siapa Ratu Tisha? Didorong Jadi Ketum PSSI Pasca Kegagalan Timnas U-23
-
6 Rekomendasi HP dengan Kamera Canggih untuk Konten Kreator 2025
-
4 Rekomendasi HP Murah Vivo Memori Besar, Harga Terjangkau Sudah Spek Dewa
Terkini
-
Ambo Ala Terdakwa Uang Palsu Nangis Dituntut 6 Tahun Penjara
-
6 Cara PLN Menghindari Korsleting atau Arus Pendek Listrik di Rumah
-
7 Pelanggaran Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas di Sulawesi Selatan
-
Wali Kota Makassar Percepat Pembangunan Stadion Untia, Belajar Langsung ke JIS
-
6.624 Honorer Sulsel Akhirnya Terima SK PPPK, Cek Siapa yang Lolos!