SuaraSulsel.id - Dengan usianya yang sudah senja, Opu Daeng Risadju memilih berjuang bersama rakyat. Melawan Belanda yang menduduki wilayah Luwu sejak tahun 1905.
Nama Opu Daeng Risadju dianugerahi pahlawan nasional pada tahun 2006. Ia adalah perempuan pertama yang jadi tahanan politik oleh Belanda.
Opu Daeng Risadju lahir di Kota Palopo, Sulawesi Selatan pada tahun 1880. Nama kecilnya adalah Fajammah.
Famajjah merupakan anak dari pasangan Muhammad Abdullah To Baresseng dan Opu Daeng Mawellu. Keturunan bangsawan kedatuan Luwu yang sangat dihormati di Sulawesi Selatan.
Famajjah kecil tumbuh di lingkungan Islam yang kuat. Walau tidak menimba ilmu di sekolah formal, ia bisa menamatkan 30 juz dan mempelajari ilmu fiqih.
Tumbuh dewasa, ia kemudian menikah dengan seorang ulama yang pernah tinggal di Mekkah, Arab Saudi, Haji Muhammad Daud. Sang suami kemudian diangkat menjadi imam masjid istana Kerajaan Luwu. Sejak saat itulah nama Famajjah berubah menjadi Opu Daeng Risadju.
Perjuangannya menentang Belanda dimulai dari sini. Saat itu Belanda semakin berkuasa di Luwu Raya.
Hal tersebut membuat Opu Daeng Risadju dan suami terpaksa harus meninggalkan Kota Palopo dan pindah ke Parepare. Ia kemudian bergabung dengan cabang Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII).
Usia Opu Daeng Risadju saat itu sudah 40 tahun. Ia lalu dikirim oleh Abdul Muzakkar, pemimpin DI/TII Sulawesi Selatan ke Jawa Barat untuk menemui Kartosoewirjo, pemimpin tertinggi gerakan DI/TII di Pulau Jawa.
Baca Juga: Usmar Ismail dan Daftar 3 Tokoh yang Diberikan Gelar Pahlawan Nasional di 2021
Opu Daeng Risadju kemudian kembali ke Kota Palopo dan mendirikan PSII cabang Luwu. Sekaligus menjadi ketua. Selama masa kepemimpinannya, Opu Daeng Risadju menggunakan agama untuk menarik simpati dan dukungan dari rakyat.
Dalam Buku Pintar Mengenal Pahlawan Indonesia (2018) karya Suryadi Pratama, Gerakan Opu Daeng Risadju tercium oleh Belanda. Opu Daeng Risadju dinilai sebagai kekuatan politik yang membahayakan Belanda. Hal tersebut membuat dirinya dituduh melakukan tindakan provokasi rakyat untuk melawan pemerintah kolonial.
Alhasil, gelar bangsawannya dicabut. Selain harus berhadapan dengan Belanda, Opu Daeng juga mendapatkan tekanan dari Datu Luwu dan Dewan Adat Luwu. Ia diminta menghentikan kegiatan politiknya dan keluar dari PSII.
Namun, Opu Daeng Risadju menolak. Ia memilih untuk menanggalkan gelar bangsawannya dan tetap membela rakyat. Tahun 1934, ia kemudian ditangkap dan dipenjara 14 bulan.
Setelah lepas dari penjara, semangat Opu Daeng Risadju untuk melawan penjajah semakin menggebu. Ia mengumpulkan pemuda dan bersatu melawan tentara Nederlands Indie Civil Administration (NICA).
Gerakan itu membuat Nica meradang. Konflik senjata kemudian tak terhindarkan terjadi di Palopo. Ia kembali menjadi buronan Belanda.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Daftar Mobil Bekas Pertama yang Aman dan Mudah Dikendalikan Pemula
- 6 Rekomendasi Mobil Bekas Kabin Luas di Bawah 90 Juta, Nyaman dan Bertenaga
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- Calon Pelatih Indonesia John Herdman Ngaku Dapat Tawaran Timnas tapi Harus Izin Istri
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
Pilihan
-
CERPEN: Liak
-
Rencana KBMI I Dihapus, OJK Minta Bank-bank Kecil Jangan Terburu-buru!
-
4 Rekomendasi HP 5G Murah Terbaik: Baterai Badak dan Chipset Gahar Desember 2025
-
Entitas Usaha Astra Group Buka Suara Usai Tambang Emas Miliknya Picu Bencana Banjir Sumatera
-
PT Titan Infra Sejahtera: Bisnis, Profil Pemilik, Direksi, dan Prospek Saham
Terkini
-
Hutan Lindung Tombolopao Gowa Gundul Diduga Akibat Ilegal Logging
-
61 Ribu Bibit 'Emas Hijau' Ditebar di Sulsel
-
Kisah Kelam 11 Desember: Westerling Sang Algojo Muda yang Menewaskan 40.000 Jiwa di Sulawesi Selatan
-
BRI Dorong Akses Keuangan di Daerah Terpencil melalui Teras Kapal
-
Intip Konsep Unik Klinik Gigi Medikids Makassar, Bikin Anak Betah