Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Senin, 08 November 2021 | 15:02 WIB
Ratusan pencari suaka di Kota Makassar masih memadati trotoar Jalan Jendral Sudirman, Senin, 8 November 2021 [SuaraSulsel.id / Lorensia Clara Tambing]

SuaraSulsel.id - Ratusan pencari suaka di Kota Makassar masih memadati trotoar Jalan Jendral Sudirman, Senin, 8 November 2021. Mereka menggelar unjuk rasa di depan menara Bosowa, yang merupakan kantor UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees).

Pantauan SuaraSulsel.id, pengungsi mendirikan tenda dan menggelar tikar untuk tempat tidur. Sejumlah spanduk juga dibentangkan di sepanjang jalan Jendral Sudirman, Kota Makassar, sebagai aksi protes ke UNHCR.

Walau hujan, mereka tidak peduli dan tetap bertahan di trotoar. Sebagian tenda bahkan bocor dan dimasuki air.

Salah satu pencari suaka, Ali Hazara mengaku sudah puluhan tahun berada di Kota Makassar. Hingga kini belum ada kepastian dari UNHCR. Kapan diberangkatkan ke negara ketiga.

Baca Juga: Info Terkini Banjir Bandang Kota Batu, BNPB: Nihil Pengungsi

"Ini sudah hari ke delapan tidur di tenda. Walau hujan kami tetap di sini. Kami dijanji terus sama UNHCR dari bulan lalu tapi belum ada keputusan," kata Ali saat ditemui.

Ali berasal dari Afghanistan. Ia dan keluarganya sudah mengajukan permohonan ke negara Eropa seperti Jerman sebagai negara tujuan. Namun, hingga kini belum ada kepastian.

Ia mengaku UNHCR harus bertanggungjawab. Sudah puluhan tahun mereka terkatung-katung tanpa kejelasan.

"Sementara di sini kita tidak bisa apa-apa. Semua (kegiatan) dibatasi. Tidak bisa bekerja, anak-anak tidak belajar," keluhnya.

Pencari suaka lainnya, Lailah Ahmadi menambahkan sudah berada di Makassar selama sembilan tahun. Selama itu pula sudah ada 15 orang terdekatnya yang meninggal selama mengungsi.

Baca Juga: Setelah 4 Hari Mengungsi, Seluruh Korban Banjir Bandang Kota Batu Akhirnya Pulang

Ratusan pencari suaka di Kota Makassar masih memadati trotoar Jalan Jendral Sudirman, Senin, 8 November 2021 [SuaraSulsel.id / Lorensia Clara Tambing]

"Semua orang pusing, capek, tidak bisa kerja, tidak bisa sekolah. Tidak ada kepastian kapan diberangkatkan ke negara ke tiga. Kita keluarga sudah ada 15 orang yang meninggal," ungkapnya.

Ia mengaku, diantara mereka banyak yang meninggal karena sakit. Sementara mereka tidak bisa berobat ke rumah sakit pemerintah.

"Tidak bisa berobat, tidak ada orang yang urus. Mau berobat (ke dokter) uang tidak cukup," ujarnya.

Untuk kebutuhan seperti makan, mereka juga serba kekurangan. Walau setiap bulan mendapat bantuan Rp1,2 juta dari UNHCR, tapi menurutnya itu tidak mencukupi.

Mereka mengaku tak tahu lagi harus kemana. Sementara negaranya, Afghanistan semakin bergejolak.

"Tidak mungkin kita di sini terus, sementara tidak ada kejelasan dari UNHCR untuk negara ketiga. Mau pulang ke Afghanistan tidak aman, perang terus," tukas Lailah.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More