SuaraSulsel.id - KH Sanusi Baco, Ketua Majelis Ulama Indonesia Sulawesi Selatan meninggal dunia karena sakit, Sabtu 15 Mei 2021.
Mengutip dari hasil penelitian Dosen Pascasarjana UIN Alauddin Makassar, Abdul Kadir Ahmad, yang diterbitkan Jurnal Al Qalam, Volume 18 Juli - Desember 2012 dijelaskan bahwa Sanusi, demikian panggilan KH Sanusi baco.
Sanusi Baco Lahir tanggal 3 April 1937 di Talawe, sebuah desa di Kecamatan Maros Baru, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Desa kelahiran Sanusi Baco lebih populer dengan nama Panjallingang. Sanusi Baco sendiri mengaku dirinya bukanlah turunan ulama. Ayah dan kakeknya petani.
Baca Juga: Sebelum Meninggal Dunia, KH Sanusi Baco Mengalami Sakit Ini
Bedanya dengan petani lain bahwa keluarganya termasuk golongan muhibban yaitu orang-orang yang cinta ilmu dan cinta ulama. Karena itu. orang tuanya mengarahkannya ke (pendidikan) agama. Awalnya, agar semua anaknya pintar mengaji.
Sebagaimana anak-anak lainnya, usia lima tahun Sanusi dan saudara-saudaranya sudah harus belajar mengaji ke guru mengaji di kampungnya. Anak-anak mengaji secara tradisional di rumah guru sambil duduk bersila, yang dilakukan di sore hari.
Sanusi mengawali pendidikan formalnya di Sekolah Rakyat (1945-1948) di desa kelahirannya. Waktu itu zaman pendudukan Jepang.
Setelah tamat SR, Sanusi melanjutkan pelajaran ke Vervolk School (WS) di Kota Maros, kemudian ia dikirim ke Makassar untuk belajar di Darud Dakwah Wal Irsyad di Galesong Baru.
Setahun di Makassar, ia dipanggil pulang karena adiknya, perempuan, sakit yang tidak lama kemudian meninggal. Kepergian adiknya itu rupanya berpengaruh pada kondisi kesehatan ibunya yang akhirnya meninggal pada tahun yang sama.
Baca Juga: Innalillah, Ketua MUI Sulsel Sanusi Baco Meninggal Dunia
Waktu itu umur Sanusi baru 13 tahun. Ia terpaksa berhenti sekolah dan ikut membantu bapaknya bertani. Pamannya, Haji Ali, berinisiatif mengirimnya ke Pesantren Mangkoso tahun 1950.
Dukungan bukan hanya dari keluarga, melainkan juga dari masyarakat setempat. Maklum, waktu itu barulah ia sendiri yang
merintis jalan menuntut ilmu agama di daerah lain.
Demi cita-citanya, Sanusi harus berusaha memenuhi sebagai kebutuhan sekolahnya. Pada waktu libur ia biasa berjualan mangga muda yang dijajakannya keliling kampung.
Selain itu, Sanusi kecil juga memelihara kuda milik seorang Jepang yang kebetulan tinggal di rumah keluarganya di Panjallingan. Untuk pemiliharaan kuda tersebut ia memperoleh upah harian.
Ketika pindah ke Makassar untuk belajar di Darud Dakwah Wal-Irsyad (DDI) Galesong Baru Sanusi lagi-lagi tidak tinggal diam. Ia membantu neneknya menjualkan bambu yang di-bawanya dengan gerobak dari Gusung ke Pasar Kalimbu.
Ia juga sempat berjualan nenas irisan dan membantu pamannya berusaha penyeterikaan pakaian. Semua itu dilakukannya dengan penuh kesungguhan. Dalam suasana ekonomi yang secara umum amat sulit pada zaman pemerintahan Jepang.
- 1
- 2
Berita Terkait
Tag
Terpopuler
- Beda Timnas Indonesia dengan China di Mata Pemain Argentina: Mereka Tim yang Buruk
- Ibrahim Sjarief Assegaf Suami Najwa Shihab Meninggal Dunia, Ini Profilnya
- Riko Simanjuntak Dikeroyok Pemain Persija, Bajunya Hampir Dibuka
- Pencipta Lagu Tagih Royalti ke Penyanyi, Armand Maulana: Padahal Dulunya Memohon Dinyanyikan
- Berapa Biaya Pembuatan QRIS?
Pilihan
-
Bobotoh Bersuara: Kepergian Nick Kuipers Sangat Disayangkan
-
Pemain Muda Indonsia Ingin Dilirik Simon Tahamata? Siapkan Tulang Kering Anda
-
7 Rekomendasi HP Rp 5 Jutaan Terbaik Mei 2025, Memori Lega Performa Ngebut
-
5 Mobil Bekas Murah di Bawah Rp80 Juta, Kabin Longgar Cocok buat Keluarga Besar
-
Simon Tahamata Kerja untuk PSSI, Adik Legenda Inter Langsung Bereaksi
Terkini
-
5 Maklumat MUI Kota Makassar Terkait LGBT
-
Rumah Digeledah di Makassar Terkait Kasus Kredit PT Sritex
-
Selvi Ananda Dua Kali Salah: Sulawesi Disebut Sumatera, Ini Reaksi Hadirin
-
Dari Lomba Masak Jadi Jutawan: Kisah Inspiratif Ibu Rumah Tangga Ubah Kelor Jadi Cuan
-
20 Orang Jaga Sapi Kurban Presiden Prabowo! Ini Alasan Juventus Jadi Pilihan Istimewa