Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Senin, 08 Februari 2021 | 15:11 WIB
Bayi-bayi korban gempa di Majene kepanasan di bawah tenda pengungsian / [Mulyadi Prayitno]

SuaraSulsel.id - Tiga pekan pasca gempa merusak di Mamuju dan Majene, Sulawesi Barat. Penanganan pengungsi korban gempa masih belum maksimal.

Relawan masih menemukan lokasi pengungsian di daerah terpencil dan terisolir.  Banyak perempuan, anak-anak, dan bayi. Jauh dari jangkauan pemerintah.

Pengungsi ini bertahan hidup dengan fasilitas dan makanan seadanya. "Kadang mereka hanya bertahan dengan mengkonsumsi mie instan. Faktanya memang begitu," kata Mulyadi Prayitno, Direktur Pelaksana YKPM dan relawan Pos Perempuan kepada SuaraSulsel.id, Senin 8 Februari 2021.

Menurut Mulyadi, relawan Pos Perempuan berkunjung ke dua dusun di Majene. Melihat 77 kepala keluarga. Terdiri dari 69 anak dan 13 bayi hidup dan bertahan di bawah tenda.

Baca Juga: Sakit di Pengungsian, 2 Korban Gempa Mamuju Diangkut Helikopter

Lokasinya di Desa Salutahongan, Dusun Salubiru dan Salurindu, Kecamatan Malunda, Kabupaten Majene.

"Kondisi pengungsi di Majene sangat memprihatinkan. Karena medannya yang sulit dijangkau," ungkap Mulyadi.

Bayi-bayi korban gempa di Majene kepanasan di bawah tenda pengungsian / [Mulyadi Prayitno]

"Bayi-bayi dalam tenda yang panasnya sampai 34 derajat celcius," tambahnya.

Relawan Pos Perempuan datang membawa bantuan beras dan kebutuhan khusus perempuan dan anak.

Timbul pertanyaan, kenapa banyak perempuan dan anak-anak yang mengungsi ?

Baca Juga: Korban Gempa Mamuju Diserang Penyakit Gatal, Mencret, dan Rematik

Menurut Mulyadi, fakta di lapangan banyak perempuan di Majene yang menikah muda. Umumnya mereka menikah di usia 15 tahun.

Ada ibu yang umurnya 25 tahun sudah punya 5 orang anak. Bahkan ada yang umurnya baru 35 tahun sudah memiliki 8 orang anak.

Mulyadi meminta pemerintah segera membentuk sub klaster perlindungan perempuan, anak, dan kelompok rentan di lokasi pengungsian. Sebelum korban meninggal dan mengalami kekerasan berbasis gender.

"Bisa saja terjadi kalau sudah lama di pengungsian," kata Mulyadi.

Lokasi pengungsian juga haru diperhatikan sarana Mandi Cuci Kakus (MCK), dan posko pemeriksaan kesehatan.

Bayi-bayi korban gempa di Majene kepanasan di bawah tenda pengungsian / [Mulyadi Prayitno]

"Bantuan yang masuk harus berspektif gender dan kelompok rentan. Pemerintah harus melibatkan masyarakat sipil," katanya.

Muhammad Ridwan Alimuddin, aktivis literasi di Majene mengatakan sudah ada laporan bayi meninggal di lokasi pengungsian karena sakit.

"Semalam mendapat informasi ada lagi bayi yang meninggal karena sakit di pengungsian," kata Ridwan.

Load More