SuaraSulsel.id - Dugaan pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) di musim Pilkada 2020 meningkat.
Pengamat Hukum Pemilu Uhnas, Mappinawang, menilai Pilkada menjadi ujian berat bagi netralitas aparat negara. Apalagi jika yang maju di Pilkada itu adalah seorang petahana.
"Motif utama adalah mempertahankan jabatan, materi dan proyek. Dari data KASN juga kita lihat ini alasan yang paling tinggi ASN berpolitik praktis. Lalu, sisanya karena alasan kerabat dan keluarga," kata Mappinawang, Senin (9/11/2020).
Dia mengatakan, sudah saatnya pemerintah memikirkan hak politik PNS ke depan. Apakah sebaiknya dicabut seperti TNI/Polri. Tetapi jika dicabut apa konsekuensinya. Harus ada otonomi birokrasi.
Baca Juga: Akhirnya Blusukan, Gibran Rakabuming Disodori RTLH dan Pengerukan Sungai
"Sebab ini simalakama bagi pemerintah. ASN memiliki hak pilih, namun tidak diberikan kebebasan untuk berpihak. Di satu sisi, sulit bagi mereka untuk tidak berpihak," katanya.
Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) mencatat ada 12 daerah yang paling rawan pelanggaran netralitas ASN. Salah satunya Sulawesi Selatan.
"Bahkan kemarin di Makassar lagi heboh soal video ada PNS yang ajak stafnya untuk pilih calon tertentu. Ini sedang kami tangani di KASN atas laporan dari Bawaslu setempat," kata Asisten KASN Pengawasan Bidang Penerapan Nilai Dasar, Kode Etik dan Kode Perilaku ASN, dan Netralitas ASN, Nurhasni.
Berdasarkan data KASN, Sulawesi Selatan saat ini masuk dalam kategori merah pelanggaran kode etik ASN.
Sulsel berada di posisi ke empat dengan jumlah 58 kasus.
Baca Juga: Evaluasi Debat Pertama, Bajo Akan Temui Tokoh Masyarakat
"Kami sedang menangani 830 kasus ASN selama musim Pilkada. Data ini per 9 November 2020. Ada 12 daerah yang paling tinggi pelanggarannya, 11 daerah kategori sedang dan 11 daerah lagi cukup rendah," tambahnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN, ASN semestinya netral dan bebas dari intervensi golongan dan partai politik.
Hal itu juga ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 tahun 2010 tentang disiplin pegawai negeri sipil yang menyatakan ASN dilarang memberi dukungan kepada calon kepala daerah.
Nurhasni menjelaskan, modus pelanggaran netralitas beragam. Namun paling banyak di media social.
Yaitu mengunggah status, cuitan, menanggapi komentar, like, dan menyebarluaskan foto peserta.
Ada juga yang terlibat dalam kegiatan sosialisasi maupun kampanye, ikut memasang alat peraga kampanye, menghadiri deklarasi calon.
- 1
- 2
Berita Terkait
Terpopuler
- AFC Pindah Tuan Rumah Babak Keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 ke Thailand
- 6 Mobil Bekas Harga Lebih Murah dari Motor 110cc: Pilih yang Irit atau yang Gagah?
- 4 Rekomendasi Mobil Bekas Mulai Rp30 Jutaan: Pilihan Cerdas untuk Keluarga Kecil, Anti Riba
- Kekuatan Timnas Indonesia 'Dilucuti' AFC, Rekor Garuda Jadi Tak Berarti di Ronde 4
- Pompa Air Tangguh untuk Sumur 30 Meter, Ini 5 Rekomendasi Terbaik
Pilihan
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 2 Jutaan Layar AMOLED, Selalu Terang di Luar Ruangan
-
Emil Audero Mulai Ditinggalkan Palermo, Klub Orang Indonesia Penyebabnya
-
6 Rekomendasi HP 5G Murah di Bawah Rp 3 Juta, Terbaru Juni 2025
-
Tak Ikut Piala Presiden 2025, Pemain Persija Justru Laris Manis, Kok Bisa?
-
Sunscreen Jumbo yang Bikin Kulit Glowing dan Nyaman Dipakai Setiap Hari!
Terkini
-
Jadwal Kompetisi Domino Terbesar di Sulawesi Selatan, Bakal Dihadiri Menpora
-
Staf Desa di Kabupaten Gowa Ditembak
-
Cuti Bersama Tahun Baru Islam, Layanan Banking Perbankan di BRI Tetap Beroperasi
-
Fortune Southeast Asia 500: BRI Peringkat 14 dari 500 Perusahaan Asia Tenggara Berdasar Pendapatan
-
MK Lanjutkan Sidang Sengketa Pilkada Palopo ke Pembuktian