Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Kamis, 17 September 2020 | 06:22 WIB
Aksi protes nelayan dan aktivis atas penambangan pasir laut oleh PT Boskalis di Pulau Kodingareng, Sabtu (12/9/2020). (Foto: Twitter/@jatamnas).

"Kasus ini sudah hampir sebulan lebih terjadi. Dimana masyarakat nelayan hari ini diperhadapkan dengan berbagai masalah atau persoalan yang terindikasi yang dibiarkan. Bisa dibilang sampai hari ini Pemerintah Sulsel tidak ada respon soal nasib nelayan ini. Bahkan menyampaikan rasa empati saja tidak ada dari Nurdin Abdullah," jelas Edho.

Edho menerangkan, aktivitas tambang pasir tersebut telah membuat mata pencaharian para nelayan Pulau Kodingareng hilang. Sebab, dengan adanya kapal Boskalis yang menambang pasir di kawasan tangkap ikan nelayan membuat air laut keruh dan merusak terumbu karang. Akibatnya, para nelayan yang kesehariannya melaut jadi susah untuk menangkap ikan.

"Selain ruang tangkapnya direbut, masyarakat juga berjuang untuk melawan Covid-19. Kalau mereka tidak melaut bagaimana mereka harus membayar utang-utang mereka," kata dia.

"Kita tidak ingin penderitaan nelayan Kodingareng ini berjalan terus-menerus. Kita ingin mereka juga bisa menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak-anak mereka," kata Edho.

Baca Juga: Moratorium Tak Jelas, Warga Protes Aktivitas Tambang Pasir di Desa Sanding

Senada dengan Edho, Ketua Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Merah Johansyah menambahkan, pembangunan MNP tersebut bukan merupakan proyek strategis nasional.

Akan tetapi, proyek oligarki dan dinasti serta kolega politik Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah.

"Ini tidak lebih dari proyek oligarki dan dinasti serta kolega politik Gubernur Sulsel," kata Merah.

Setelah ditelusuri, kata Merah, ternyata orang yang jadi penghubung antara Akbar Nugraha dengan Abil Iksan tidak lain adalah anak dari Nurdin Abdullah sendiri, yakni Fathul Fauzi Nurdin.

Dimana, selain pemilik saham di perusahaan tambang, Akbar Nugraha juga merupakan teman seangkatan Fathul di Binus University.

Baca Juga: Dibungkam dengan Represi, WALHI Tuntut Jokowi Minta Maaf

"Dari sini terlihat ada yang menjadi penghubung antara dua orang ini, adalah anak dari Nurdin Abdullah. Ada dugaan ijin tambang di sini adalah bayar jasa pada Pilgub," katanya.

Merah mengungkapkan, untuk nama Sunny Tanuwijaya yang tercatat sebagai komisaris utama PT Banteng Laut Indonesia adalah mantan staf khusus Pemprov DKI Jakarta pada masa kepemimpinan Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok.

Selain itu, Sunny Tanuwijaya juga pernah dikaitkan dengan kasus suap anggota DPRD Pemprov DKI Jakarta, Muh Sanusi terkait reklamasi Pulau G di Pantai Utara Jakarta.

"Jadi aktivitas tambang ini juga berkaitan dengan yang di Jakarta," ungkap Merah.

Dengan adanya temuan itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KKPU) diminta turun tangan mengusut kasus ini.

"Kami meminta KPK dan KKPU untuk melakukan investigasi terhadap temuan ini, dan dalam investigasi kami minta ada pembekuan atau penghentian tambang. Jadi ini harus distop untuk mencegah kerusakan terumbu karang," katanya.

Load More