Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Kamis, 17 September 2020 | 06:22 WIB
Aksi protes nelayan dan aktivis atas penambangan pasir laut oleh PT Boskalis di Pulau Kodingareng, Sabtu (12/9/2020). (Foto: Twitter/@jatamnas).

SuaraSulsel.id - Aktivis mengungkap fakta baru terkait penambangan pasir di kawasan tangkap ikan nelayan di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan (Sulsel).

Aktivitas penambangan pasir yang dilakukan perusahaan asal Belanda PT Boskalis di wilayah tangkap ikan para nelayan disebut tidak lepas dari keterlibatan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah.

Hal ini diungkapkan Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Edho Rahman, dalam konfrensi pers secara virtual, Rabu (16/9/2020).

Edho mengatakan, aktivitas tambang pasir oleh PT Boskalis di laut Takalar dikelola oleh dua perusahaan. Yakni PT Banteng Laut Indonesia dan PT Nugraha Indonesia Timur.

Baca Juga: Moratorium Tak Jelas, Warga Protes Aktivitas Tambang Pasir di Desa Sanding

"Kedua perusahaan ini dimiliki oleh orang-orang dekat Nurdin Abdullah," kata Edho.

PT Banteng Laut Indonesia merupakan pemilik konsensi, tempat dimana kapal Boskalis menambang pasir. Pemilik saham di PT Banteng Laut Indonesia antara lain adalah Akbar Nugraha sebagai Direktur Utama, Sunny Tanuwijaya sebagai Komisaris Utama, Abil Iksan dan Yoga Gumelar Wietdhianto sebagai Direktur. Selain itu, ada juga nama Fahmi Islami yang tercatat sebagai pemegang saham.

Sedangkan untuk PT Nugraha Indonesia Timur, ada nama Abil Iksan yang juga sebagai Direktur, Akbar Nugraha sebagai Wakil Direktur, dan Kendrik Wisan sebagai Komisaris.

Nama-nama seperti Akbar Nugraha, Abil Iksan dan Fahmi Islami disebut pernah menjadi tim pemenangan pasangan Nurdin Abdullah-Andi Sudirman Sulaiman pada Pemilihan Gubernur Sulsel 2018.

"Ternyata ada kaitannya dengan Gubernur yang menjabat saat ini. Setelah kami cek, ternyata ada kedekatan dengan Gubernur Sulsel," kata Edho.

Baca Juga: Dibungkam dengan Represi, WALHI Tuntut Jokowi Minta Maaf

Pengerukan pasir di wilayah tangkap ikan nelayan, yang terletak di perairan Kabupaten Takalar, Sulsel yang dilakukan kapal Boskalis merupakan bisnis untuk membangun proyek Makassar New Port (MNP).

Dalam pembangunan tersebut Boskalis bekerjasama dengan PT Pembangunan Perumahan selaku kontraktor pelaksana dari proyek MNP.

MNP ini adalah proyek strategis nasional, dimana pemilik proyeknya ialah Pelindo IV. Untuk membangun proyek reklamasi MNP, pasir yang dikeruk kapal Boskalis dari kawasan tangkap ikan nelayan Pulau Kodingareng digunakan sebagai bahan timbunan.

"Makassar New Port (MNP) sebuah proyek nasional dibangun di atas keringat dan air mata masyarakat nelayan Kodingareng," ungkap Edho.

Dari situ, kata Edho, proyek MNP tersebut merupakan proyek balas budi Nurdin Abdullah kepada para tim suksesnya yang berperan memenangkannya pada Pilgub 2018.

Itulah sebabnya, sampai saat ini Nurdin Abdullah selaku Gubernur Sulsel tidak pernah merespon aksi para nelayan Kodingareng yang menolak adanya aktivitas tambang pasir.

"Kasus ini sudah hampir sebulan lebih terjadi. Dimana masyarakat nelayan hari ini diperhadapkan dengan berbagai masalah atau persoalan yang terindikasi yang dibiarkan. Bisa dibilang sampai hari ini Pemerintah Sulsel tidak ada respon soal nasib nelayan ini. Bahkan menyampaikan rasa empati saja tidak ada dari Nurdin Abdullah," jelas Edho.

Edho menerangkan, aktivitas tambang pasir tersebut telah membuat mata pencaharian para nelayan Pulau Kodingareng hilang. Sebab, dengan adanya kapal Boskalis yang menambang pasir di kawasan tangkap ikan nelayan membuat air laut keruh dan merusak terumbu karang. Akibatnya, para nelayan yang kesehariannya melaut jadi susah untuk menangkap ikan.

"Selain ruang tangkapnya direbut, masyarakat juga berjuang untuk melawan Covid-19. Kalau mereka tidak melaut bagaimana mereka harus membayar utang-utang mereka," kata dia.

"Kita tidak ingin penderitaan nelayan Kodingareng ini berjalan terus-menerus. Kita ingin mereka juga bisa menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak-anak mereka," kata Edho.

Senada dengan Edho, Ketua Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Merah Johansyah menambahkan, pembangunan MNP tersebut bukan merupakan proyek strategis nasional.

Akan tetapi, proyek oligarki dan dinasti serta kolega politik Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah.

"Ini tidak lebih dari proyek oligarki dan dinasti serta kolega politik Gubernur Sulsel," kata Merah.

Setelah ditelusuri, kata Merah, ternyata orang yang jadi penghubung antara Akbar Nugraha dengan Abil Iksan tidak lain adalah anak dari Nurdin Abdullah sendiri, yakni Fathul Fauzi Nurdin.

Dimana, selain pemilik saham di perusahaan tambang, Akbar Nugraha juga merupakan teman seangkatan Fathul di Binus University.

"Dari sini terlihat ada yang menjadi penghubung antara dua orang ini, adalah anak dari Nurdin Abdullah. Ada dugaan ijin tambang di sini adalah bayar jasa pada Pilgub," katanya.

Merah mengungkapkan, untuk nama Sunny Tanuwijaya yang tercatat sebagai komisaris utama PT Banteng Laut Indonesia adalah mantan staf khusus Pemprov DKI Jakarta pada masa kepemimpinan Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok.

Selain itu, Sunny Tanuwijaya juga pernah dikaitkan dengan kasus suap anggota DPRD Pemprov DKI Jakarta, Muh Sanusi terkait reklamasi Pulau G di Pantai Utara Jakarta.

"Jadi aktivitas tambang ini juga berkaitan dengan yang di Jakarta," ungkap Merah.

Dengan adanya temuan itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KKPU) diminta turun tangan mengusut kasus ini.

"Kami meminta KPK dan KKPU untuk melakukan investigasi terhadap temuan ini, dan dalam investigasi kami minta ada pembekuan atau penghentian tambang. Jadi ini harus distop untuk mencegah kerusakan terumbu karang," katanya.

Sekretaris Jendral Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati mengatakan dalam kasus penambangan pasir di wilayah tangkap ikan nelayan Kodingareng tersebut juga melibatkan aparat polisi dari Direktorat Polairud Polda Sulsel.

Dimana banyak nelayan yang pernah ditangkap Polairud saat memprotes kapal Boskalis yang menambang pasir.

Namun, setelah para nelayan terbukti tidak bersalah, Polairud malah melakukan penyisiran di Kodingareng dengan membawa senjata lengkap. Hal ini rupanya membuat para nelayan banyak yang ketakutan dan membuat mental mereka hancur.

"Menariknya adalah Polairud mengatakan bahwa datang untuk bersilahturahmi. Tapi yang terjadi mereka meyisir lorong-lorong dengan membawa senjata. Untuk kejadian ini mereka menghancurkan mental masyarakat di Kodingareng," katanya.

"Ada beberapa kejadian. Melakukan penggeledahan tanpa memperlihatkan surat, mengambil celana dengan dalih barang bukti. Sampai tengah malam penyisiran terus terjadi dan Polairud tetap membawa senjata lengkap," kata Susan.

Karena mental masyarakat hancur, para nelayan pun tidak berani melaut. Akibatnya, utang para nelayan Kodingareng pun berlipat ganda.

Bahkan, untuk membeli kuota internet yang akan digunakan oleh anaknya bersekolah sudah tidak mampu lagi.

"Ini yang mendorong mereka untuk harus tetap melawan atau menolak Boskalis. Warga meminta kehadiran Komnas untuk hadir dan mencabut kehadiran polisi yang membuat nelayan takut melaut," tutur Susan.

Susan menyebut ada 900 orang lebih nelayan yang menggantungkan hidupnya pada perairan laut Pulau Kodingareng. Namun, karena terus-terusan diteror polisi masyarakat di sana pun tidak berani beraktivitas untuk menangkap ikan di laut.

"Masyarakat perempuan itu tidak tidur, dan mereka bergantian patroli untuk menjaga. Karena kalau mereka ditangkap siapa yang akan menjaga anak-anak mereka," kata dia.

"Yang paling penting di Pulau Kodingareng bagaimana nelayan bisa kembali melaut, dan polisi harus angkat kaki. Biarkan mereka melaut dan tentu Boskalis tidak beraktivitas di wilayah tangkap ikan nelayan. Bahwa ongkos politik di Sulsel sangat mahal. Sehingga harus mengorbankan masyarakat nelayan," katanya.

Sebelumnya, Gubernur Nurdin Abdullah, memastikan aktivitas tambang yang dilakukan Boskalis di sekitar Pulau Kodingareng legal.

Nurdin mengaku aktivitas penambangan sudah sesuai aturan. Jaraknya 8 mil dari pinggir pantai.

"Mereka (Boskalis) tidak menambang di pinggir pantai. Jauh," kata Nurdin kepada wartawan, usai meresmikan Galery ATM Bank Sulselbar di Jalan Sam Ratulangi Makassar.

Nurdin berharap, dengan selesainya proyek MNP, ekonomi di Sulawesi Selatan terus tumbuh. Membuka lapangan kerja yang banyak.

"Izinnya sesuai dengan persyaratan yang diberikan," kata Nurdin.

Wakil Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman mengatakan, MNP adalah proyek strategis nasional. Membutuhkan timbunan pasir laut.

Sementara Boskalis adalah kontraktor penambang pasir laut yang bekerja di wilayah perusahaan pemilik ijin usaha pertambangan (IUP) pasir laut di koordinat yang diizinkan.

Sudirman meminta agar Pemilik IUP dalam hal ini PT Boskalis bertemu dan duduk bersama nelayan.

“Kita mendorong semua pemilik konsesi dalam hal ini perusahaan pemilik IUP pasir laut untuk duduk bersama warga nelayan pulau sekitar konsesi untuk sebuah solusi bersama atau peninjauan kembali wilayah konsesi yang aman bagi nelayan,” ungkap Sudirman.

Kontributor : Muhammad Aidil

Load More