Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Kamis, 03 Juli 2025 | 15:40 WIB
Potret Tongkonan, rumah adat suku Toraja [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara]

SuaraSulsel.id - Sulawesi Selatan bukan hanya terkenal karena kekayaan alamnya, tetapi juga karena keberagaman budaya.

Salah satu wujud paling mencolok dari warisan budaya tersebut adalah keberadaan rumah adat dari berbagai suku yang tinggal di provinsi ini.

Mayoritas rumah adat di Sulsel mengusung konsep rumah panggung dengan tinggi 2–3 meter dari tanah.

Struktur ini mencerminkan kecerdasan lokal dalam menghadapi kondisi geografis dan iklim tropis. Ruang bawah rumah biasanya digunakan untuk menyimpan hasil tani, ternak, hingga perlengkapan rumah tangga.

Baca Juga: Surga Pendaki! Jelajahi 6 Gunung Ikonik di Sulawesi Selatan Plus Kisah Horor

Keberadaan rumah adat ini bukan hanya warisan fisik, melainkan juga jejak nilai-nilai leluhur yang menyatu dalam kehidupan masyarakat.

Berikut adalah lima rumah adat utama yang merepresentasikan kebesaran budaya Sulawesi Selatan:

1. Tongkonan

Berada di kawasan pegunungan utara Sulsel, Tongkonan adalah rumah adat suku Toraja yang telah mendunia.

Namanya berasal dari kata "tongkon" yang berarti duduk. Desain atapnya yang menyerupai perahu mencerminkan jejak sejarah nenek moyang yang datang dari lautan.

Baca Juga: Ekonomi Sulsel Tidak Baik-Baik Saja? BI Ungkap Ancaman Nyata Ini

Tongkonan dibangun dari kayu Uru tanpa paku, dengan warna merah, kuning, dan hitam yang melambangkan kehidupan, kekuatan, dan kematian.

Sebagai simbol status sosial, rumah ini biasanya dimiliki oleh kalangan bangsawan, ditandai dengan jumlah kepala kerbau yang dipasang di bagian atas.

Arah rumah pun tak sembarangan. Harus menghadap ke utara sebagai lambang awal kehidupan, dan selatan sebagai akhir.

Potret Tongkonan, rumah adat suku Toraja [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara]

2. Balla

Rumah adat Balla berasal dari suku Makassar yang mendiami wilayah pesisir barat daya Sulsel.

Balla juga menganut bentuk rumah panggung, ditopang oleh 10 tiang utama dengan tinggi mencapai 3 meter.

Struktur rumah dibagi menjadi tiga bagian: kolong, badan rumah dan atap.

Atapnya berbentuk pelana dan memiliki hiasan segitiga bernama timbaksela.

Jika timbaksela lebih dari tiga, itu menandakan pemilik rumah adalah bangsawan dengan jabatan tinggi.

3. Saoraja

Berbeda dengan rumah adat lain, Saoraja (untuk bangsawan) dan Bola (untuk rakyat biasa) milik suku Bugis banyak dipengaruhi budaya Islam.

Rumah ini selalu dibangun menghadap kiblat dengan struktur tanpa paku, hanya menggunakan kayu dan pasak.

Tiga bagian utama dari rumah ini adalah kalle bala (ruang utama), rakkeang (loteng untuk menyimpan pusaka), dan passiringan atau awasao (gudang bawah rumah untuk alat pertanian dan ternak).

Atapnya berbentuk pelana dengan hiasan segitiga bernama timpa laja, penanda status sosial pemilik rumah.

Balla Lompoa, istana raja di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, kini dijadikan museum [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara Tambing]

4. Boyang

Boyang adalah rumah adat Suku Mandar yang banyak ditemui di Sulawesi Selatan.

Rumah ini dikenal melalui tradisi lautnya seperti Passandeq.

Seperti rumah Bugis, Boyang adalah rumah panggung, namun memiliki lego atau teras depan yang luas.

Salah satu ciri uniknya adalah tiang rumah yang tidak ditanam langsung di tanah, melainkan diletakkan di atas batu pipih guna mencegah pelapukan.

Rumah ini juga memiliki dua tangga dengan jumlah anak tangga ganjil.

Ukiran khas Mandar menghiasi dinding rumah, menambah nilai estetika dan budaya.

Boyang Kayyang Buttu Ciping. (Instagram/@uri_xoxo)

5. Langkanae

Rumah adat Langkanae dari Luwu adalah manifestasi dari pandangan hidup masyarakat yang mempercayai keseimbangan empat unsur.

Tanah (kesabaran), air (kekuatan), api (amarah), dan angin (keserakahan).

Arsitekturnya didasarkan pada filosofi sulapa eppa' atau simbol segi empat sebagai wujud keharmonisan alam dan manusia.

Rumah Langkanae terdiri dari sullu (kolong), ale bola (bagian utama) dan rakkeang (loteng). Masing-masing mencerminkan dunia bawah, dunia manusia, dan dunia atas.

Rumah ini juga mencerminkan struktur sosial dengan ruang-ruang yang disediakan khusus bagi raja, permaisuri, dan anak gadis.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More