Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Jum'at, 16 Mei 2025 | 15:25 WIB
Jenderal TNI (Purn) Andi Muhammad Jusuf Amir atau yang lebih dikenal sebagai Jenderal M Jusuf diusulkan menjadi Pahlawan Nasional [SuaraSulsel.id/Istimewa]

SuaraSulsel.id - Nama Jenderal TNI (Purn) Andi Muhammad Jusuf Amier atau yang lebih dikenal sebagai Jenderal M Jusuf bukanlah nama asing di dunia militer Indonesia.

Ia adalah Panglima ABRI sekaligus Menteri Pertahanan dan Keamanan era Orde Baru yang dikenal luas sebagai sosok sederhana dan dekat dengan rakyat.

Namun, meski telah berulang kali diusulkan sejak 2019, namanya tak kunjung disahkan sebagai pahlawan nasional.

Yang menarik, sosok Jenderal M Jusuf justru sangat dijunjung tinggi oleh Presiden Prabowo Subianto.

Baca Juga: Duduk Perkara Oknum TNI Ancam Tembak dan Culik Anak Buah Prabowo di Makassar

Dalam berbagai kesempatan, Prabowo tak segan menyebut M Jusuf sebagai guru dan mentor utamanya saat meniti karier di tubuh TNI.

"Saya punya guru di tentara. Saya anggap mentor saya, yaitu Jenderal M Jusuf. Beliau yang membesarkan saya dan saya merasa beliau teladan. Panglima yang banyak dicintai prajurit dan masyarakat," ujar Prabowo saat berkampanye di GOR Sudiang, Makassar, beberapa waktu lalu.

Pernyataan itu menjadi penegasan betapa besar pengaruh M Jusuf terhadap Prabowo Subianto di dunia militer. Dan kini, Prabowo menjadi Presiden RI ke-8.

Namun ironisnya, meski menjadi panutan seorang Presiden, M Jusuf belum juga mendapat pengakuan resmi sebagai pahlawan nasional.

Sosok yang Merakyat

Baca Juga: Anggota TNI Ancam Tembak Ketua Bappilu Gerindra Ternyata Adik Menteri Pertanian

Jenderal M Jusuf pernah menjabat sebagai Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) XIV/Hasanuddin.

Sebelum ditarik langsung oleh Presiden Soekarno menjadi Menteri Muda Perindustrian selama tahun 1964 hingga 1974.

Di era Soeharto, ia dipercaya kembali masuk kabinet. Tahun 1978, ia secara mengejutkan diangkat menjadi Panglima ABRI, meski telah 13 tahun meninggalkan dinas aktif.

Jusuf adalah orang pertama yang kembali ke posisi tertinggi di ABRI setelah periode keaktifan militer yang cukup lama.

Dalam buku berjudul "Jenderal M Jusuf : Panglima Para Prajurit" tulisan Atmadji Sumarkidjo, ia dikenal sebagai pemimpin yang sederhana dan dekat dengan pasukan. Jusuf kerap blusukan ke satuan-satuan kecil di berbagai pelosok negeri.

Ia tak hanya berdialog dengan prajurit, tapi juga dengan warga. Menanyakan kebutuhan mereka, mencatat, lalu memenuhi apa yang bisa ia bantu.

Atas sikapnya itu, ia dijuluki "Bapak Para Prajurit."

Salah satu warisan programnya yang monumental adalah ABRI Masuk Desa (AMD).

Program ini dimulai pada September 1980 dan melibatkan para prajurit dalam pembangunan infrastruktur desa, mulai dari jalan, jembatan, hingga sekolah dan sarana irigasi.

Ini menjadi cikal bakal kemanunggalan TNI dengan rakyat yang bertahan hingga kini.

Warisan Fisik dan Spiritualitas

Tak hanya di militer, Jenderal M Jusuf juga meninggalkan jejak kuat di ranah sosial dan keagamaan. Salah satu warisannya yang paling nyata adalah Masjid Al Markaz Al Islami di Makassar.

Gagasan masjid megah itu muncul setelah ia kembali dari Tanah Suci. Jenderal Jusuf ingin menghadirkan masjid yang luas seperti Masjidil Haram.

Ide itu ia sampaikan kepada banyak tokoh, termasuk Jusuf Kalla. Dukungan pun mengalir.

Pembangunan dimulai pada tahun 1994, dengan khotbah perdana oleh Quraish Shihab dan ceramah pembuka oleh Nurcholish Madjid.

Dua tahun kemudian, masjid tersebut berdiri megah dan kini menjadi masjid terbesar di Indonesia Timur.

Kenapa Ditolak Jadi Pahlawan?

Meski dianggap berkontribusi nyata, hingga kini Kementerian Sosial belum juga memberikan persetujuan atas gelar pahlawan nasional untuk M Jusuf.

Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan sendiri telah mengusulkan namanya sejak tahun 2020. Namun selalu kandas.

Alasan penolakan pun belum pernah diungkap secara gamblang ke publik.

Padahal, menurut banyak kalangan, M Jusuf layak disejajarkan dengan para tokoh militer lain yang telah menyandang gelar pahlawan nasional.

Baik karena kepemimpinannya di tubuh TNI, maupun peran strategisnya dalam pembangunan dan stabilitas nasional.

Sekretaris Daerah Pemprov Sulsel Jufri Rahman mengatakan Jenderal Jusuf kembali diusul jadi pahlawan nasional tahun ini.

Bagi Pemprov Sulsel, Jenderal Jusuf telah memenuhi seluruh persyaratan administratif dan historis untuk ditetapkan sebagai pahlawan nasional.

Kata Jufri, sosok Jenderal Jusuf adalah tokoh yang jasanya tak tergantikan, terutama bagi masyarakat Sulsel dan kawasan timur Indonesia.

"Semua persyaratan sudah kita penuhi, diseminarkan, dan secara historis beliau sangat layak. Tapi kita paham bahwa pengajuan pahlawan nasional memang melalui proses panjang, termasuk penilaian tim sejarahwan dan arsiparis," ujar Jufri, Jumat, 16 Mei 2025.

Menurut Jufri, penundaan pengesahan gelar pahlawan bisa jadi disebabkan skala prioritas nasional. Namun, hal itu tidak mengurangi makna kepahlawanan Jenderal Jusuf di mata masyarakat.

"Kita semua mendoakan dan tetap optimis beliau akan ditetapkan suatu saat nanti," tegasnya.

Ia juga mengungkap sejumlah jejak kepeloporan yang ditinggalkan Jenderal Jusuf.

Salah satunya saat Jufri masih menjabat sebagai Kepala Biro Protokol, ia saksi mata bagaimana Jenderal Yusuf menyusun sendiri kursi-kursi tamu saat peletakan batu pertama pembangunan Masjid Al Markaz Al Islami di Makassar.

"Jangan kira itu hal sepele. Itulah sisi sederhana beliau. Sosok pemimpin yang memberi teladan dari hal-hal kecil," ucapnya.

Tak hanya di bidang keagamaan, Jenderal Yusuf juga dinilai berjasa dalam membangun fondasi industri Sulawesi Selatan.

Jufri menyebut keberadaan PT Semen Tonasa dan Pabrik Kertas Gowa, dan Tambang Inco (kini Vale) tidak bisa dilepaskan dari peran besar Jenderal Jusuf.

"Semen Tonasa bisa berdiri karena perjuangan beliau sebagai Menteri Perindustrian. Begitu pula Pabrik Kertas Gowa yang saat itu direbut dari Jepang dan dibangun ulang sebagai bagian dari penguatan industri nasional,” jelasnya.

Lebih jauh, Jufri menyinggung kiprah Jenderal Jusuf di masa konflik dan konsolidasi militer di Sulsel pasca-kemerdekaan.

Salah satunya saat ia nyaris tewas dalam perundingan dengan tokoh gerilyawan, Andi Selle, di Pinrang.

Jenderal Yusuf nyaris ditembak dalam perjalanan dari lokasi perundingan ke rumah Bupati Pinrang, Andi Patonangi.

"Untung ada ajudannya, Peltu Daud Supriyanto yang melindungi beliau. Itu bagian dari sejarah penting stabilisasi keamanan di Sulsel," paparnya.

Dengan berbagai legacy tersebut, Pemprov Sulsel berharap pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial dapat memberikan pengakuan nasional atas jasa Jenderal Jusuf yang selama ini masih belum diberikan secara resmi.

"Apa lagi yang kurang dari beliau? Sejarah, pengabdian, dan pengaruhnya pada bangsa sudah sangat nyata," ucap Jufri.

Kini, dengan kepemimpinan Prabowo, yang menganggap diri seorang murid sekaligus pengagum Jenderal Jusuf, publik pun menanti. Akankah akhirnya Jenderal Jusuf mendapatkan pengakuan negara sebagai pahlawan nasional?

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More