Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Kamis, 13 Oktober 2022 | 19:00 WIB
Uji komptensi dan webinar bertajuk Akselerasi Pembangunan Blue Economy melalui Penyiapan Tenaga Kerja Terdidik dan Kompeten di FIKP Unhas, Rabu 12 Oktober 2022 [SuaraSulsel.id/istimewa]

SuaraSulsel.id - Ketua Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) Kunjung Masehat mengungkapkan penduduk usia kerja tercatat sebanyak 208,54 juta orang dari total penduduk Indonesia 275,36 juta orang pada tahun 2022.

Namun produktivitas tenaga kerja Indonesia paling rendah di antara tiga negara tetangga di kawasan ASEAN. Malaysia, Vietnam, dan Thailand.

Hal tersebut diungkapkan Kunjung saat menjadi pemateri di webinar bertajuk Akselerasi Pembangunan Blue Economy melalui Penyiapan tenaga Kerja Terdidik dan Kompeten. Dilaksanakan Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI), BNSP, LSP-AI, Smithsonian, dan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) Unhas.

Kunjung berharap pemerintah harus terus bekerja keras. Untuk mengatasi masalah ini melalui revitalisasi pendidikan dan pelatihan kerja serta sertifikasi kompetensi.
Hal senada diungkapkan Direktur Lembaga Sertifikasi Profesi Akuakultur Indonesia (LSP-AI) Prof. Yushinta Fujaya.

Baca Juga: Empat Pemain Akademi Persis Ikut TC Timnas Indonesia U-20 di Spanyol dan Turki

Menurut Yushinta, ketenagakerjaan masih menjadi masalah besar di republik ini. Sebagai organisasi profesi, Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) berkomitmen ikut andil dalam mengatasi masalah dengan melaksanakan webinar dan uji kompetensi.

Menurut Yushinta, berdasarkan analisis dan laporan dari berbagai sumber, penduduk dunia diperkirakan akan mencapai 9 milyar pada tahun 2050.

Hal ini akan berimplikasi pada kebutuhan akan pangan dari sumber ikan. Untuk itu, produksi perikanan dunia perlu meningkat hingga 133 persen dari angka yang diproduksi saat ini.

“Diperkirakan kebutuhan produk akuakultur akan meningkat hingga 140 juta ton pada 2050. Bisa dibanyangkan, betapa besar kebutuhan tenaga kerja akuakultur kompeten untuk memenuhi kebutuhan ini. Perikanan budidaya tidak hanya memerlukan inovasi teknologi tapi juga tenaga kerja yang kompeten," kata penerima beasiswa Fulbright Indonesia Program Visiting Scholar (FVSP) tahun 2022 itu dalam rilisnya, Kamis 13 Oktober 2022.

Prof. Rokhmin Dahuri Ketua MAI menjelaskan, pada dasarnya, SDM yang dibutuhkan untuk keberhasilan pembangunan dan bisnis akuakultur adalah SDM yang memiliki kompetensi teknis di setiap subsistem utama dan subsistem pendukung.

Baca Juga: Shin Tae-yong Ancam Mundur dari Timnas Indonesia, Warganet Ramai Berkomentar Begini

Menurut mantan Menteri Kelautan dan Perikanan RI itu, sub sistem utama meliputi kompetensi dalam site selection, teknologi, dan manajemen. Baik itu untuk hatchery maupun pembesaran.

Selain itu diperlukan juga formulasi, manufacturing, dan teknik pemberian pakan berkualitas unggul, pengendalian hama penyakit, monitoring pengelolaan kualitas air, lay out dan pond engeneering, serta biosecurity.

Alumni Fakultas Perikanan IPB itu menjelaskan, sub sistem pendukung meliputi industry pengolahan dan pemasaran, sarana produksi termasuk bibit, kincir air, pompa air, manajemen infrastruktur, logistik, konektivitas, keuangan, dan sistem bisnis akuakultur.

“Selain itu, mereka harus memiliki etos kerja unggul, kerja keras, disiplin, kolaborasi, dedikasi, dan akhlak mulia, jujur, amanah, ikhlas, tidak pendengki, saling menyayangi dan saling membantu," jelas peraih gelar doktor School for Resources and Environmental Studies Dalhousie University, Kanada.

Matthew Ogburn dari Smithsonian Institution USA memberikan gambaran bagaimana kompetensi telah dibangun sejak dari sekolah menengah hingga perguruan tinggi.

Kegiatan magang –internships- menjadi kewajiban sebelum lulus di perguruan tinggi. Baik itu program sarjana maupun pasca sarjana dan lembaga lembaga pengguna wajib memberikan ruang dan pelayanan kepada mahasiswa internships.

"Hal ini sangat menarik untuk diperhatikan oleh lembaga pendidikan tinggi, pendidikan vokasi, dan lembaga lembaga pengguna tenaga kerja akuakultur di Indonesia," kata Ogburn.

Kolaborasi Universitas

Selain webinar dan uji kompetensi, dilakukan juga penandantangan nota kesepahaman antara Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) Unhas dan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Brawijaya.

"Kolaborasi ini akan saling menguatkan sebagai salah satu solusi terhadap berbagai tantangan yang dihadapi di instansi masing-masing. Terutama pelaksanaan tridarma perguruan tinggi menjadi lebih berkualitas," kata Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) Unhas Safruddin.

Safruddin menjelaskan, kehadiran civitas akademika FPIK UB di Unhas akan bekerja sama menyediakan SDM yang unggul. Untuk pembangunan sektor kelautan dan perikanan di Indonesia.

Menurut Safruddin, kedua belah pihak sepakat bekerjasama dalam bidang penelitian kelautan dan perikanan, pengabdian kepada masyarakat, peningkatan kapasitas SDM, hingga penyelenggaraan pendidikan dalam skema Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).

Dekan FPIK UB Prof Maftuch berharap kerjasama berpengaruh signifikan terhadap pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) perguruan tinggi.

Nita Rukminasari, salah seorang panitia menjelaskan Webinar dihadiri lebih 200 peserta. Sementara uji kompetensi diikuti 23 dosen Prodi Akuakultur Universitas Brawijaya.

Webinar menghadirkan ketua BNSP Kunjung Masehat, Ketua umum MAI Rokhmin Dahuri, Direktur Lembaga Sertifikasi Profesi Akuakultur Indonesia (LSP-AI) Yushinta Fujaya dan Matthew Ogburn dari Smithsonian Institution USA sebagai narasumber.

"Banyak PR yang perlu kita kerjakan dan selesaikan untuk pembangunan tenaga kerja Indonesia kompeten khususnya di bidang akuakultur. Ayo bersinergi dan terus bergerak membangun Indonesia Kompeten," kata Yushinta.

Load More