Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Kamis, 08 September 2022 | 10:44 WIB
Ilustrasi: Hasil suara di tempat pemungutan suara nomor 54, Perumahan Pantai Mutiara, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. [suara.com/Bowo Raharjo]

SuaraSulsel.id - Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC mengecek dugaan kebocoran 105 juta data pemilih oleh anggota forum situs breached.to dengan nama identitas "Bjorka".

"Data tersebut bisa dicek validitasnya, misalnya dengan data lain hasil kebocoran data seperti 91 juta data Tokopedia yang bocor di awal 2020 atau data bocor registrasi SIM card," kata Ketua Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC Pratama Persadha kepada Antara, Kamis 8 September 2022.

Apalagi, Bjorka sendiri juga membuka akses Telegram grup. Bagi siapa pun yang ingin menguji validitas data.

Dalam hal ini, kata Pratama, anggota grup bisa meminta request dengan nama maupun nomor induk kependudukan (NIK). Kemudian Bjorka akan memberikan datanya secara spesifik lengkap.

Baca Juga: Soal Dugaan Isu Kebocoran Data 150 Juta Penduduk, Menkominfo Lempar Masalah ke BSSN

Pratama mengemukakan hal itu ketika merespons dugaan kebocoran data pemilih. Kebocoran tersebut diunggah pada hari Selasa (6/9) oleh anggota forum situs breached.to dengan nama identitas "Bjorka" yang juga membocorkan data riwayat browsing pelanggan Indihome dan 1,3 miliar data registrasi SIM card.

Disebutkan pula bahwa data yang diunggah, antara lain, provinsi, kota, kecamatan, kelurahan, tempat pemungutan suara (TPS), NIK, kartu keluarga, nama, tempat lahir, tanggal lahir, usia, jenis kelamin, dan alamat.

Data berjumlah 105.003.428 tersebut, kata Pratama, dijual dengan harga 5.000 dolar Amerika Serikat dalam file sebesar 4 gigabita bila dalam keadaan dikompres.

Menyinggung asal data pemilih yang bocor ke publik itu, pakar keamanan siber itu menyebutkan ada beberapa institusi yang memiliki data tersebut, yaitu KPU, Dukcapil, Bawaslu RI, dan bahkan partai politik atau lembaga lain.

"Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI lebih tahu soal ini. Oleh karena itu, perlu diaudit satu per satu agar tahu di mana kebocorannya," kata Pratama yang pernah sebagai Ketua Tim Lembaga Sandi Negara (sekarang BSSN) Pengamanan Teknologi Informasi (TI) KPU pada Pemilu 2014.

Baca Juga: Anggota Dewan Pertanyakan Kinerja Kominfo Terkait Kebocoran Data

Load More