SuaraSulsel.id - Aktivis hak asasi manusia (HAM) Haris Azhar menilai Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang sedang dibahas di DPR RI memiliki pasal-pasal yang diduga akan membelenggu hak kebebasan berekspresi.
"Sebetulnya, sebelum masuk pasal-per pasal pada rancangan RKUHP itu punya problem serius soal kecacatan proses pembentukannya," kata Azhar kepada wartawan, di Warung Kopi Lagota Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu 20 Juli 2022.
Ia menjelaskan, ada beberapa kelemahan dalam pasalnya serta tidak pernah dibahas secara berkelanjutan. Selain itu, ini pernah dibahas dan diinisiasi di era Yusril Ihza Mahendra saat menjabat Menteri Hukum dan HAM. Adanya konteks rancangan ini muncul, kata dia, karena pernah mengikuti serangkaian workshop secara tematik saat itu.
Namun belakangan terhenti karena ada perubahan konstelasi politik dan berbagai persoalan lain, tetapi kemudian kembali dibahas. Ia menuturkan, intinya, tidak ada pembahasan berkelanjutan dan periodenya terlalu lama.
Baca Juga: Dewan Pers: RKUHP Akan Menihilkan UU Pers
"Saya khawatir. Dan kelihatan betul rancangan ini tidak visioner. Kenapa tidak visioner, karena diskusinya bukan sekadar undang-undang tapi ini adalah KUHP," ujar mantan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS ini menekankan.
Menurut dia, KUHP itu memuat berbagai macam hal, beda dengan undang-undang. Undang-undang itu hanya satu tema saja, kalau kitab ini bermacam-macam, ada soal kejahatan, benda, dan terhadap orang. Jadi, bukan hal yang gampang diubah sesuai dengan kebutuhan, tapi harus visioner.
"Jadi saya khawatir pembahasan yang tidak menyeluruh dan tidak berkelanjutan itu menyebabkan ada banyak kelompok yang tidak terwakili. Rancangan tidak partisipatif, dan tidak banyak melibatkan kelompok masyarakat, sehingga muncul banyak kritik dan pertanyaan, karena dibahas diam-diam," katanya lagi.
Pendiri Lokataru ini mengemukakan, misalnya pasal terkait kebebasan menyampaikan pendapat itu bisa dianggap dengan hinaan. Bagaimana kalau argumentasi disampaikan profesor dari hukum pidana ataupun Menteri Hukum dan HAM juga dianggap sama, itu tentu menjadi aneh.
"Nah siapa pun yang menyampaikan kritik termasuk jurnalis, dia akan dengan mudah dipidanakan. Subjeknya itu kan kepala negara. Hukum pidana itu untuk menjaga martabat seseorang bukan martabat profesi," katanya menjelaskan.
Selain itu, beberapa pasal lainnya dalam RKUHP itu juga menjadi perdebatan, dan ternyata di dalam drafnya rancangan itu ada sejumlah hal yang dinilai justru menguntungkan penguasa dan malah sangat merugikan rakyat. (Antara)
Berita Terkait
-
MA Tolak Kasasi Jaksa, Tim Advokasi Fatia-Haris Bilang Begini
-
Bikin Salfok! Haris Azhar Tulis Fufufafa di Akun IG, Netizen Nyeletuk: Prabowo Gak Panas?
-
MK Kabulkan Gugatan Haris Azhar dan Fatia, Hapus Dua Pasal Terkait Hoaks
-
Haris Azhar Kritik Integritas KPU: Mesin yang Rusak akan Menghasilkan Produk Compang-camping
-
JPU Ajukan Kasasi Kasus Haris-Fatia, Aktivis: Jalur Hukum Tidak Menyelesaikan Masalah, Pejabat Harus Mau Dikritik
Terpopuler
- Ragnar Oratmangoen Akui Lebih Nyaman di Belanda Ketimbang Indonesia: Saya Tidak Menonjol saat...
- Meutya Hafid Copot Prabu Revolusi, Tunjuk Molly Prabawaty Jadi Plt Dirjen Kementerian Komdigi
- Ragnar Oratmangoen ke Media Belanda: Mimpi ke Piala Dunia itu...
- Segini Kekayaan Prabu Revolusi: Dicopot Meutya Hafid dari Komdigi, Ternyata Komisaris Kilang Pertamina
- dr. Oky Pratama Dituding Berkhianat, Nikita Mirzani: Lepasin Aja...
Pilihan
-
Apa Itu Swiss Stage di M6 Mobile Legends? Begini Sistem dan Eliminasinya
-
Bagaimana Jika Bumi Tidak Memiliki Atmosfer?
-
Dirut Baru Garuda Langsung Manut Prabowo! Harga Tiket Pesawat Resmi Turun
-
Pandji Pragiwaksono Sindir Sembako 'Bantuan Wapres Gibran' Pencitraan: Malah Branding Sendirian
-
Bansos Beras Berlanjut Hingga 2025, Siapa Saja yang Dapat?
Terkini
-
Mahasiswa Korban Pelecehan Dosen Menunggu Permintaan Maaf Unhas
-
Beda Perlakuan Unhas ke Dosen Pelaku Pelecehan Seksual dan Mahasiswa Pesta Miras
-
Progam Special BRIguna, Suku Bunga Mulai dari 8,129% dan Diskon biaya Provisi 50%
-
Berani Jujur! 3 Kepala KUA di Takalar Kembalikan Uang Gratifikasi dari Calon Pengantin
-
Kalah Pilkada 2024 Tidak Boleh Langsung Menggugat ke MK, Ini Aturannya