Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Selasa, 21 Juni 2022 | 17:55 WIB
Peneliti Eric Marechal dari CEA memegang sampel alga Sanguina nivaloides yang juga disebut "darah salju", yang kehadirannya mempercepat pencairan salju di Brevent di Chamonix, Prancis, 14 Juni, 2022 [SuaraSulsel.id/ANTARA/Reuters/Denis Balibouse/as]

SuaraSulsel.id - Sambil berdiri di atas lereng bersalju sekitar 2.500 meter di atas permukaan laut, Eric Marechal memegang sebuah tabung berisi alga merah tua yang dikenal sebagai "darah salju".

Fenomena "darah salju" mempercepat pencairan salju di Alpen yang membuat para ilmuwan khawatir.

"Alga ini berwarna hijau. Tetapi di salju, alga ini mengumpulkan sedikit pigmen seperti tabir surya untuk melindungi dirinya," kata Marechal, direktur penelitian di Pusat Nasional Penelitian Ilmiah di Grenoble, Prancis.

Bersama anggota timnya, dia sedang mengumpulkan sampel untuk pengujian laboratorium.

Baca Juga: Aktris Lee Si Young Buat Rekor Baru dalam Sejarah Olahraga Gunung Wanita

Di dekat kakinya, sepetak salju merah terlihat berkilauan di bawah sinar matahari.

Alga tersebut dideskripsikan pertama kali oleh Aristoteles pada abad ketiga Sebelum Masehi, namun baru pada 2019 diidentifikasi secara formal dan diberi nama Latin Sanguina nivaloides.

Para ilmuwan kini berlomba memahaminya dengan lebih baik sebelum terlambat. Karena volume salju berkurang akibat kenaikan suhu global yang melanda pegunungan Alpen.

Ada dua alasan kenapa mempelajari alga itu, kata Marechal.

"Pertama, ini adalah kawasan yang baru sedikit dieksplorasi dan kedua, kawasan ini sedang meleleh di depan mata kita jadi (persoalan) ini sangat mendesak," katanya.

Baca Juga: Ilmuwan: Ditemukan Ikan Pari Terbesar di Dunia

Beberapa ilmuwan, termasuk Alberto Amato, periset rekayasa genetika di CEA Centre de Grenoble, mengatakan volume alga tersebut sepertinya terus bertambah akibat perubahan iklim, ketika atmosfer mengandung lebih banyak karbon dioksida yang mendukung pertumbuhannya.

Load More